Istilah pelakor berakar dari struktur patriarki
Narasi media yang seksis membuat pembaca lupa bahwa setiap orang perlu membaca informasi tentang perselingkuhan tanpa melakukan generalisasi gender. Mengingat, isu ini bisa dilakukan oleh siapapun dan posisi korban perselingkuhan juga bisa ditempati oleh laki-laki atau perempuan.
Melalui konsep Monstrueux atau Monstrous Feminine, seorang filsuf feminis, Julia Kristeva menyampaikan bahwa perempuan kerap ditempatkan dalam posisi yang terkait pada representasi sosial dan simbolik terhadap tubuhnya. Konsep Monstrous Feminine memetakan tentang bagaimana identitas perempuan dalam ruang patriarkal sering menghasilkan pembagian gender yang biner, sehingga memunculkan cara pandang sebagai sesuatu yang ‘lain’ atau ‘mengerikan’ terhadap perempuan.
Pada konteks berita perselingkuhan, kaitan terhadap konsep Kristeva dapat kita lihat melalui interpretasi patriarkal nan seksis yang muncul di media. Meskipun tidak semua berita perselingkuhan melibatkan perempuan sebagai korban atau pelaku, namun narasi yang dibentuk cenderung mencerminkan stereotip dan penilaian negatif terhadap perempuan (sebagai istri atau selingkuhan).
Isu perselingkuhan sering menyoroti peran perempuan selingkuhan atau pelakor sebagai seseorang yang jahat, mengganggu stabilitas rumah tangga yang murni, merusak relasi suci, atau merusak tatanan hubungan heteroseksual yang ada. Kehadiran pandangan ini mencerminkan gagasan Monstrous Feminine dari Kristeva, sebab mengaitkan wujud perempuan dengan kekuatan yang mengancam, menjijikan, menyeramkan, biadab, dan sesuatu yang jahat.
Penting kita ketahui, pandangan-pandangan tersebut merupakan hasil konstruksi sosial yang berakar dalam struktur patriarki. Dengan kata lain, pelakor yang lekat dengan citra buruk bukanlah refleksi atas realitas objektif.
Perselingkuhan bisa dilakukan oleh siapapun – tanpa memandang identitas gender – dan menjadi isu yang tidak boleh dibenarkan, tetapi isu ini juga harus diberitakan dengan narasi yang adil, khususnya yang mampu mewadahi pengalaman perempuan. Sebab cara ini akan membuat banyak berita perselingkuhan dipahami dengan konteks yang lebih luas, juga tidak lagi meletakkan perempuan sebagai orang dengan peran paling negatif dalam isu.
Penulis: Ifah Magfirah
Editor: Kenia Intan