“Lelucon” Antara Hakim dan Saksi MK: Saksi Pak Prabowo Memang Menggemaskan

lelucon hakim dan saksi MK dari Prabowo MOJOK.CO

MOJOK.COSidang gugatan kecurangan Pemilu diselingi lelucon antara hakim dengan saksi MK yang dihadirkan oleh kubu Prabowo. Sebwa ice breaking ala-ala…

“Apakah sakarang saksi merasa terancam, saat ini?

“Merasa terancam.”

“Kenapa?”

“Sering beberapa mobil berhenti, kemarin (dari CCTV) vidio banyak sekali sekitar lima mobil.”

“Kalau begitu kenapa tidak ke polisi?”

“Belum, karena bagi saya belum ada ancaman.”

“Kenapa tidak lapor? Ada kontradiksi dalam pernyataan Anda. Anda merasa tidak wajar tapi tidak lapor. Jangan in between, jangan tolah-toleh. Saya tanya Anda.”

Saya membayangkan hakim MK berkata, “Jangan tolah-toleh. Saya tanya Anda,” sambil memasang raut muka masam, seolah-oleh berteriak, “Beach, please.”

Pada titik tertentu, sidang gugatan kecurangan Pemilu 2019 yang diajukan oleh kubu Prabowo ini malah jadi panggung komedi. Terutama ketika adegan dialog antara hakim dan saksi MK. Mungkin para hakim sadar kalau sidang membosankan ini akan berjalan panjang. Butuh semacam ice breaking supaya sidang penting ini tidak terlalu berat dan bisa diikuti sampai tuntas.

Narasi kecurangan populer yang sering disebut oleh kubu Prabowo adalah soal DPT palsu, KTP palsu, saksi MK yang merasa pernah diancam, kertas suara yang sudah tercoblos, IT dicurangi, dan lain sebagainya. Berikut kami bagikan untuk kamu semua lelucon antara hakim dan saksi MK yang dihadirkan oleh kubu Prabowo.

Saksi MK merasa diancam, sebelum dirinya tahu akan jadi saksi

“Ancaman dalam bentuk apa yang saudara alami?”

“Saya mohon maaf tidak menjelaskan di sini secara terbuka…”

“Lho, ndak bisa, ini pengadilan terbuka untuk umum, biar didengar dan disaksikan oleh rakyat Indonesia.”

“Ancaman itu pernah sampai kepada saya dan juga keluarga saya dan juga sudah tersebar beritanya, tentang ancaman pembunuhan.”

“Siapa yang melakukan pengancaman?”

“Mohon maaf kalau itu yang kami tidak ingin menyampaikan.”

“Baik, kalau saudara tidak ingin menyampaikan siapa pengancamnya, kapan saudara diancam?”

“Sekitar bulan April. Awal bulan April.”

“April…berarti ketika itu kan saudara belum ketahuan akan menjadi saksi atau tidak, kan?”

Hening sesaat–

Banyak kecurangan…di TPS yang dimenangi Prabowo, aku saksi MK…

Pengacara KPU: “Dan itu juga yang terjadi (kecurangan) yang bapak bilang tadi di Pinrang, di Sidrap, di Enrekang itu banyak juga ya?”

Saksi MK dari Prabowo: “Iya, di Enrekang. Di Pinrang cuma satu TPS (yang tidak bermasalah).”

Pengacara: “Yang lain bermasalah?”

Saksi MK: “Bermasalah!”

Pengacara: “Bapak tahu nggak, bahwa di Enrekang itu, 02 (Prabowo-Sandi) mendapatkan suara 75 persen? Bapak tahu nggak di Pinrang itu 02 mendapatkan 61 persen?”

Saksi MK: “Ya saya…saya…”

Pengacara: “Bapak tidak tahu ya. Baik.”

Bilang dari RT 4, tapi jumlah RT-nya cuma 2

“Anda juga penduduk situ, Bu? Di kampung apa namanya?”

“Dusun Winongsari.”

“RT berapa?”

“RT kosong empat.”

“Ada berapa RT dusunmu?”

“Ada dua.”

“Duaa…errrgg….emmm…”

Hmm…Pak Hakim, jangan berprasangka dulu. Mungkin RT di dusun Ibu saksi MK dari kubu Prabowo itu cuma diberi nomor genap, dimulai dari nomor “2” saja. Jadi cuma ada RT 2 dan RT 4.

Dipanggil “Baginda” oleh saksi MK, hakim malu-malu

“Saudara dilatih untuk melakukan kecurangan atau saudara diterangkan bahwa ada kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam demokrasi? Itu dua hal yang berbeda.”

“Lebih cenderung ke yang kedua, Yang Mulia. Ini adalah pengakuan bahwa kecurangan adalah suatu kewajaran. Kita memang tidak dilatih untuk itu, tetapi ini adalah semacam pengakuan, Baginda, eh Yang Mulia.”

“Jangan “Baginda”, nanti saya jadi raja.”

“Maaf, saya baru bangun tidur,” jawab saksi MK sambil tersenyum. Cuci muka dulu, Bang!

Saksi MK dari kubu Prabowo punya kemampuan melihat tembus pandang?

“Bagaimana modusnya? Berapa yang dia coblos?”

“Sepengetahuan saya 15.”

“Tahu dari mana jumlah itu?”

“Saya menyaksikan sendiri.”

“Ketika itu ada di mana saudara?”

“Saya di tempat kejadian, saya di TPS-nya.”

“Boleh masuk TPS? Di bilik itu?”

“Saya di samping saksi-saksi.”

“Terus nyoblosnya bukan di bilik?”

“Nyoblosnya di bilik,”

“Bagaimana bisa tahu, kan ketutup.” Hakim lalu memeragakan bentuk bilik yang kotak dengan tangannya, melingkupi pencoblos lalu menambahkan: “Saya saja dengan isteri saya, saya masuk itu noleh ke samping saja nggak bisa, lho. Anda duduk di tempat saksi, bagaimana (bisa melihat)?”

“Terlihat secara langsung,” jawab saksi MK.

“Lho, kalau di dalam bilik kan tidak secara langsung terlihat. Kita lihat secara visual sederhana. Anda kan duduk di deretan saksi. Ketua KPPS yang namanya Jumadi, mencoblos surat suara, 15 surat menurut saudara, itu di dalam bilik.”

Hmmm…mungkin ibu ini punya kekuatan super tapi belum menyadarinya saja, Pak Hakim.

Well, lelocun antara saksi MK dari kubu Prabowo dengan hakim merupakan hal yang manusiawi. Terkadang, karena grogi berada di depan hakim, jawaban spontan bisa saja meluncur. Pikiran-pikiran dari alam bawah sadar bisa menyeruak. Seperti misalnya tiba-tiba super hero favoritnya malah terucap ketika menyebut adanya “pencoblos hantu”.

“Bahwa tadi saudara juga sudah mengkoreksi soal istilah GHOST RIDER yang belum tentu memakai…menggunakan…suaranya. Ehhh…sori, GHOST VOTERS.” Selip lidah yang disambut dengan tawa seisi ruang sidang.

Wah, fans MCU ya, Pak.

Exit mobile version