MOJOK.CO – Kalau harus ikutan acara Hijrah Fest supaya betul-betul dianggap bagian dari orang-orang yang “lebih duluan” berhijrah. Berapa rupiah yang harus saya keluarkan hanya untuk ikut event ini?
Saya tidak membayangkan bagaimana kalau misalnya saya baru memutuskan berhijab beberapa tahun belakangan ini. Kira-kira, berapa banyak biaya yang akan saya keluarkan untuk membeli setelan baju yang syar’i, jilbab yang syar’i, serta printilan lainnya, hanya supaya dianggap telah berada di jalan yang benar dan dapat berada dalam satu lingkaran pertemanan yang sama dengan orang-orang yang “lebih duluan” berhijrah?
Kebetulan, saya besar di lingkungan keluarga yang terbiasa berhijab, juga membiasakan anak perempuannya memakai hijab. Oleh karena itu, saya sudah berhijab sejak SD. Awalnya dimulai di sekolah saja—karena sekolah saya merupakan sekolah beryayasan Islam, jadi jelas para perempuannya memakai kerudung—tapi kemudian karena melihat ibu saya ke mana-mana memakai hijab, saya pun mengikuti jejaknya. Sama sekali tanpa paksaan.
Sejak dulu sampai sekarang pun, untungnya biaya yang saya keluarkan untuk mendukung fashion hijab saya keseharian cukup aman di kantong. Ya, saya pakai bajunya juga gitu-gitu aja, sih. Mentok di kaos, cardigan, dan celana kain gombrong. Jilbab pun palingan pakai segiempat biasa yang you know lah 100 ribu dapat empat.
Oleh karenanya, ketika si gerakan hijrah ini menyeruak dan mulai mengarah pada fenomena fashion muslimah, dengan muncul dengan berbagai brand lokal buatan artisnya, saya jadi cukup gemeter. Gilak, satu pasang baju untuk keseharian bisa dijual dengan “harga segitunya”. Harga baju “segitu”, biasanya hanya sanggup saya beli setahun sekali, itu pun dikasih.
Memperhatikan fashion mereka saja, rasanya saya nggak sanggup. Apalagi, kalau harus ikutan acara Hijrah Fest supaya betul-betul dianggap sebagai bagian dari mereka. Bayangkan, berapa rupiah yang harus saya keluarkan untuk mengikuti event Hijrah Fest ini? Belum lagi tiket PP Jogja-Jakarta, di hari-hari saat tiket kereta maupun pesawat sedang naik 2 kali lipat. Alamak~
Apalagi, di acara Hijrah Fest ini ada sekitar 400-an penyewa tenant yang bakal nawarin berbagai produknya. Nah, kalau diiming-imingi gitu terus saya jadi pengin beli, gimana? Kan bakal nambah pengeluaran lagi. Padahal katanya, nih, orang-orang yang datang ke Hijrah Fest mengenakan pakaian yang kekinian, cantik dan ganteng rapi, syari, dan wangi.
Saya nggak masalah dengan gerakan hijrah-hijrahan ini. Toh, nggak ada yang salah dengan cara seseorang untuk berusaha mendekati Tuhannya. Tentu salah satunya berusaha mendekatkan dirinya melalui ikut tren fashion yang dibilang syar’i. Namun, yang harus diperhitungkan di awal, jangan sampai fenomena-fenomena seperti ini hanya dijadikan sebagai lahan bisnis belaka. Dengan berlomba-lomba mendalilkan produknya sebagai yang paling syar’i, sampai-sampai memberi label halal produk dan jasanya. Laiknya sebuah ceramah yang pernah saya dengar, “Hidup di dunia hanya sementara, Ukhti. Segemerlap dan sehalus apa pun yang kau pakai saat ini, hanya ada satu kain yang membungkus kita semua, kelak ketika meninggal.”
Astagfirullah Ukhty, hijrah fest bukan sekadar soal fashion. Ada banyak ustaz yang datang dan membawa barokah.
Oh iya, ding, lupa. Ada 40 ustaz yang populer di media sosial dan datang dan memberikan pengajian non-stop. Iya juga sih, jarang-jarang loh kita bisa berada di satu tempat dan nontonin mereka maraton tapi secara live. Nggak sekadar di layar aja. Kapan lagi?! Tentu ini sungguh menyenangkan sekali bagi orang-orang yang sedang belajar agama.
Ta… tapi… Kalau besok-besok tiba-tiba ada agama lain bikin acara festival kayak Hijrah Fest gini, jangan dilarang-larang ya. Jangan sampai acara tersebut dipersekusi. Ya, kan katanya kita ini negara dengan semboyan Bhinekka Tunggal Ika. Jadi, nggak ada masalah dong, kalau ada agama lain juga ngadain acara serupa? Ngadain festival beberapa hari dan mengajak orang-orang untuk mengenal agama tersebut dengan lebih cihuy. Di sana kemudian didatangkan para pemuka agama tersebut dari berbagai daerah. Selain itu bakal berjejer stan yang menjual berbagai simbol keagamannya, dan didendangkan musik-musik religinya.
Akan tetapi, harus diingat. Jangan sampai muncul orang-orang yang mendaku dari ormas tertentu dan membubarkan acara keagamaan mereka yang syahdu itu. Oke? Janji, ya?