MOJOK.CO – Setelah dilakukan penelusuran secara mendalam, kesurupan yang menimpa adik saya ini ternyata bukan tanpa alasan. Penasaran? Silakan baca sampai habis.
Kisah kesurupan ini dimulai ketika saya duduk di bangku SMA pada 2013 lalu. Tepatnya di hari-hari terakhir menjelang momen kelulusan yang dinanti-nanti oleh satu angkatan.
Hidup di negara yang memiliki budaya kental akan hal-hal mistis dan horor memang menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian orang, termasuk saya. Namun, rupanya hal ini nggak membuat saya percaya begitu saja. Alih-alih percaya, untuk mencernanya saja pernah merasa nyaris nggak bisa.
Namun, semuanya berubah setelah adik saya kesurupan….
Mirza, adik saya, adalah seorang pendiam dan kalem. Saat itu, dia sedang menginjak usia SD. Kebiasaannya nggak pernah terlambat salat 5 waktu membuat saya memiliki rasa bangga tersendiri kepada dirinya. Beda sama saya yang juara banget kalau perihal melanggar perintah Tuhan.
Cerita dimulai saat siang hari, tepatnya ketika saya tengah merayakan euforia kelulusan bersama teman-teman satu angkatan dengan bersepeda keliling Jogja. Rasanya bangga juga bisa lulus SMA, meski nilai Matematika saya tak lebih dari angka 5.
“KRINGGG… KRINGGGGG!” (Anggap saja nada dering hape saya seperti ini)
Sebuah notifikasi muncul saya ketika sedang sibuk-sibuknya mengayuh sepeda. Tiba-tiba muncul pesan dari ibu. Beliau meminta saya untuk segera pulang. Saat itu, kata ibu, Mirza sedang demam tinggi dan sama sekali nggak bisa diajak bicara sejak pagi. Tumben, pikir saya saat itu.
Namun, saya nggak ambil pusing karena yang namanya demam mah minum obat sama istirahat juga sembuh. Saya nggak pernah membayangkan kalau demam itu awal dari peristiwa kesurupan yang nggak akan pernah saya lupakan.
Dasarnya saya memang kakak yang kurang ajar. Saat itu saya memilih nggak langsung pulang karena merasa tanggung. Apalagi di situ ada sahabat perempuan yang saat itu diam-diam saya taksir. Semoga adik dan istri saya nggak membaca tulisan saya yang satu ini.
Setelah asyik keliling kota naik sepeda, saya pulang dan sampai rumah pukul 20.00. Saya pulang lebih cepat, bukan karena khawatir sama adik saya. Saya takut kemalaman karena rumah saya jauh dari pusat kota. Dasar kakak nggak perhatian, ya.
Baru saja masuk garasi, dari ruang tengah terdengar heboh-heboh banyak orang. Kaget dong, karena di tempat itu udah ada ibu dan bapak saya, tante dan om saya, sepupu saya, dan adik saya sendiri yang posisinya tidur berada di tengah-tengah mereka. Namanya juga orang kaget, waktu itu saya mengira kalau si Mirza ini udah meninggal. Maafkan kakakmu ini.
Keramaian itu bertambah kacau setelah adik saya meminta kepada bapak dan ibu saya untuk melepaskan baju yang dia pakai. Lha dalaaah, siapa yang nggak bingung coba kalau pulang-pulang dapat suasana seperti ini?
Anehnya lagi, dari yang sebelumnya lemes banget, mendadak si Mirza ini bangun dan minta diantar ke toilet. Momen inilah yang pertama kali membuat saya melihat bahwa dia bukan seperti adik saya yang biasanya. Saat itu pun saya dan seluruh keluarga belum sadar kalau adik saya kesurupan.
Bayangin, dia masuk toilet bukannya langsung mapan di kloset tapi malah ngisi air di bak mandi sampai penuh. Setelah itu, dia jongkok di depan pintu toilet sambil muter-muterin air tersebut.
Nah, yang bikin ngeri ini adalah dia mainin air itu sambil matanya menatap tajam ke arah kami. Tanpa mengucap sepatah, kata tapi malah senyum-senyum sendiri. Padahal sebelumnya, untuk melek aja dia kesusahan banget. Akhirnya, teror di hari pertama kesurupan ini ditutup dengan momen yang sangat epik, di mana adik saya tiba-tiba minta digalikan tanah karena pengin pulang. Udah ngalah-ngalahin drama film horor pokoknya.
“Bapak, ibu, sama semuanya, aku minta maaf kalau selama ini ada salah ya. Maaf juga kalau aku ngerasa rumah ini bukan tempatku, sekarang aku minta bapak buat gali tanah biar aku bisa pulang.”
Jelas aja bapak saya langsung nggak bisa ngomong apa-apa setelah mendengar adik saya bicara begitu. Alih-alih keluar sepatah kata, dia langsung nangis di dekat ibu. Ya sekarang siapa yang nggak sedih kalau lihat anaknya ngomong gitu, kan?
Nah, pada saat inilah kakek saya yakin ada yang “salah” sama adik saya. Kakek saya kayaknya langsung tahu adik saya kesurupan dan kalimat minta digalikan tanah untuk kuburan berasal dari makhluk yang “hinggap” di dalam tubuh adik saya. Tanpa pikir panjang, kakek membentak adik saya kenceng-kenceng.
