MOJOK.CO – Ada banyak pembaca Mojok yang ingin naik kelas jadi penulis Mojok. Kami dengan kerendahan hati yang paling tulus, akhirnya mau membagi kiat sukses ini.
Sebagai juru pilih naskah di rubrik esai, saya tahu betul kalau banyak pembaca Mojok rakhimakumullah yang kepingin—sekali aja—tulisannya bisa dimuat di Mojok. Mengubah statusnya sebagai seorang pembaca Mojok, jadi penulis Mojok. Yah, agak naik kelas lah.
Kesimpulan ini bisa lahir karena dalam sehari ada 30-50 naskah masuk (kadang bisa sampai 100-an) di email redaksi. Tiap mengawali pagi, jika orang lain bisa menikmati seruputan kopi, maka saya selalu diteror oleh kiriman naskah yang datang bak tsunami.
Makin parah lagi karena pengaruh social distancing akibat corona, banyak pembaca Mojok yang—mungkin—lagi gabut total di rumah, mendadak jadi pada ngirim tulisan ke Mojok. Wajar kalau makin banyak aja kiriman naskah akhir-akhir ini.
Jadi, kalau kamu merasa senewen karena merasa nggak pernah tembus-tembus juga padahal triliunan kali ngirim naskah ke redaksi Mojok, maka kamu harus tahu kalau dari puluhan sampai ratusan naskah itu, hanya satu aja yang akhirnya dipilih.
Artinya, kamu nggak perlu merasa rendah diri kalau tulisanmu nggak dimuat-muat. Ada banyak orang yang senasib kayak kamu. Santai aja.
Meski begitu, karena gerakan social distancing masih digalakkan sampai sekarang dan makin banyak orang yang ngirim tulisan ke Mojok, saya ingin beberkan sedikit kiat sukses jadi penulis Mojok. Ingat ya, sukses jadi penulis Mojok, bukan menjadi orang sukses karena nulis di Mojok. Itu dua hal yang berbeda soalnya.
Jika media lain mungkin malu-malu untuk membuka kiat sukses macam begini, maka sebagai satu-satunya media majelis ghibah yang cukup sukses di planet ini, kami mau buka-bukaan aja. Ngapain pula ditutup-tutupi, bukan aurat pula ini. Yuk.
Silakan kirim naskah lewat email aja
Oke, oke saya paham. Barangkali kamu merasa kiat sukses yang pertama ini kesannya bercanda, kayak main-main gitu. Tapi, gini ya, saya kasih tahu aja, bahwa pernah ada suatu masa, seseorang—yang entah dapat wangsit dari mana—mengirim naskahnya ke Mojok dalam bentuk fisik.
Tentu saja, seumur-umur saya di Mojok, saya tak pernah kepikiran bakal mendapat naskah dalam bentuk fisik kayak gitu. Beneran dicetak rapi, dibundel manis, lalu dimasukkan ke amplop coklat yang ada tali sepatunya. Dikirim ke alamat kantor Mojok lewat POS.
Ketika menerimanya, saya bahkan jadi terharu….
…terharu kok ya ada orang selownya nggak ketulungan begini.
Maaf sekali ya, Mas, Pak, Mbak, Ibu, atau siapapun yang pernah ngirim naskah model begitu. Kami kebetulan nggak terima jasa ketik ulang dari naskah cetak ke naskah digital. Maap banget lho ini.
Kirim tulisan ke alamat email Mojok aja, jangan ke alamat email media lain juga
Kiat sukses berikutnya terkait soal etika. Ini penyakit yang sebenarnya melanda oleh beberapa penulis yang doyan ngirim naskah ke banyak media massa.
Demi memperbesar peluang naskahnya bisa tembus ke media massa, kadang beberapa penulis suka tebar jala mengirim naskah ke beberapa media dalam satu waktu. Dengan harapan, kalau media satu nggak menerima, barangkali media yang lain tertarik. Gitu.
Misalnya, kamu ngirim naskah ke Mojok, lantas di saat bersamaan kamu juga ngirim ke Jawa Pos atau Kompas pula. Berbarengan. Hm, ini bahaya banget. Soalnya bukan tidak mungkin naskah yang sama akan tayang di dua (atau tiga) media pada tanggal yang sama. Dan hal kayak gitu bikin hubungan antar-media jadi runyam.
Lebih parah lagi kalau kamu kelupaan mengganti kalimat pembuka (dan ini benar-benar pernah kejadian) di badan email karena kebanyakan tebar jala. Kayak gini misalnya:
Kepada Yth.
Redaktur Majalah Liberty
Ngirimnya tapi ke alamat email Mojok. Hadeh.
Jangan kirim surat kaleng
Iya, saya tahu, honor penulis Mojok itu nggak gede-gede banget. Cuma cukup untuk traktir nonton bioskop gebetan selama seminggu berturut-turut plus makan malamnya. Tapi ya nggak perlu sombong amat sampai enggan mencantumkan identitas diri dengan komplit kalau kirim naskah. Apalagi sampai nggak mencantumkan nomor rekening segala.
Kecuali kalau kamu setajir Tommy Soeharto, Bambang Hartono, atau Luhut Binsar Panjaitan.
Jadi Redaktur Mojok
Rahasia kiat sukses berikutnya kalau ingin tulisanmu bisa dimuat ya daftar jadi Redaktur Mojok. Percaya sama saya, kalau kamu udah terdaftar jadi Redaktur Mojok, hampir 100 persen tulisanmu bakal selalu tayang. Saya jamin. Malaikat Roqib dan ‘Atid saksinya.
Rajin menabung dan giat bekerja
Terakhir, kalau kamu rajin menabung, giat bekerja lalu jadi kaya raya kayak trader profesional Binomo yang cuma kerja dari rumah, maka bukan tidak mungkin kamu bisa membeli saham mayoritas Mojok. Dan itu jelas kiat sukses yang sangat manjur. Bahkan jauh lebih sukses dari penulis Mojok kebanyakan.
Nah, dengan kamu mampu membeli Mojok, kamu bisa melantik diri sendiri sebagai Kepala Suku Mojok yang baru, sekaligus—tentu saja—melengserkan Puthut EA dari tampuk kepemimpinannya. Kalau udah begitu, nggak ada alasan lagi tulisanmu nggak bisa dimuat.
Namun, kalau jebul tulisanmu tetep nggak dimuat juga oleh redakturmu, mungkin kamu perlu bertanya ke dirimu sendiri: Jangan-jangan bakatmu emang bukan di nulis, tapi di usaha jual-beli saham.
BACA JUGA Resep Rahasia untuk Menembus MOJOK.CO atau tulisan rubrik POJOKAN lainnya.