Panduan Belajar Bahasa Sunda yang Tidak Baik dengan Benar

panduan belajar bahasa sunda

MOJOK.COBiar bisa keren-kerenan ngomong bahasa sunda kasar kayak aing-sia dengan baik dan benar, yuk simak panduan belajar bahasa sunda ini baik-baik.

Ketika awal saya merantau di Malang, saya sangat gumun ketika mendengar teman-teman saya berbicara Bahasa jawa. Saat itu, karena rasa ingin tahu saya yang lumayan tinggi, saya selalu menanyakan arti kata-kata bahasa jawa yang teman-teman saya ucapkan. Lalu, mencoba mengaplikasikan kosakata baru itu ke dalam pembicaraan saya sehari-hari—yang tentu saja jadi sangat wagu.

Sesekali saya juga pernah ikut-ikutan mengucapkan pisuhan atau kata-kata kasar dalam bahasa jawa. Waktu itu saya nggak ngerti kenapa itu kasar. Kata coro misalnya, saya nggak ngerti kenapa nyebut orang lain kecoak itu kasar. Padahal kecoak nggak semenyebalkan atau semenjijikan itu. Dia keren juga loh, bisa jadi satu-satunya hewan yang bertahan ketika ada bom nuklir. WOW WOW WOW.

Eh kalau pisuhan hewan, sebenarnya bukan cuman kecoak sih yang saya nggak ngerti. Sejujurnya saya juga nggak ngerti kenapa bilang orang lain anjing itu kasar. Anjing kan baik, setia, penurut. Kalau pisuhan ini bertujuan untuk menurunkan derajat seseorang, bukankah harusnya Gagak itu masuk pisuhan? Maksudku, Gagak kan makan bangkai, kalau kamu disebut gagak, artinya kamu juga pemakan bangkai iyuwhhh banget.

Saya juga bingung kenapa kata ndassmu juga jadi sebuah pisuhan. Konteks atau sejarah masa lalu apa yang bikin ngomong “kepala mu” itu jadi sebuah makian dan kata yang kasar? Hmm.

Terakhir, saya juga nggak ngerti kenapa jancuk jadi kata kasar. Alasannya? Ya karena saya nggak tahu arti jancuk itu apaan sih hehehe. Abis setiap nyari tahu pasti nggak ada yang ngasih tahu huft.

Karena saya nggak ngerti pisuhan-pisuhan itu, jadinya kalau saya ngomong bahasa kasar atau pisuhan, itu ya murni karena cuman ikut-ikutan gara-gara bahasa itu terdengar keren, dan sering digunakan orang-orang untuk saling mengakrabkan.

Saya pikir, apa yang saya alami ini (ngomong kasar dan misuh-misuh dengan bahasa lain cuman buat keren-kerenan) kayaknya dirasakan oleh anak-anak rantau lainnya deh.

Kan sering tuh orang jawa rantau ke jakarta, mereka jadi suka ngomong lo-gue ala Jakarta yang kadang (maap) nggilani karena logat “n” mereka yang bikin pengucapan kata gue terdengar jadi “nggue”.

Juga orang Jakarta yang datang ke Surabaya yang ujug-ujug suka ngomong cak cuk cak cuk. Terakhir, orang-orang Jawa/Jakarta yang datang ke Bandung yang juga suka ngomong aing-sia dalam kehidupan sehari-hari.

Nah buat klean-klean orang-orang non-sunda yang lagi nyasar di Bandung dan pengin keren-kerenan dengan belajar bahasa sunda kasar—tapi takut nyoba karena orang sunda suka sensitip kalau lihat orang pakai bahasa kasar tidak pada tempatnya—sini saya kasih sedikit panduan belajar Bahasa sunda biar nggak salah dan berakhir ditempeleng sama orang sunda yang (((katanya))) sopan-sopan dan jarang ngomong kasar itu.

Gini gini, pelajaran pertama yang perlu diketahui oleh kalian semua adalah: Bahasa Sunda adalah bahasa yang sangat tergantung dengan konteks (eh ini bahasa mana pun sebenarnya juga sama sih).

Kamu harus tahu dulu biodata siapa orang yang akan kamu ajak bicara. Apakah orang yang lebih tua? Teman sebaya? Atau orang yang lebih muda?

Kalau kamu mau bicara dengan orang yang lebih tua, jangan sekali-kali kamu ngomong aing-sia sama mereka karena itu sama saja artinya dengan kamu ngajak gelut dan minta dikarungin lalu dilempar ke laut sama mereka. FYI, sama orang tua tuh pakainya, simkuring, abdi.

Pun dengan orang yang lebih muda. Kalau kamu pakai aing-sia, kamu pasti bakal diaduin tuh bocah ke emak dan bapaknya—yang kemudian berakhir dengan kamu akan dikarungin lalu dilempar ke laut sama mereka. Anak kecil tuh jangan diajari kasar-kasar yah!!1! Sama yang lebih muda tuh pakainya, urang-maneh.

Kamu baru boleh pakai aing-sia kalau kamu berbicara dengan teman sebaya. Itu pun harus teman yang cukup dekat, yang ketika kamu merujuk dia dengan “sia” dia nggak akan pundung dan ngadu ke emak bapaknya HAHAHA.

Yha emang ribet sih.

