[MOJOK.CO] – Beberapa aspek Honda Prima menyiratkan bahwa motor ini merupakan motor yang agamis dan penuh faedah.
Dahulu, para nabi atau ulama mengendarai unta atau kuda untuk menyiarkan agama. Bepergian melanglang buana untuk mengajak manusia kembali mengimani Yang Maha Kuasa.
Hari ini, “kendaraan hidup” tersebut telah terkubur dalam lubang waktu. Tidak relevan lagi jika digunakan di medan beraspal. Selain geraknya yang kurang cepat dibanding kendaraan bermotor, takutnya ia juga buang kotoran sembarangan di tengah jalan. Hadeeehh...
Memang, sejatinya manusia selalu mengikuti perkembangan zaman. Memperbarui alat bantu mereka dalam menjalani rutinitasnya. Namun, jangan sekali-kali memperbarui ajaran agama. Takutnya dosa.
Maka dari itu, menjelang akhir zaman, pewaris para nabi (ulama) menggunakan sebuah kendaraan modern untuk berdakwah di jalan-Nya, menyebarkan ajaran dari satu kampung ke kampung lainnya.
Motor yang saya pilih sebagai motornya para dai, ialah Honda Prima. Yang konon masih bersaudara dengan Honda Astrea Grand. Jika dirunut dari silsilah trah Honda Astrea, sih, memang benar adanya. Prima itu sebagai kakaknya Astrea Grand yang lebih dulu berojol di tahun 1988. Begitu pun ia menjadi adiknya Honda Astrea Star.
Penjualannya meledak kala itu. Menjadikan motor ini dikenal sebagai motor sejuta umat. Ya kalau boleh disamakan sih layaknya Toyota Avanza di era milenial.
Bahkan kakek saya yang dikenal sebagai imam masjid di kampungnya, masih menyimpan Honda Prima miliknya hingga hari ini. Dahulu, ia kerap menggunakannya sebagai media silaturahmi dari satu majelis ke majelis lain dan dari satu surau ke surau yang lain.
Walaupun saat ini beliau lebih sering diboncengi oleh paman karena usia yang sudah uzur sehingga lebih baik duduk manis daripada harus berkendara.
Honda Prima memang legenda yang masih banyak dicari hingga detik ini. Dalam forum jual-beli motor di Facebook maupun media sosial lainnya, motor tersebut dipasang dengan harga yang tinggi. Bahkan baru-baru ini telah terjual adeknya Honda Prima, yaitu Honda Astrea Grand lansiran tahun 1991 dengan nominal harga 80 juta rupiah. Namun untuk Honda Prima yang kondisinya masih mulus, berkisar antara 7 hingga 9 juta rupiah saja.
Oke. Jadi pertanyaannya, kenapa saya memilih motor Honda Prima sebagai motor yang pas bagi para pendakwah?
Begini ceritanya. Mari kita simak bodi Honda Prima yang bentuknya sungguh sederhana. Permukaan fairing–nya begitu rata tanpa lekukan yang nir-arti seperti motor-motor keluaran masa kini.
Kebanyakan manusia juga bilang kalau sifat seseorang itu tergantung dari apa yang dia pakai. Nah, Bodinya yang sederhana sangat menggambarkan sifat dasar seorang ulama yang selalu membumi, meskipun memiliki ilmu tinggi.
Rangka belakangnya pun datar, tidak seperti motor lainnya yang rada naik sehingga mengakibatkan posisi duduk boncengers menjadi sedikit nungging. Hal ini pun digadang-gadang selain mengurangi rasa pegal, juga menghindari hal mudarat jika berboncengan dengan yang bukan muhrimnya.
Warnanya pun benar-benar menyiratkan warna yang begitu bermakna. Versi Honda Prima yang kebanyakan keluar berwarna hitam dan putih. Hitam untuk bodi utamanya dan putih untuk fairing depan.
Hitam dan putih itu memiliki sifat yang netral, mampu dipadukan dengan warna apa pun dan mampu meredam warna ngejreng seperti kuning, oranye, dan warna 428e10. Jadi, warna Honda Prima yang seperti itu memiliki arti bahwa seorang pemuka agama mampu berkawan dan ramah dengan siapa pun. Yang juga penting: mampu menahan diri dari gemerlapnya dunia yang fana ini.
Selain warna, ditengah gempuran mesin 2 tak yang sempat menjadi tren kala itu, Honda Prima menawarkan mesin yang sungguh ramah bagi lingkungan maupun tetangga sekitar. Yap! Mesin 4 tak yang tidak menghasilkan asap dan suara cempreng.
Oleh sebab itu, Honda Prima, dengan mengusung mesin 4 tak, ia dapat berjalan dengan tenang tanpa menghasilkan asap yang berbahaya bagi kehidupan, sekaligus tidak mengganggu orang-orang yang sedang terlelap. Karenanya, dalam agama pun kita diajarkan untuk tidak mengganggu orang maupun mengundang keributan.
Nah, yang terakhir, dari segi harafiahnya. Dalam masyarakat Suku Jawa yang tinggal di desa-desa, kebanyakan menyebut “Honda” sebagai metonimia dari kata motor. Selanjutnya, untuk kata Prima, saya harus berpikir lebih keras lagi dengan berfondasikan moto dari Mojok yang bunyinya “sedikit nakal banyak akal” itu.
Maka jadilah sebuah akronim untuk kata Prima, yaitu “Pengantar RIsalah agaMa”. Maka, bila disandingkan akan menjadi Honda Pengantar Risalah Agama. Subhanallah!
Bukti yang terakhir sudah sangat menyiratkan kalau Honda Prima cocok untuk para ulama dan ustaz. Tapi ya, apa pun kendaraannya, yang pasti minumnya harus bensin. Soalnya kalau ngga nanti bisa mogok di perjalanan. Kasian nanti pak ustaz yang sudah pakai sarung harus dorong-dorong motor karena mogok.