MOJOK.CO – Ada 15 plot twists yang terjadi saat timnas Indonesia kalahkan Singapura di Semifinal AFF 2020. Laga yang aneh. Aneh sekali.
“Thank you… thank you.”
Asnawi Mangkualam, kapten timnas Indonesia, menghadap Faris Ramli yang tertegun tak percaya. Tendangan penaltinya di menit ke-90 digagalkan dengan sempurna oleh Nadeo Argawinata, kiper Indonesia.
Jika saja (dengan JIKA yang besar), penalti itu masuk, Singapura akan punya cerita Cinderella. Cerita yang akan jadi bahan perbincangan siang malam oleh legenda Fandi Ahmad bersama kedua anaknya (ada tiga anak Fandi Ahmad yang main untuk timnas Singapura).
Dua anak yang jadi protagonis dan antagonis pada satu pertandingan Semifinal AFF 2020 malam tadi (25/12).
Ikhsan Fandi jadi momok yang mengerikan untuk Elkan Baggott plus harus jadi kiper dadakan di menit ke-120, sedangkan Irfan Fandi menjadi pesakitan karena sikutannya ke Irfan Jaya harus diganjar dengan kartu merah dan membuat Singapura bermain dengan 9 pemain.
Kartu merah inilah yang membuat pertandingan Semifinal AFF 2020 itu punya ledakan adrenalin seperti naik roller coaster. Sama sekali tak tertebak. Penuh dengan plot twists.
Plot twist pertama: Ezra Walian tiba-tiba mencetak gol.
Pemain paling kerap dikeluhkan suporter Indonesia ini mendadak jadi protagonis. Tanpa pergerakan yang berarti, Walian sukses menceploskan bola mudah dari Witan Sulaiman di menit-menit awal, 1-0 untuk Indonesia.
Plot twist kedua: Tekel Irianto tak membuahkan penalti untuk Singapura.
Ini jadi salah satu keputusan wasit Ali Al-Hatmi yang paling disorot di antara keputusan kontroversial yang lain dalam laga Semifinal AFF 2020.
Tekel kotor Rachmat Irianto ketika menjegal Amy Recha di kotak penalti disahkan wasit sebagai tekel yang bersih. Padahal dari tayangan ulang terlihat sekali Irianto mengangkat kakinya kelewat tinggi untuk menjatuhkan Recha.
Sejak itu, tempo permainan Singapura agak kacau. Terutama setelah sebelumnya Safuwan Baharudin mendapat kartu kuning ketika menang duel secara bersih dengan Witan Sulaiman di pertengahan babak pertama.
Plot twist ketiga: Safuwan Baharudin dapat kartu kuning kedua.
Tak begitu jelas apa yang menjadi alasan wasit Ali Al-Hatmi dari Qatar ketika mengeluarkan kartu kuning kedua untuk Safuwan Baharudin. Dari video rekaman pertandingan, Safuwan sempat berkonfrontasi dengan Rizky Ridho tepat di hadapan wasit.
Ali Al-Hatmi memanggil Safuwan, tapi karena masih kesal dengan kartu kuning pertamanya, Safuwan tak menghiraukan wasit. Sayang sekali, Al-Hatmi agak baper malam itu dan langsung mengganjar Safuwan dengan kartu kuning kedua.
Plot twist ketiga: Gol penyama kedudukan dalam posisi pemain Singapura masih tak terima dengan keputusan wasit dan itu terjadi di injury time babak pertama.
Gol dari skema bola mati memang jadi kelemahan Indonesia dari dulu, dan jadi senjata mematikan Singapura dalam gelaran AFF 2020 ini.
Dalam posisi masih geram karena kartu merah Safuwan, gol dari Song Ui-yong seolah menjadi pukulan telak bagi timnas Indonesia. Moral pemain Singapura mendadak bangkit usai kartu merah Safuwan. Apalagi pemain Singapura masih kesal dengan tekel Irianto yang dibiarkan wasit sebelumnya.
Plot twist keempat: Singapura bermain sangat baik saat bermain dengan 10 pemain.
