Memahami Partikel Penegas Bahasa Ngapak dan Sunda, dari Kata “Mah” sampai “Tulih” - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Komen Versus

Memahami Partikel Penegas Bahasa Ngapak dan Sunda, dari Kata “Mah” sampai “Tulih”

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
8 Juli 2019
0
A A
Bahasa sunda
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Saya suka bertanya-tanya, apa arti kata “mah” dalam bahasa Sunda, tapi juga kebingungan kalau balik ditanya apa arti kata “tulih” di bahasa Ngapak.

Seorang kawan pernah bertanya pada saya, kenapa saya kerap menggunakan kata “koh” dan “tulih” saat berbahasa Jawa dengan aksen ngapak. Saya lupa jawaban saya apa kala itu, tapi beberapa hari yang lalu, salah satu member JKT48 favorit saya—tentu saja setelah Viny, hehe!—yang bernama Desy dan juga berasal dari Cilacap, telah resmi membuat channel YouTube-nya dan membuat video berbahasa Ngapak.

Pada salah satu bahasannya, ia menyebutkan penggunaan imbuhan “koh” dan “tulih” yang tentu saja juga selalu saya gunakan.

Kebingungan orang-orang mendengar “koh”, “tulih”, bahkan “mbok” yang pernah saya bahas secara singkat dalam ulasan saya soal pengalaman menjadi orang Ngapak di antara orang-orang non-Ngapak, rasanya bisa saya pahami. Pasalnya, saya pernah pula bertanya pada teman saya yang asli Sukabumi:

“Apa sih bedanya kata ‘mah’ dan ‘téh’, dan kenapa kamu pakai kata-kata itu terus?”

Teman saya nggak bisa jawab dengan gamblang, pun saat saya bertanya apa arti kata “da” dalam bahasa Sunda (misalnya: “Aku da nggak tahu juga kalau soal itu.”). Lagi-lagi, saya juga akhirnya bisa memahami kebingungan teman saya soal ini.

Baca Juga:

Teh Putih yang membbuat langsing

Teh Putih yang Membuat Langsing dan Teh nDeso yang Unjuk Diri

2 Januari 2023
Teh angkringan mojok.co

Rahasia Racikan Teh Angkringan, Cita Rasa Khas Tepi Jalan

26 Januari 2022

Dalam bahasa daerah—pada kasus ini adalah bahasa Sunda dan Jawa—ternyata memang ada kata-kata yang fungsinya cuma sebagai imbuhan atau penegas, tanpa makna yang jelas, apalagi punya arti sepadan yang mudah ditemukan dalam bahasa Indonesia. Nah, agar hari ini kamu bisa menambah bahan obrolan yang agak berfaedah dengan gebetan kelak, ada baiknya kalau sekarang kamu duduk dan melihat daftar partikel sebagai penegas berikut ini~

*JENG JENG JENG*

Pertama, kata “mah” dalam bahasa Sunda.

Kata “mah” dalam percakapan sehari-hari memiliki fungsi umum sebagai “alat bantu” menunjukkan perbandingan informasi. Secara sederhana, ia dipakai untuk memperkenalkan informasi baru ataupun menjadi penghubung perbandingan dengan informasi yang sudah lebih dulu ada.

Sebagai contoh, perhatikan kalimat: “Asep mah kuliah di UGM, lain di UNY.” (Asep kuliah di UGM, bukan di UNY).

Pada kalimat di atas, “mah” dipakai pada dua informasi berbeda, yaitu informasi yang ingin dikonfirmasi (“Asep kuliah di UNY”) dan informasi baru yang ingin disampaikan (“Asep kuliah di UGM”).

Sampai sini bisa dimengerti, ya, Sayang-sayangku?

Kedua, kata “téh”—masih dalam bahasa Sunda.

Sementara itu, kata “téh” memiliki nasib yang kurang-lebih sama dengan kata “mah”: ia populer dipakai dalam bahasa Sunda, tapi tak semua orang paham apa maknanya. Sebuah iklan zaman dulu pernah menggunakan dialog berbunyi “Ini téh susu!” dan menjadi lelucon yang disukai manusia-manusia garing yang berujar, “Lah iya ya, itu maksudnya teh atau susu?”

Partikel “téh” (ditulis dengan huruf “é”) merupakan penegas informasi yang telah diketahui sebelumnya. Pada contoh kalimat di poin atas, kata ini bisa digunakan untuk memastikan informasi yang dimiliki, sebagai berikut: “Asep téh kuliah di UNY?”

Apa? Kamu bertanya kenapa saya pakai nama UNY sebagai contoh? Kamu nggak pernah mendengar soal rasa cinta almamater, ya? Ckckck!

Ketiga, kata “koh” dan “tulih” dalam bahasa Ngapak—yang sesungguhnya masih saya pikirin artinya apa.

