Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Memahami Kerumunan Jokowi di NTT yang Dikritik Netizen

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
24 Februari 2021
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kemunculan kerumunan Jokowi di Maumere bikin banyak masyarakat kebakaran jenglot, eh, jenggot. Katanya jaga jarak, Pak? Lah kok?

Memang susah jadi Presiden Jokowi di era sekarang. Mau bikin kebijakan, selalu ada yang menentang. Mau bikin terobosan selalu ada yang mengkritik. Mau datang ke daerah malah bikin kerumunan.

Tapi ya wajar sih, namanya juga Presiden dari penduduk 270 juta jiwa yang lagi gampang ngamuk sama Pemerintah karena kebijakan-kebijakan di masa pandemi. Ya tentu, setiap jengkal langkah sudah banyak yang bakal cari celanya.

Sekali lagi, Jokowi kena “hajar” rakyatnya sendiri karena memancing kerumunan di Maumere dalam rangka peresmian Bendungan Napun Gete.

Kerumunan Jokowi ini pun bikin bermunculan bahan ghibah di media sosial. Ini bijimana sih, Pak? Katanya ada pembatasan jarak berskala besar, lah kok malah bikin kerumunan? Masak Presiden ngasih contoh buruk sih?

Gitu kurang lebih kritik demi kritik (bukan penghinaan yang bisa dilaporin pake UU ITE lho ya) dilayangkan netizen soal kerumunan Jokowi ini.

Menurut Sekretariat Presiden sih, kerumunan itu murni spontanitas warga saja. Merasa senang Presidennya datang, warga Mauemere tumpah ruah menyambut.

Karena kadung sudah “terjebak” lautan kerumunan Jokowi itu, Presiden pun memilih nongol dari atap mobilnya dan da-da-da-da.

“Itu spontanitas Presiden untuk menghargai antusiasme masyarakat,” kata Bey Machmudin, Deputi Sekretariat Presiden.

Bahkan Bey Machmudin menjelaskan kalau dalam aktivitas dadakan itu, Presiden tetap mengingatkan untuk tetap memakai masker ke kerumunan Jokowi itu.

Uniknya, bukan meminta kerumunan Jokowi di Maumere untuk pulang, Presiden justru sebar-sebar hadiah kecil untuk masyarakat.

Oke sih, itu bagus, Pak. Tapi pembagian kayak gitu malah jadi bikin makin chaos situasinya. Kan nggak lucu kalau nanti nongol berita klaster baru dari kerumunan Jokowi di NTT.

Sudah begitu acara ini pun terekam di beberapa kamera ponsel yang kemudian tersebar di media sosial. Haduuuh, remoook, Pak, remoook.

Sudah barang tentu, kritik dan sentilan muncul dari berbagai lini. Banyak yang meyayangkan kemunculan kerumunan Jokowi ini. Apalagi pandemi belum betul-betul bisa dikontrol persebarannya, dan vaksin belum bisa diberikan ke seluruh lapisan masyarakat.

Iklan

Oke, deh, Pak Jokowi emang sudah divaksin, tapi kan kerumanan Jokowi di Maumere itu belum. Ya kali ada Raffi Ahmad atau Ariel Noah ikut berkerumum di situ.

Meski begitu, kita juga harus memahami kenapa Jokowi refleks bagi-bagi hadiah dan malah da-da-da-da ke warganya yang berkerumun begitu.

Pertama, situasi ini bisa terjadi karena Jokowi kebiasaan blusukan yang udah sampai tahap sakaw.

Maklum, kebiasaan ini nggak bisa dilakukan lagi oleh Jokowi sejak awal 2020. Barangkali Jokowi merasa kangen, lalu di tengah-tengah ada kesempatan kayak di Maumere itu, jiwa blusukannya keluar.

Meski begitu, mental blusukan itu sebenarnya punya indikasi negatif pula. Yakni, ketidakpercayaan Jokowi pada jajarannya sendiri.