Tak ada skenario dari skuad Shin Tae-yong untuk menghadapi 10 pemain timnas Singapura di Semifinal AFF 2020. Keadaan menang jumlah pemain ini malah membuat pemain timnas Indonesia begitu gugup. Salah passing justru jadi kerap terjadi dan kejar pantat pemain Singapura sering terlihat.
Plot twist kelima: Elkan Baggott masuk ketika Singapura sudah pasti main dengan counter-attack.
Masuknya Faris Ramli dan Ikhsan Fandi yang dikenal begitu cepat, menyambut keputusan Shin Tae-yong memasukkan Elkan Baggott, benar-benar pilihan pintar dari T. Yoshida, pelatih timnas Singapura.
Posisi Baggott memang sengaja diincar. Baggott harus diakui jadi salah satu titik lemah pertahanan Indonesia ketika menghadapi counter cepat pemain-pemain Singapura. Badan bongsor dan pergerakan statis Baggott dieksploitasi habis-habisan oleh Faris Ramli dan Ikhsan Fandi pada babak kedua.
Plot twist keenam: Irfan Fandi dikartu merah langsung.
Elkan Baggott masuk bersamaan dengan Irfan Jaya. Penetrasi pemain PSS Sleman ini sempat manjur karena tusukan dari sayap kirinya sukses memaksa Irfan Fandi harus menjatuhkannya. Dalam posisi akan berhadapan one on one dengan kiper Singapura, sikut Irfan Fandi masuk ke muka Irfan Jaya. Kartu merah pun tak terelakkan lagi.
Singapura main dengan 9 pemain!
Plot twist ketujuh: Mendapat dua kartu merah, timnas Singapura malah main tanpa beban, sebaliknya timnas Indonesia malah semakin gugup.
Hilangnya Ricky Kambuaya yang digantikan Egy Maulana Vikri begitu berpengaruh terhadap sirkulasi bola di lini tengah timnas Indonesia. Pembagi bola dan game maker yang mahir hilang sudah. Tinggal pemain cepat dan jago dribbling semua.
Masuknya Hanis Saghara pun semakin mengacaukan skema timnas Indonesia yang sudah bermain bagus pada babak pertama. Semua pemain Indonesia di depan jadi tipe pelari semua—bahkan termasuk Witan.
Sebaliknya, dengan 9 pemain, timnas Singapura malah bisa bermain sabar, solid, dan disiplin tinggi. Mereka seolah bermain tanpa beban. Mood pemain timnas Indonesia pun makin buruk karena serangan demi serangan menemui jalan buntu.
Plot twist kedelapan: Gol cantik Shahdan Sulaiman yang berpotensi jadi cerita Cinderella untuk timnas Singapura.
Dalam posisi kebingungan karena tak bisa menguasai laga dengan begitu telak, padahal menang dalam hal jumlah pemain (9 vs 11), pemain timnas Indonesia jadi tak sabar. Tekel-tekel keras pun melayang ketika bertahan.
Termasuk yang akhirnya menjadi tendangan bebas Shahdan Sulaiman pada menit ke-74. Tendangan bebas melengkung indah ke pojok kiri atas Nadeo membuat suporter timnas Singapura di Stadion Nasional layak menggila begitu hebat.
Singapura 9 pemain, Buuung! Dan mereka dalam posisi unggul 2-1 melawan 11 pemain timnas Indonesia! Cerita apalagi yang lebih indah dari hal itu?
Plot twist kesembilan: Arhan Pratama cetak gol dalam posisi offside, tapi disahkan wasit.
Ini jadi titik balik timnas Indonesia untuk kembali percaya bahwa mereka bisa lolos ke Final AFF 2020. Gol Arhan pada menit ke-87 menjadi mimpi buruk untuk timnas Singapura. Lebih buruknya lagi, gol itu seharusnya offside dan hakim garis bergeming begitu saja.
Untung saja pemain Singapura tak menyadari itu, jika mereka tahu kalau posisi Arhan offside dan tahu wasit tetap mengesahkan gol itu, mental pemain timnas Singapura akan jauh lebih hancur lagi.
Plot twist kesepuluh: Penalti kontroversial di menit-menit akhir pertandingan.