Dalam beberapa kamus bebas bahasa Ngapak-Indonesia, ada yang menafsirkan “koh” sebagai “kok” dalam bahasa Indonesia. Tapi menurut saya, kenyataannya tak selalu demikian. Alih-alih disamakan dengan “kok” (pada kata “koh”), saya lebih suka menggambarkan kata “koh” dan “tulih” sebagai penekanan atau penegas saat sebuah informasi disampaikan, persis seperti kata “mah” dan “téh”.

Pada kalimat, “Jar-jare enak apa nek lagi ngomong koh diguyu baen?!”, mungkin kita memang bisa mengartikannya dengan “Memangnya enak, ya, kalau lagi ngomong kok malah ditertawakan?!”

Pada kalimat tersebut, “koh” adalah “kok”, tapi fungsinya tidaklah mutlak. Maksud saya, saat kata “kok” dihilangkan, inti dan makna kalimat itu tidaklah hilang—berbeda kalau kita menghilangkan kata “ditertawakan”, misalnya.

Kata “tulih” juga sama saja. Ia adalah penegas yang sesungguhnya tidak terlalu memengaruhi makna kalimat. Bayangkan dirimu sedang berkumpul dengan teman-teman, lalu perutmu berbunyi karena lapar dan membuatmu refleks berkata, “Nyong kencot tulih”.

Apa artinya? Kalimat tadi memberi tahu bahwa kamu sedang kelaparan. Titik. Kata “tulih” di sana mungkin mendekati kata “tahu” (“Aku lapar, tahu.”) dalam bahasa Indonesia yang berfungsi untuk menyampaikan informasi, tapi—sekali lagi—menurut saya ia hanya sebatas penegas, bukan kata yang bakal memengaruhi makna keseluruhan.

Kata-kata penegas ini jumlahnya bukan hanya empat—masih ada banyak lainnya, termasuk mbok, da, og, téa, dan lain sebagainya, bahkan yang mungkin berasal dari bahasa lain selain bahasa Jawa dan bahasa Sunda.

Mau bertukar informasi? Silakan lanjut di kolom komentar, ya!

Terakhir diperbarui pada 8 Juli 2019 oleh

Tags: arti katabahasa ngapakbahasa sundakata mahkohtehtuli
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Teh Putih yang membbuat langsing
Geliat Warga

Teh Putih yang Membuat Langsing dan Teh nDeso yang Unjuk Diri

2 Januari 2023
Teh angkringan mojok.co
Liputan

Rahasia Racikan Teh Angkringan, Cita Rasa Khas Tepi Jalan

26 Januari 2022
Esai

Anak Saya Tuli dan Saya Harus Berterima Kasih ke Bu Risma

10 Desember 2021
Teh Lokal Indonesia Mutunya Ampas! MOJOK.CO
Esai

Teh Lokal Indonesia Mutunya Ampas!

9 September 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Arsenal kangen Wenger MOJOK.CO_

Arsenal Itu Kayak Cewek Bingung Lagi Hunting Sepatu

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka MOJOK.CO

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka

15 Maret 2023
Bahasa sunda

Memahami Partikel Penegas Bahasa Ngapak dan Sunda, dari Kata “Mah” sampai “Tulih”

8 Juli 2019
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
jurusan kedokteran mojok.co

Selektivitas 7 Jurusan Kedokteran Terbaik di Indonesia 

16 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023
Pesugihan Haji N Menyebabkan Kematian Massal Ibu-ibu di Rembang MOJOK.CO

Pesugihan Haji N Menyebabkan Kematian Massal Ibu-ibu di Rembang

16 Maret 2023
unair mojok.co

10 Prodi UNAIR yang Sepi Peminat dan Persaingannya Tidak Ketat

15 Maret 2023

Terbaru

massa mengambang jelang pemilu

Jelang Pemilu, Apa itu Massa Mengambang yang Jadi Rebutan Parpol?

22 Maret 2023
Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

22 Maret 2023
Cerita Penjual Nasi Goreng Keliling yang Lebih Takut Jualan Menetap daripada Ketemu Hantu. MOJOK.CO

Cerita Penjual Nasi Goreng Keliling yang Lebih Takut Jualan Menetap daripada Ketemu Hantu

22 Maret 2023
RUU PPRT jadi inisiatif DPR

Sah Jadi Inisiatif DPR, RUU PPRT Harusnya Kelar Sebelum Lebaran, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

22 Maret 2023
pelaku mutilasi mojok.co

Terjerat Pinjol, Pelaku Mutilasi di Pakem Sudah Rencanakan Pembunuhan

22 Maret 2023
sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023
Jenazah korban mutilasi di rumah duka. MOJOK.CO

Psikolog UGM: Ada Dua Tujuan Orang Melakukan Mutilasi

22 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In