MOJOK.CO – Memang ada banyak orang sukses yang rajin bangun pagi, namun tak sedikit orang yang sukses walau suka bangun siang.
Sejak bekerja menjadi seorang penulis, saya memang mengalami perubahan jam tidur yang sangat drastis. Dulu, saya biasa tidur maksimal pukul 11-12 malam. Patokannya sederhana, pokoknya begitu film yang diputar di Bioskop Trans TV selesai, maka selesai pula jam melek saya.
Tubuh saya seakan sudah terbiasa untuk memberikan rasa kantuk yang hebat di jam-jam ketika bioskop Trans TV usai. Ia menjadi semacam keteraturan tersendiri bagi tubuh saya.
Kelak, setelah mengenal dunia menulis, dan bahkan mendapatkan pekerjaan di dunia itu, perubahan jam tidur menjadi sebuah keniscayaan. Sebagai pelaku profesi yang memang tidak terikat dengan kedisiplinan untuk bangun pagi, saya merasa mempunyai kebebasan untuk bangun kapan saja. Hal itu pula yang kemudian memengaruhi saya untuk tidak lagi tidur maksimal pukul 12 malam.
Jujur, sebagai pekerja di industri kreatif, saya kemakan juga oleh omongan orang-orang yang mengatakan bahwa ide atau inspirasi bisa mudah muncul di saat malam larut menjelang pagi saat sosial media benar-benar sepi. Soal benar atau tidaknya, saya memang masih tak yakin, namun beberapa penulis hebat yang saya kenal pada kenyataannya kerap mengaku bahwa mereka sering melek malam untuk mengerjakan tulisan mereka.
Saya pun sedikit banyak juga merasa demikian. Entah karena sugesti atau apa, namun saya memang merasa bahwa menulis di malam hari terasa lebih enak dan luwes. Jari-jari menjadi lebih lentur dan lentik untuk bergerak lincah di atas keyboard laptop.
Saya terbiasa begadang untuk menulis apa pun. Menulis status, menulis blog, menulis twit, menyimak media sosial. Saya seperti punya keharusan untuk menulis hal-hal unik yang saya alami dan menanggapi apa saja yang terjadi di media sosial. Dan itu saya lakukan hampir tiap malam sambil sesekali menonton apa pun yang ada di Youtube atau Netflix.
Lama-kelamaan, malam hari menjadi terlalu sayang jika saya habiskan untuk tidur. Dan lagi-lagi, aktivitas melek di malam hari itu kemudian juga menjadi semacam keteraturan bagi tubuh saya.
Setidaknya, dalam lima tahun terakhir, saya sudah resmi menyandang predikat sebagai makhluk nokturnal. Saya hampir selalu tidur selepas subuh untuk kemudian baru bangun di siang hari.
Kebiasaan tidur pagi dan bangun siang itu berpotensi tumbuh menjadi sebuah masalah tersendiri ketika saya sudah menikah. Maklum, istri saya adalah tipikal orang yang teratur tidur di jam-jam selayaknya manusia baik-baik. Ia tidur maksimal pukul sepuluh, kadang malah pukul sembilan. Itu membuat waktu kami untuk bersama menjadi sangat minim, sebab ketika dia melek, saya lebih banyak tidur, dan sebaliknya, ketika saya melek, dia yang sudah tidur.
Selain itu, istri saya sering mengajak saya keluar untuk sarapan. Ajakan yang tentu saja lebih banyak saya tolak, sebab ketika ia mengajak saya keluar itu, saya justru sedang ngantuk-ngantuknya karena baru beberapa jam lalu saya mulai memejamkan mata.
Beruntung istri saya adalah perempuan yang penuh pemakluman, sehingga walaupun berkali-kali saya menolak ajakannya, rumah tangga kami masih tetap baik-baik saja.
Banyak orang yang bilang, bahwa sukses adalah milik mereka yang bangun pagi. Dengan demikian, secara teori, kebiasaan saya bangun siang akan menghambat kesuksesan saya. Pada kenyataannya, konsep “sukses adalah milik mereka yang bangun pagi” itu toh nggak tepat-tepat amat, apalagi di jaman digital seperti sekarang ini.
Mark Zuckerberg, dedengkotnya Facebook itu berkali-kali mengatakan bahwa dirinya sering sekali bangun siang. Warren Buffett yang kekayaannya nagudubilllah setan itu juga mengaku tak pernah punya hasrat untuk bangun lagi. Ia suka sekali bangun siang. Alexis Ohanian, Co-founder Reddit yang juga suami petenis jempolan Serena Williams pun tak jauh berbeda. Ia mengaku hampir setiap hari ia baru bangun tidur ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 siang.
Cerita orang-orang sukses yang sering bangun siang itu pun semakin menguatkan dan meyakinkan saya bahwa kesuksesan memang tak ada korelasinya dengan bangun pagi.
Perkara saya suka bangun siang namun tidak sesukses Mark Zuckerberg atau setajir Warren Buffett, itu soal lain.
BACA JUGA Belajar Bersyukur dari Kisah Tsutomu Yamaguchi atau tulisan Agus Mulyadi lainnya.