Pemain Indonesia memang kacau balau pada babak kedua, tapi sebenarnya sosok yang paling buruk bermain malam itu adalah wasit Ali Al-Hatmi. Keputusan-keputusannya sering ngawur. Kepercayaan pemain terhadap wasit ini pun bahkan sudah sampai pada titik terendah. Tidak hanya bagi pemain Singapura, tapi juga bagi pemain Indonesia.
Puncaknya ketika Arhan Pratama sukses menghalau bola di menit ke-88. Sayang sekali, dalam pandangan wasit Ali Al-Hatmi, Arhan dianggap menendang kepala pemain Singapura. Penalti untuk Singapura. Cerita Cinderella untuk Singapura tampaknya akan bersemi kembali dalam laga semifinal AFF 2020 ini.
Plot twist kesebelas: Nadeo sukses gagalkan penalti penentu kelolosan Singapura ke final.
Menit sudah berjalan menuju injury time babak kedua. Baik Faris Ramli maupun Nadeo sama-sama dalam tekanan. Faris menjadi penendang, dan golnya akan membuat namanya diingat dalam sejarah persepakbolaan Singapura.
Sebaliknya bagi Nadeo, dia menjadi palang pintu terakhir atas 10 teman-temannya yang lain. Kalau gagal, ini akan jadi kekalahan memalukan timnas Indonesia di Semifinal AFF 2020 karena takluk atas tim yang hanya bermain dengan 9 pemain.
Ajaibnya, Nadeo berhasil membaca arah tendangan Faris. Bola meluncur tak terlalu kencang dan berhasil ditepis dengan sempurna.
Saking ajaibnya, bahkan Asnawi Mangkualam langsung berterima kasih di hadapan Faris sesaat setelah kegagalan penalti itu.
Plot twist kedua belas: Kiper timnas Singapura, Hassan Sunny justru bermain sangat luar biasa saat Singapura sudah mustahil bisa membalikkan keadaan.
Dalam posisi stamina pemain yang sudah di ujung nafas, wajar kalau pertahanan Singapura dihajar habis-habisan pada extra time. Hanya saja, penyelamatan demi penyelamatan tak henti-hentinya dilakukan oleh kiper timnas Singapura Hassan Sunny.
Bahkan sampai jelang menit-menit akhir, Hassan Sunny menunjukkan kualitas luar biasa seorang kiper. Kegemilangan Hassan Sunny ini bahkan menutup kisah heroik Nadeo ketika menggagalkan tendangan penalti Faris Ramli di injury time babak kedua waktu normal.
Plot twist ketiga belas: Gol bunuh diri Singapura.
Gol bunuh diri Shawal Anuar tak terelakkan lagi. Egy Maulana yang masih punya tenaga begitu besar (karena baru masuk pertengahan babak kedua), menghadapi 9 pemain Singapura yang sudah kepayahan jadi lawan yang tak seimbang.
Plot twist keempat belas: Gol Egy Maulana.
Hilangnya stamina membuat fokus pemain Singapura begitu ambrol. Gol kedua pun datang ketika antisipasi tendangan sudut tak bisa diantisipasi lagi. Skor 4-2, Egy Maulana cetak gol keempat Indonesia.
Plot twist kelima belas: Kartu merah ketiga untuk Singapura dan Ikhsan Fandi jadi kiper!
Tak ada yang menyangka, timnas Singapura masih berniat menyerang pada extra time babak kedua. Kenekatan inilah yang membuat Irfan Jaya begitu leluasa masuk ke sepertiga lapangan timnas Singapura tanpa pengawalan.
Berhadapan satu lawan satu dengan kiper Hassan Sunny, Irfan Jaya pun harus dijatuhkan. Merah lagi. Singapura harus bermain dengan 8 pemain dan–lebih buruknya lagi–jatah pergantian pemain sudah habis.
Cerita ala roller coaster ini diakhiri dengan keberadaan striker Singapura, Ikhsan Fandi, menjadi kiper dadakan. Satu penyelamatan pun sempat dilakukan dan pertandingan berakhir dengan penuh drama.
Drama tangisan haru atas perjuangan luar biasa dari pemain-pemain Singapura, dan drama tangis bahagia bagi pemain Indonesia.
BACA JUGA Yang Mengkhawatirkan dari Timnas Indonesia jelang Lawan Singapura di Leg Kedua dan ESAI lainnya.
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Ahmad Khadafi