MOJOK.CO – Hanya sebuah kenyamanan yang dirasakan saat menjajal Nissan Terra dari kursi penumpang. Sebuah penyempurnaan kenyamanan dari apa yang diberikan Grand Livina.
Sejak tahun lalu, Nissan sudah berkoar-koar akan menelurkan varian mobil untuk menandingi dominasi Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Fortuner di kelas SUV kelas 2400-2700 cc. Banyak pengamat memprediksi bahwa mobil keluaran terbaru Nissan ini akan mampu mengungguli kedua raksasa itu.
Jelang akhir 2018, yang ditunggu-tunggu itupun tiba: Nissan secara resmi merilis Terra untuk pasar Indonesia. Saya sempat agak lama tak mengikuti perkembangan penjualannya. Lagipula, kemarin-kemarin sepertinya porsi pemberitaan otomotif lebih tersedot pada booming-nya Mitsubishi Xpander.
Tapi, jujur saja, salah satu ambisi terpendam saya adalah nyicip pembuktian sesumbar Nissan itu. Saya bahkan rela hidup prihatin agar bisa menyisihkan uang demi memenuhi ambisi tersebut.
Daaaan, setelah menabung cukup lama, akhirnya dari uang celengan hasil hidup prihatin itu cukup untuk membeli… jajanan sebagai bekal perjalanan saya menemani seorang teman—kita sebut saja dia Anu—yang secara semena-mena meminta ditemani mengetes Terra yang baru dibelinya!
Pucuk dicinta, Anu pun tiba, pikir saya. Tentu tawaran itu saya terima, meskipun dengan ketentuan saya tidak akan menguji kemudinya dengan alasan saya belum pernah mengendarai mobil matic.
Oh ya, layaknya Pajero Sport dan Fortuner, Terra juga menyediakan opsi mode transmisi manual maupun otomatis. Yang dibeli Anu ini adalah tipe 2.5L 4×4 otomatis, yang merupakan varian tertinggi dari Terra seharga 660an juta lebih sedikit. Sebetulnya itulah alasan saya nggak mau nyobain nyetir: harga mobilnya mahal, bro. Bikin jiper. Hihihi~
Adapun rute yang kami tempuh adalah dari kawasan Kenjeran ke Bandara Juanda. Itu adalah rute relatif lurus dari utara ke selatan. Seperti dari Jakarta utara ke selatan dikit. Atau bagi yang masih sulit membayangkan, itu ibarat dari Shanghai utara ke Shanghai selatan, atau Vladivostok utara ke Vladivostok selatan.
Pokoknya, begitulah.
Karena peran saya sebatas penumpang, dengan spesifikasi tugas khusus me-review mutu mobil tersebut dari perspektif seorang penumpang, maka saya pun duduk di baris kedua. Tentu dengan mengabaikan protes keras Anu yang sempat khawatir dikira supir pribadi saya.
Perlu waktu tak kurang dari sepuluh menit bagi saya untuk menghentikan protesnya, dengan meyakinkannya bahwa saya harus duduk di baris kedua agar bisa me-review dengan leluasa. Selain itu, saya katakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena supir pribadi adalah profesi yang mulia sebagaimana profesi halal lain di dunia ini.
Setelah sepuluh menitan yang merepotkan itu, Anu akhirnya terima. Dia bahkan mengusulkan agar saya sekalian duduk di baris ketiga hingga ruang bagasi, agar bisa mereview dari perspektif barang-barang muatan.
Singkat kata, perjalanan pun dimulai.
Anu fokus mengemudi, sementara saya duduk santai di belakang dengan sebelah kaki disilangkan sambil membaca-baca koran lama yang tadi sempat saya comot di rumahnya Anu sebelum berangkat. Tak lupa mengenakan kacamata hitam yang saya pinjam paksa dari Anu sebelum berangkat. Haqqul yaqin jika terlihat dari luar, kesannya pasti saya adalah majikan si Anu. Wkwkwk~
Impresi pertama memasuki kabin penumpang Terra adalah kesan gagahnya yang bukan pura-pura. Bukan hanya mewah, tetapi juga gagah. Bukan cuma lantaran ukuran body-nya yang bongsor atau ruang kabin yang luas, melainkan kesan elegan yang tampak dari interiornya.
