MOJOK.CO – Kemunculan kerumunan Jokowi di Maumere bikin banyak masyarakat kebakaran jenglot, eh, jenggot. Katanya jaga jarak, Pak? Lah kok?
Memang susah jadi Presiden Jokowi di era sekarang. Mau bikin kebijakan, selalu ada yang menentang. Mau bikin terobosan selalu ada yang mengkritik. Mau datang ke daerah malah bikin kerumunan.
Tapi ya wajar sih, namanya juga Presiden dari penduduk 270 juta jiwa yang lagi gampang ngamuk sama Pemerintah karena kebijakan-kebijakan di masa pandemi. Ya tentu, setiap jengkal langkah sudah banyak yang bakal cari celanya.
Sekali lagi, Jokowi kena “hajar” rakyatnya sendiri karena memancing kerumunan di Maumere dalam rangka peresmian Bendungan Napun Gete.
Kerumunan Jokowi ini pun bikin bermunculan bahan ghibah di media sosial. Ini bijimana sih, Pak? Katanya ada pembatasan jarak berskala besar, lah kok malah bikin kerumunan? Masak Presiden ngasih contoh buruk sih?
Gitu kurang lebih kritik demi kritik (bukan penghinaan yang bisa dilaporin pake UU ITE lho ya) dilayangkan netizen soal kerumunan Jokowi ini.
Menurut Sekretariat Presiden sih, kerumunan itu murni spontanitas warga saja. Merasa senang Presidennya datang, warga Mauemere tumpah ruah menyambut.
Karena kadung sudah “terjebak” lautan kerumunan Jokowi itu, Presiden pun memilih nongol dari atap mobilnya dan da-da-da-da.
“Itu spontanitas Presiden untuk menghargai antusiasme masyarakat,” kata Bey Machmudin, Deputi Sekretariat Presiden.
Bahkan Bey Machmudin menjelaskan kalau dalam aktivitas dadakan itu, Presiden tetap mengingatkan untuk tetap memakai masker ke kerumunan Jokowi itu.
Uniknya, bukan meminta kerumunan Jokowi di Maumere untuk pulang, Presiden justru sebar-sebar hadiah kecil untuk masyarakat.
Oke sih, itu bagus, Pak. Tapi pembagian kayak gitu malah jadi bikin makin chaos situasinya. Kan nggak lucu kalau nanti nongol berita klaster baru dari kerumunan Jokowi di NTT.
Sudah begitu acara ini pun terekam di beberapa kamera ponsel yang kemudian tersebar di media sosial. Haduuuh, remoook, Pak, remoook.
Sudah barang tentu, kritik dan sentilan muncul dari berbagai lini. Banyak yang meyayangkan kemunculan kerumunan Jokowi ini. Apalagi pandemi belum betul-betul bisa dikontrol persebarannya, dan vaksin belum bisa diberikan ke seluruh lapisan masyarakat.
Oke, deh, Pak Jokowi emang sudah divaksin, tapi kan kerumanan Jokowi di Maumere itu belum. Ya kali ada Raffi Ahmad atau Ariel Noah ikut berkerumum di situ.
Meski begitu, kita juga harus memahami kenapa Jokowi refleks bagi-bagi hadiah dan malah da-da-da-da ke warganya yang berkerumun begitu.
Pertama, situasi ini bisa terjadi karena Jokowi kebiasaan blusukan yang udah sampai tahap sakaw.
Maklum, kebiasaan ini nggak bisa dilakukan lagi oleh Jokowi sejak awal 2020. Barangkali Jokowi merasa kangen, lalu di tengah-tengah ada kesempatan kayak di Maumere itu, jiwa blusukannya keluar.
Meski begitu, mental blusukan itu sebenarnya punya indikasi negatif pula. Yakni, ketidakpercayaan Jokowi pada jajarannya sendiri.
Ya iya dong, kalau setiap lini pemerintahan sudah bener kerjanya, sudah barang tentu sekelas Presiden nggak perlu harus ke lapangan melihat situasi langsung kayak di Maumere itu. Udah begitu, bikin kerumunan di masa pandemi lagi.
Kan bisa aja, Pak, untuk sementara jangan nongol di ruang-ruang publik dulu. Selain nggak bagus buat masyarakat, nggak bagus juga buat citra Bapak. Yakin deh. Bapak sih enak nggak bakal bisa nyalon presiden lagi, lah citra partai Bapak? Hambok ya kasihan to, Paaak, Pak. Kan masih ada Mas Gibran dan Bang Bobby di partai situ. Eh.
Kedua, kebiasaan bagi-bagi hadiah.
Ini kelanjutan dari mental blusukan karena tidak percaya dengan laporan bawahannya di lapangan. Spontanitas Jokowi ini bisa dimaklumi kalau mau bagi-bagi “bantuan” atau hadiah souvenir macam di Maumere itu.
Ya iya dong. Dana bansos aja diembat sama kader sesama partainya sendiri kok. Ke mana lagi Jokowi harus percaya? Mau nitip sebar bantuan ke orang lain? Wah, kalau nanti diembat lagi gimana?
Pada akhirnya pilihan paling masuk akal ya harus dibagiin sendiri untuk dipastikan agar masyarakat menerima langsung. Persis sama yang terjadi di Maumere, ketika Jokowi membagikan secara langsung souvenir yang beliau bawa.
Ketiga, ngetes vaksin Covid-19 sekalian.
Presiden Jokowi merupakan kelompok pertama yang menerima vaksin Covid-19. Dan, selama ini, ternyata masih ada saja orang yang meragukan keampuhan vaksin tersebut.
Nah, bukan tidak mungkin langkah yang diambil jajaran Jokowi ketika memilih “berhenti” di kerumunan itu adalah upaya untuk menunjukkan ke masyarakat, bahwa kalau vaksin Covid-19 yang disediakan negara itu memang ampuh.
Bisa saja gara-gara aktivitas ini, orang-orang yang meragukan keampuhan vaksin jadi makin dikit. “Hooo, ternyata kalau udah divaksin. Jadi boleh kumpul-kumpul begitu to? Jadi kebal to.”
Iya sih, enak.
Itu kalau kamu Raffi Ahmad, Ariel Noah, atau seorang Presiden sekalian. Kelompok pertama yang diprioritaskan dapat vaksin duluan. Kalau cuma masyarakat proletar yang cuma bisa makan senen-kemis dan bukan siapa-sapa, ya mesti nunggu Imam Mahdi nongol dulu baru dapat vaksin.
Itu pun kalau stok vaksinnya masih tersedia.
BACA JUGA Ironi Jokowi saat Bilang Rakyat Kudu Berani Kritik, Padahal Ada UU ITE dan tulisan soal JOKOWI lainnya.