Ya iya dong, kalau setiap lini pemerintahan sudah bener kerjanya, sudah barang tentu sekelas Presiden nggak perlu harus ke lapangan melihat situasi langsung kayak di Maumere itu. Udah begitu, bikin kerumunan di masa pandemi lagi.

Kan bisa aja, Pak, untuk sementara jangan nongol di ruang-ruang publik dulu. Selain nggak bagus buat masyarakat, nggak bagus juga buat citra Bapak. Yakin deh. Bapak sih enak nggak bakal bisa nyalon presiden lagi, lah citra partai Bapak? Hambok ya kasihan to, Paaak, Pak. Kan masih ada Mas Gibran dan Bang Bobby di partai situ. Eh.

Kedua, kebiasaan bagi-bagi hadiah.

Ini kelanjutan dari mental blusukan karena tidak percaya dengan laporan bawahannya di lapangan. Spontanitas Jokowi ini bisa dimaklumi kalau mau bagi-bagi “bantuan” atau hadiah souvenir macam di Maumere itu.

Ya iya dong. Dana bansos aja diembat sama kader sesama partainya sendiri kok. Ke mana lagi Jokowi harus percaya? Mau nitip sebar bantuan ke orang lain? Wah, kalau nanti diembat lagi gimana?

Pada akhirnya pilihan paling masuk akal ya harus dibagiin sendiri untuk dipastikan agar masyarakat menerima langsung. Persis sama yang terjadi di Maumere, ketika Jokowi membagikan secara langsung souvenir yang beliau bawa.

Ketiga, ngetes vaksin Covid-19 sekalian.

Presiden Jokowi merupakan kelompok pertama yang menerima vaksin Covid-19. Dan, selama ini, ternyata masih ada saja orang yang meragukan keampuhan vaksin tersebut.

Nah, bukan tidak mungkin langkah yang diambil jajaran Jokowi ketika memilih “berhenti” di kerumunan itu adalah upaya untuk menunjukkan ke masyarakat, bahwa kalau vaksin Covid-19 yang disediakan negara itu memang ampuh.

Bisa saja gara-gara aktivitas ini, orang-orang yang meragukan keampuhan vaksin jadi makin dikit. “Hooo, ternyata kalau udah divaksin. Jadi boleh kumpul-kumpul begitu to? Jadi kebal to.”

Iya sih, enak.

Itu kalau kamu Raffi Ahmad, Ariel Noah, atau seorang Presiden sekalian. Kelompok pertama yang diprioritaskan dapat vaksin duluan. Kalau cuma masyarakat proletar yang cuma bisa makan senen-kemis dan bukan siapa-sapa, ya mesti nunggu Imam Mahdi nongol dulu baru dapat vaksin.

Itu pun kalau stok vaksinnya masih tersedia.

BACA JUGA Ironi Jokowi saat Bilang Rakyat Kudu Berani Kritik, Padahal Ada UU ITE dan tulisan soal JOKOWI lainnya.

Terakhir diperbarui pada 24 Februari 2021 oleh

Tags: bansosCOVID-19jokowikerumunanvaksin
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Z sarjana ekonomi di Undip. MOJOK.CO
Kampus

Apesnya Punya Nama Aneh “Z”: Takut Ditodong Tiba-tiba Saat Kuliah, Kini Malah Jadi Anak Emas Dosen di Undip

27 November 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri MOJOk.CO
Kilas

 2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri

15 Agustus 2025
negara nggak perlu malu mengakui banyak kelompok miskin di Indonesia. MOJOK.CO
Mendalam

Nestapa Kelas Menengah yang Sebenarnya Tergolong Miskin, tapi Negara Nggak Mau Mengakuinya

24 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
UAD: Kampus Terbaik untuk “Mahasiswa Buangan” Seperti Saya MOJOK.CO

UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan

16 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.