MOJOK.CO –Jokowi dipercaya bakal sulit dibendung untuk lanjut dua periode. Benarkah? Oh, bagi kami, Jokowi nggak bakal menang, apalagi kalau ada kejadian berikut ini.
Sepanjang momen kampanye untuk Pemilihan Presiden 2019 nanti, kerap muncul beberapa analisis yang mengklaim bahwa Jokowi sebagai capres cukup sulit dibendung untuk melanjutkan jabatan Presiden dua periode.
Meski Reuni 212 yang (((konon))) dihadiri 8-11 juta kemarin merupakan gambaran betapa banyak pihak yang menginginkan Jokowi diganti, tapi naga-naganya memang sulit menandingi elektabilitas petahana. Bahkan pada bulan Mei 2018 silam, Kepala Suku Mojok sampai berani bikin artikel Hampir Pasti Jokowi Terpilih Lagi Sebagai Presiden Republik Indonesia.
Nggak main-main, bahkan sampai Prabowo Subianto, lawan Jokowi, sudah mengeluarkan komentar bernada pesimis bakalan pensiun kalau Pilpres 2019 nanti kalah (lagi).
“Saya akan bekerja lebih keras. Kalau dipillih, kalau nggak dipilih, saya pensiun, saya naik kuda saja,” ujar Capres Nomor Urut 2 itu saat pertemuan dengan para Pengusaha Tionghoa.
Akan tetapi, nada-nada optimis dari kubu Jokowi tampaknya tidak perlu direspons berlebihan. Toh, mereka juga cuma memprediksi, belum ada yang pasti pada masa depan. Lagian kata-kata yang dipakai nggak jauh-jauh dari; kemungkinan besar, sangat besar peluangnya, berpotensi, dll. Kata-kata yang belum menunjukkan kepastian.
Oleh karena itu Mojok Institute ingin mengulas bahwa ada beberapa faktor yang bisa bikin Jokowi nggak bakal jadi Presiden dua periode jika…
…sistem khilafah berdiri di Indonesia.
Jika khilafah benar-benar berhasil didirikan oleh golongan ProFah (Pro Khilafah) sebelum pencoblosan, maka bisa dipastikan Jokowi bakal gagal melanjutkan kepemimpinan ke periode selanjutnya. Bahkan tidak hanya itu, Fadli Zon sampai Ferdinand Hutahean bakal menyusul Fahri Hamzah yang sudah mengumumkan bakal pensiun sebagai Anggota DPR RI.
Berdirinya Khilafah juga bakal mewujudkan cita-cita sebagian rakyat yang udah gemas-gemas gitu melihat kinerja DPR RI yang buruk tapi minta dimaklumi.
Sebagai sistem yang thogut, demokrasi yang merupakan produk asing-kafir-laknatullah itu bakal dicabut ke akar-akarnya. Nggak bakal ada lagi dema-demo seperti aksi 411 atau 212. Karena sebagaimana demokrasi yang thogut, demo di jalanan juga thogut.
Nggak bakal lagi bisa mengajukan keberatan melalui lembaga hukum kalau mendadak kamu punya ormas lalu dibekukan oleh pemerintahan khilafah. Lha gimana? Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung pun juga thogut. Bahkan tulisan ini pun juga thogut, termasuk mata kamu yang lagi baca ini. Thogut semuwa. Kuapok.
Jokowi nggak bakal jadi Presiden dua periode jika…
…Indonesia kukut bukan pada tahun 2030, tapi tahun 2019.
Prabowo Subianto pernah mengutarakan prediksi yang dinukil dari buku fiksi ilmiah Ghost Fleet bahwa Indonesia bakalan bubar tahun 2030.
Hal ini sempat jadi polemik berkepanjangan itu juga pernah dikomentari Mahfud MD, bahwa bisa saja Indonesia betulan gulung tikar di tahun berapa pun, jika memang ada kondisi-kondisi yang memungkinan negeri ini harus bubar. Bahkan tahun depan pun Indonesia bisa saja bubar. Kayak meteor segede gaban nabrak bumi terus kiamat misalnya.
Nah, dengan kukutnya Indonesia (dan bumi), maka hampir bisa dipastikan Jokowi nggak bakalan jadi Presiden lagi. Itu sudah hukum alam. Sunnatullah. Jadi nggak perlu diperdebatkan lagi.