Kesan semacam ini pernah saya temukan dari Pajero Sport khususnya yang keluaran lama, tetapi tanpa suara mesin yang berisik. Agaknya, para insinyur Nissan bisa dikatakan berhasil mengatasi persoalan keberisikan khas mobil-mobil besar bermesin diesel. Konon, di Pajero Sport keluaran-keluaran terbaru juga seperti itu. Alhamdulillah jika benar.
Bersama Terra ini juga entah bagaimana ada kesan seakan kita sedang berjalan bersama Keanu Reeves: dia bisa sama siapnya antara berpose sebagai Jonathan Harker yang elegan dan santun, sebagai Jack Traven yang melindungi, bahkan sanggup menjadi John Wick yang garang. Tetapi, di balik semua itu dia tetaplah Reeves yang rendah hati dan budiman idola para pria dan dicintai wanita.
Lha, kok malah jadi review artis, sih?
Ketika bertemu jalan-jalan yang agak berlubang maupun polisi tidur pun, Terra mampu melewatinya dengan lebih halus dibandingkan Fortuner. Bukan hanya saya, Anu pun berpendapat demikian. Menurutnya, tenaga dan bantingan Terra lebih enak ketimbang mobil-mobil selevel yang pernah dipunyainya. Iya, Anu memang sepamer itu.
Untuk fitur entertainment dan trio kenyamanan-keselamatan-keamanan, yang dimiliki Terra tak bisa disebut jelek. Ya iyalah, harganya segitu. Rata-rata fitur dan fasilitas kenyamanan dan entertainment yang tersedia sudah bisa diatur secara elektrik. Mulai dari fitur entertainment layar sentuh, sampai hill decent control yang memungkinkan pengendalian kecepatan secara lebih baik di jalan menurun.
Sayangnya, rute yang kami lewati belum ada jalanan menurun yang cukup tinggi dan tajam untuk menguji itu. Tetapi, menimbang bahwa Grand Livina yang levelnya di bawah Terra saja memiliki sistem pengendalian kecepatan di jalan menurun yang aduhai, maka seyogianya yang ada pada Terra melebihi itu.
Demikian pula lingkar kemudinya yang multifungsi diakui Anu memberinya banyak kemudahan dan keleluasaan, meskipun tentunya perlu waktu untuk beradaptasi. Ukuran bodi yang besar juga tidak menghalanginya bermanuver secara lincah, meskipun tentu tidak selincah mobil-mobil berukuran lebih kecil.
Secara umum, perjalanan uji coba sambil pamer itu berjalan lancar. Tentu dengan menafikan pemeriksaan di sekitar pintu keluar bandara karena Anu sempat dikira sebagai pengemudi online. Mungkin karena kami terlalu menghayati peran masing-masing.
Sebagai penumpang, saya sangat puas. Ternyata Terra memberikan lebih dari yang saya bayangkan.
Untuk ukuran mobil besar, Terra sangat memanjakan penumpang, bahkan untuk ukuran penumpang yang tak neko-neko seperti saya. Itu bukan sekadar bicara soal jok, melainkan juga soal ruang, fasilitas keamanan, hingga antisipasi untuk saya yang hendak tidur selama perjalanan pulang. Hal yang membuat Anu misuh-misuh dan mengancam menurunkan saya.
Kenyamanan yang diberikan Terra seperti sebuah penyempurnaan dari apa yang diberikan Grand Livina. Sesuatu yang entah kenapa belum bisa dihasilkan X Trail, yang sebenarnya memiliki kisaran harga berdempetan dengan Terra.
Ibarat pemain sepakbola, Terra ini adalah wonderkid yang patut diberi kesempatan lebih untuk menunjukkan kualitasnya. Secara umum, Terra sangat layak diperhitungkan dalam persaingan menghadapi Pajero Sport dan Fortuner. Bahkan, dalam beberapa hal, Terra bisa dikata lebih unggul dari keduanya.
Tetapi, agaknya faktor promosi dan kekuatan brand berpengaruh terhadap penjualan mobil ini yang konon belum cukup signifikan. Demikian pula aspek harga jual kembali Terra yang belum teruji karena perilisannya yang relatif baru.
Nah, sampai di sini, saya sering bertanya-tanya: Orang-orang ini sebenarnya beli mobil mahal-mahal tujuannya buat dipakai apa buat dijual lagi, sih?