Kalau nggak mau ribet sebenarnya bisa-bisa aja. Tapi… kamu harus datang ke bumi Parahiangannya pas sebelum masa kolonial HAHAHAHA.

Eh serius! Sebelum colonial itu, orang sunda nggak punya undak-unduk basa (tingkatan Bahasa). Satu bahasa dipakai ke siapa pun karena bahasa sunda adalah bahasa yang setara dan egaliter. Di masa itu, kamu bisa ngomong aing ke siapa aja. Orang tua, adik, saudara, teman, hingga ke tuhan. IYAAA berdo’a bilang Aing ke Tuhan itu wajar!!1!

Tapi setelah masuk masa kolonial, baru deh bahasa sunda mulai tercampur Bahasa asing lain seperti bahasa jawa dan belanda. Jadinya, gara-gara kolonialisme yang mengenalkan relasi kuasa yang membedakan kasta seseorang, mulai dikenal juga pembagian bahasa yang biasa diucapkan oleh bangsawan, dan bahasa yang diucapkan rakyat jelata.

Sama kayak Bahasa jawa yang ada strata krama inggil-krama madya-ngoko. Dalam Bahasa Sunda juga jadi ada strata lemes-sedeng-kasar.

Karena sesuai judul saya cuman mau ngasih panduan belajar Bahasa sunda yang tidak baik, di sini kita akan fokus kepada bahasa kasar yang biasa digunakan kepada teman sebaya aja. Jangan coba-coba dipraktekan ke orang tua karena akan beresiko membuat kalian ditempeleng sama mereka.

1. Panduan Menggunakan Aing-Sia

Jadi gini akang-akang, teteh-teteh sobat sundaquu. Aing-Sia dalam bahasa sunda adalah tingkatan terkasar untuk merujuk sebuah subyek. Aing=saya, Sia=kamu.

Penggunaan aing-sia dalam percakapan sehari-hari biasanya selalu disusul dengan kata bahasa sunda kasar yang lainnya.

Aing-Sia cenderung diucapkan dengan ngegas dan berapi-api, makanya pembicaraan yang menggunakan Aing-Sia ini adalah pembicaraan yang sangat maskulin dan menunjukan kuasa. Makanya jangan heran kalau orang sunda suka menggunakan aing ketika menunjukan kebanggaan atau kepemilikan sesuatu kayak:

PERSIB NU AING!1! MAUNG NU AING!11! AING NU SAHA? (persib miliku! Harimau miliki! Aku milik siapa?? Hem??)

Nah yang kocak adalah, akang-akang, teteh-teteh non sunda ini sering sekali menggunakan kata aing tapi tidak totalitas. Maksudnya, merujuk diri sendiri pakai aing tapi habis itu menggunakan kata sopan/kata dengan bahasa indonesia setelahnya—padahal harusnya pakai kata kasar.

Contohnya nih, saya sering dengar di beberapa kampus besar di Bandung, banyak mahasiswa yang ngomong “Aduh aing pusing deh belum/acan ngerjain/ngerjakeun tugas.”

HELLOWWW. Punten aja nichh, kalau kalimatnya sopan kayak gitu, manly yang dimiliki oleh “aing” jadi hilang. Harusnya kalau mau pake aing, kalian harus lebih ekspresif dengan bilang, “Aing jangar nyeri hulu can ngerjakeun tugas”.

Sekali lagi, pakai Aing itu harus totalitas. Harus kasar dan ngegas biar dampaknya lebih kerasa.

Contoh kedua: Misalnya kamu mau negur temenmu yang nggak bisa diem. Dari pada bilang diem ih kamu/cicing ai maneh, kamu bisa pakai “CICING AI SIA”. Kalau kamu udah ngomong kayak gitu, saya yakin deh 1000% kalau temenmu itu bakal kaget dan jadi diem terus tiba-tiba bau.

2. Misuh atau Memaki dengan Bahasa Sunda

Setelah tahu aing-sia, supaya lebih total, kita juga harus belajar makian atau pisuhannya sekalian. Inget, ngomong aing-sia tanpa diikuti kata kasar setelahnya adalah sia-sia!!1!

Ini adalah contoh kata kasar populer yang biasa dipadupadankan dengan aing-sia:

Pisuhan lain yang cukup terkenal selain plesetan kata anjing adalah pisuhan untuk menggabarkan bahwa seseorang itu bodoh. Kita biasanya ngata-ngatain lawan bicara yang bodoh dengan sebutan dodol (sopan),  belegug (normal), ontohod (kasar normal), kehed (kasar). goblog (kasar banget).

Misalnya nih ada temen kamu yang udah tahu kalau pacarnya itu bajingan dan brengsek, tapi tetep aja dia ngejar-ngejar orang itu. Maka, kamu bisa bilang gini ke dia:

Sopan: “Dodol pisan maneh mah.” atau

Normal: “Dasar belegug maneh mah ” atau

Kasar normal “Naha ai sia dibejaan teh teu ngarti-ngarti, dasar ontohod” atau

Kasar “Si kehed teu bisa dibejaan pisan sia mah”

Kalau goblog….

…. kayakanya jangan dikasih contoh deh. Kasar banget, kamu nggak akan kuat. Biar Si Jajang aja yang melakukan.

Eh, si jajang teh saha?

Exit mobile version