Jokowi nggak bakal jadi Presiden dua periode jika…
…Lawan Jokowi bukan Prabowo, tapi Dian Sastro
Melihat kualitas kepemimpinan Dian Sastro yang ditunjukkan dalam film AADC saat memimpin geng SMA-nya, sepertinya sulit bagi Jokowi untuk bisa menandingi kecantikan kepiawaan Dian Sastro.
Ha gimana? Cuma sebagai seorang pengurus Mading SMA saja, Dian Sastro sudah begitu tegas, bahkan berani melabarak Nicholas Saputra aka Rangga karena ogah diwawancara, apalagi kalau cuma jadi Presiden.
Jadi pengurus Mading itu susah lho. Harus menyediakan waktu di sela-sela tugas belajar. Belum lagi kalau ternyata nggak ada karya-karya dari teman-teman yang layak dipajang, mesti harus membuat prakarya sendiri. Belum kalau ada lomba Mading antar sekolah se-kecamatan, wah ribet sekali pasti.
Presiden mah mending, digaji memang untuk kerja, lha pengurus Mading SMA? Udah nggak digaji, kalau keliru sedikit kena kritik dari Ketua OSIS. Mana harus mikirin ujian-ujian sekolah lagi. Hm, pekerjaan yang berat.
Akan tetapi, Dian Sastro memang nggak punya jiwa kemaruk ala Jokowi yang ingin nyalon jadi Presiden. Sebagai sosok bersahaja, Dian Sastro memilih jalan pedang dengan menghibur rakyat Indonesia dengan peran-perannya di layar lebar.
Jika saja Dian Sastro kepikiran buat nyalon, sudah pasti beliau bakal unggul jauh dari Jokowi. Apalagi konon fans Dian Sastro lebih garis keras ketimbang fans-nya Habib Rizieq atau Habib Bahar. Tanya aja ke Kepala Suku Mojok kalau nggak percaya.
Jokowi nggak bakal jadi Presiden dua periode jika…
…suara pemilih Prabowo lebih banyak ketimbang Jokowi.
Bagi kamu yang belum tahu, dalam Pemilihan Presiden itu, pemenang ditentukan oleh banyak-banyakan suara pemilih.
Hm, iya saya tahu, informasi ini memang mengejutkan.
Jadi begini, kalau Prabowo punya suara pemilih lebih banyak ketimbang Jokowi, maka dia menang. Sebaliknya juga begitu, kalau Jokowi punya suara pemilih lebih banyak, dia yang bakal menang. Hm, agak rumit dipahami ya? Tapi nggak apa-apa, kamu sebagai rakyat nggak perlu paham-paham banget nggak apa-apa kok.
Nah, milih suara di sini ini caranya dengan datang ke TPS bagi setiap insan Warga Negara Indonesia. Ya kalau kamu orang Republik Kongo, ya maaf, kamu nggak bakal bisa milih di mari. Silakan balik lagi ke Republik Kongo, pilihnya di sana. Tapi ya pilih presidenmu sendiri, jangan pilih presiden Indonesia ya?
Begitu kamu udah sampai ke TPS, kamu bakal disuruh ke bilik suara sambil dibawain kertas. Itu namanya surat suara ya, bukan tisu toilet—jangan buat cebok.
Habis itu, buka suratnya, dibaca dalam hati aja, nggak usah keras-keras, lalu silakan coblos logo KPU salah satu calon presiden di sana. Yang sebelah kiri itu Jokowi sama Ma’ruf Amin yang sebelah kanan itu Prabowo sama Sandiaga Uno.
Nah, orang yang kayak kamu itu dihitung satu. Meski kamu profesor atau tukang becak, ya satu aja. Nggak usah bayar petugas biar kamu bisa nyoblos lagi. Soalnya kalau kamu ketangkep sama petugas, yakin deh orang yang kamu pilih tadi nggak bakal belain kamu. Jadi santai aja. Rileks. Terima aja, meski jagoanmu akhirnya benar-benar kalah. Toh, siapa yang menang siapa yang kalah nggak ngaruh-ngaruh amat sama hidupmu kok.