MOJOK.CO – Gaya mubalig di Indonesia ketika ceramah agama seperti ada mazhabnya. Mau ikut siapa ini? K.H. Zainuddin MZ atau Aa Gym?
Dia sempat disebut sebagai dai sejuta umat. Namanya tersohor dan kerap menghipnotis banyak jamaah di medio 1990-an.
Ceramah agamanya ada di mana-mana, di televisi dan di radio. Bahkan pada periode itu, ketika sudah masuk bulan Ramadan, suaranya (atau suara rekamannya) akan berkumandang sejak sahur sampai salat tarawih di sound masjid atau di radio angkot.
Suaranya berat, tapi punya intonasi khas dengan penekanan seperti orang membaca sajak gaya lama. Kadang-kadang berima, jenaka, dan kerap diakhir dengan pertanyaan di akhir premisnya… “betul?”
Dia adalah K.H. Zainuddin MZ. Mubalig yang sangat mempengaruhi gaya berceramah mubalig di banyak kampung di Indonesia. Maklum, gaya Zainuddin MZ adalah gaya yang paling melekat. Ditirukan gampang, dan orang-orang cenderung langsung tergerak dengan intonasi khasnya.
Saya bahkan masih ingat salah satu ceramah agamanya yang dikutip salah satu produk komersial, hanya gara-gara intonasinya yang begitu khas…
“Masih banyak saudara-saudara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kalau di bulan ini diberikan keluasan rizki, jangan lupa! Di sana ada hak anak-anak yatim, janda-janda tua, orang-orang jompo yang tidak mampu. Yang hak itu harus kita berikan kepada mereka.”
Gaya khas Zainuddin MZ inilah yang kemudian jadi jawaban saya ketika ada seorang teman bertanya.
“Kok ceramah agama para mubalig itu, terutama kalau khotbah jumat, intonasinya kebanyakan itu-itu mulu ya? Intonasi itu intonasinya siapa sih awalnya? Kok seragam semua?”
Dengan mudah saya jawab, “Ah, itu kan gayanya Zainuddin MZ.”
Gaya Zainuddin MZ ini menjadi gaya default ceramah-ceramah agama di kampung-kampung. Bahkan sejak saya masih mondok sampai sekarang hidup di kampung, gaya intonasi itu kerap masih muncul dari bapak-bapak atau simbah-simbah yang ceramah.
Meski begitu, selain soal intonasi, kadang-kadang gaya khas Zainuddin MZ dikombinasi oleh gaya memotong kalimat di tengah-tengah. Ini khas sekali, ketika ceramah agama tiba-tiba jadi berubah bak acara kuis.
Contohnya seperti ini, “Kita sebagai umat Islam diperintahkan bersabar. Dengan bersabar Allah akan memberikan kita banyak paha… paha…” sambil memberi gestur ke jamaah untuk meneruskannya.
“…la.”
Ini gaya yang juga sangat khas untuk ceramah agama. Gaya yang sebenarnya agak berisiko, terutama kalau pemotongan katanya nggak cukup pas dan menyediakan banyak opsi untuk diteruskan.
Misalnya, “bagi umat beriman, dunia yang fana ini adalah ujian yang sa… yang sa…”
Sa?
“Sa” apaan woy? Sa… kit? Sampah? Sange? Apaaa?
Selain gaya Zainuddin MZ dan gaya potong-potong kalimat, gaya ceramah agama para mubalig juga sempat terpengaruh dengan kepopuleran Aa Gym, terutama di medio akhir 1990-an atau awal-awal 2000-an.
Gaya Aa Gym sangat kontras dengan gaya ceramah Zainuddin MZ. Aa Gym punya ciri sendiri yang cukup asyik untuk ditirukan. Penuturan katanya lembut, ada cengkok-cengkok khas sunda, kadang bisa jenaka, walaupun kalau di akhir ceramah selalu ditutup dengan doa yang sedih-sedih dan penuh haru.
Intonasi gaya ceramah agama Aa Gym yang konsisten—bahkan sampai sekarang, sedikit banyak berpengaruh juga ke mubalig-mubalig dan marbot masjid di kampung-kampung Indonesia.
Gaya ceramah agama dengan intonasi penekanan seperti milik Zainuddin MZ pun akhirnya punya variasi. Nggak melulu bersajak-sajak, tapi bisa dilantunkan dengan cengkok lemah lembut yang mendayu-dayu.
Ciri lain dari ceramah Aa Gym adalah kerap mengakhiri premis dengan kalimat tanya, “Betul tidak?” dengan cengkok khas sundanya.
Gaya dan intonasi ini jadi sangat pas karena Aa Gym sendiri punya gestur dan tatapan mata yang teduh nan lembut. Sangat berkebalikan dengan gaya Zainuddin MZ yang tegas dan lantang.
Setelah era itu, gaya ceramah agama bagi mubalig-mubalig kampung jadi memiliki dua klasifikasi secara intonasi bicara. Secara garis besar untuk anak muda yang lagi belajar ceramah agama di sekolah atau di masjid kampung, dua gaya ini tiba-tiba saja jadi semacam patokan.
Meski setelah era Aa Gym, muncul juga mubalig seperti Ustaz Arifin Ilham, Ustaz Yusuf Manshur, Ustaz Abdul Somad, sampai Ustaz Arifin Hidayat, tapi tak ada yang benar-benar memiliki kekhasan intonasi yang sangat melekat. Apalagi sampai kemudian ditirukan oleh banyak orang.
Mubalig seperti Ustaz Jefri Al Buchori juga pernah muncul dengan gaya yang agak berbeda. Dan harus diakui punya citra yang sangat kuat pada era itu.
Namun kalau saya perhatikan, Ustaz Jefri Al Buchori sebenarnya mengombinasikan gaya ceramah agama yang lugas seperti milik Zainuddin MZ, tapi memakai gestur kelembutan seperti Aa Gym. Mungkin Ustaz Jefri punya prinsip ATM: amati, tiru, modifikasi.
Hasilnya? Sesuatu yang baru dan menyegarkan bagi jamaahnya.
Apalagi Ustaz Jefri sudah cukup terkenal sebagai seorang selebriti, itu juga harus diakui sebagai salah satu daya tarik membludaknya pendengar ceramah ustaz yang sering disapa Uje ini.
BACA JUGA Ulama yang Gagal Mengubah Dunia dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.