“Rumangsamu kon ngeduk lemah kui ora kesel po!? Bengi-bengi maneh! Nek arep njaluk bali yo ndang bali, rasah nyusahi wong!”
Intinya, kakek mau ngasih lihat duluan ke makhluk tersebut kalau orang yang dia ajakin nego itu nggak main-main. Perkara mau disahutin kayak apa, katanya yang penting ngegas dulu biar setan penyebab kesurupan itu nggak tuman.
Entah seperti ada kekuatan dari mana, saya sendiri juga nggak habis pikir kok ya bisa-bisanya makhluk itu langsung kicep nggak minta aneh-aneh lagi setelah dibentak sama kakek saya. Memang kekuatan simbah-simbah beriman itu ada-ada aja.
Rentetan peristiwa aneh di hari pertama tersebut saya kira udah selesai dan hilang begitu aja. Ternyata teror kesurupan ini berlanjut di hari selanjutnya.
Keributan tiba-tiba kembali pecah saat masuk waktu Maghrib. Saat itu, adik saya kedapatan eyel-eyelan sama ibu karena nggak mau disuruh salat. Alih-alih menolak pakai alasan halus, dia ini malah mencak-mencak sambil melototin matanya tajam-tajam ke arah ibu saya.
Lagi-lagi sebuah pemandangan yang saya yakin jika itu bukan adik saya lagi. Lha wong biasanya aja dia yang selalu sigap ngajakin jamaah semua anggota keluarga setelah azan berkumandang. Tapi, kali ini, dia tumben-tumbenan bertingkah begini.
Dugaan saya soal kesurupan semakin benar saat adik saya mendadak pingsan setelah ribut sama ibu. Alhasil dia digotong lagi ke ruang tengah, tepatnya di depan TV. Nggak butuh waktu lama, seluruh anggota keluarga saya pun akhirnya satu demi satu berdatangan lagi. Mirip saat teror di hari pertama sebelumnya.
Jam dinding saat itu menunjukkan jarumnya nyaris di angka tujuh, waktu di mana sebentar lagi azan Isya akan berkumandang. Keheningan tiba-tiba terpecah saat adik saya mendadak siuman dari pingsannya setelah lubang hidungnya saya masuk-masukin pakai balsem. Sungguh bukan sebuah cara untuk membangunkan orang pingsan yang layak ditiru.
Setelah sadar dan bisa diajak bicara, adik saya meminta untuk salat karena dia ingat jika sebelumnya belum sempat maghriban. Lega sekali batin saya kala itu.
Namun, setelah dia menyelesaikan tayamum dan hendak takbiratul ikhram untuk yang pertama kalinya, ndilalah TV tabung jadul yang ada di hadapan kami mendadak nyala padahal saat itu kabelnya pun nggak ditancepin. Suasana di dalam rumah semakin kacau setelah kami berusaha mematikan TV itu berkali-kali tapi tetap aja nggak bisa.
Sontak kakek saya mengajak saya keluar rumah karena blio ini merasa ada yang aneh di sekitar rumah. Benar saja, setibanya kami di luar, ada semacam api sebesar bola sepak tengah berputar-putar tepat di atas rumah. Belum sempat masuk lagi ke dalam karena saya masih nemenin kakek baca doa, kondisi semakin geger ketika semua orang berhamburan ke luar rumah.
Tanpa dikasih tahu, saya langsung menyimpulkan jika pasti ada kejadian yang nggak beres di dalam rumah. Hoalaah, ternyata kok ya benar!
Kejadian-kejadian yang kerap saya anggap absurd di film-film horor itu kini saya saksikan sendiri di depan mata kepala. Untuk sekian detik, saya mendapati adik saya terbang di langit-langit rumah dengan kondisi tertidur dan nggak sadar.
Mulai dari sini saya semakin sadar jika makhluk Tuhan yang bernama setan ini memang hobi banget bikin repot. Setelah nyuruh Adam dan Hawa makan buah terlarang, sekarang dengan randomnya bikin anak orang beterbangan. Nggak ada akhlak!
Puncaknya di hari ketiga, ketika teror kesurupan datang bersamaan melalui perantara kombo antara adik dan nenek saya. Setelah lelah dua hari berturut-turut bertarung dengan situasi mencekam, di hari ketiga ini berasa kayak klimaksnya. Kalau orang Jawa bilang sih ini gongnya~
Pada hari ketiga ini, akhirnya ibu dan bapak saya memutuskan untuk mencari pertolongan sama teman kakek yang ngerti sama hal beginian. Singkat cerita, sebut saja Pak Darmaji, yang kami anggap sebagai savior di momen itu datang bersama asistennya.
Apesnya, ketika kami semua tengah melakukan doa bersama untuk melakukan pengusiran setan, tiba-tiba nenek saya berjalan dengan cara yang nggak wajar.
Lha wong biasanya aja dia gagah banget karena masih ke sawah setiap hari, eh kok ya sore itu dia mendatangi ibu saya dengan cara merangkak layaknya bayi. Nggak cukup sampai di situ, setelah sampai di hadapan ibu, rupanya nenek saya ini minta nenen air asi.
Siapa yang nggak bingung coba!? Apalagi saat itu kami juga mendengar jika nenek memanggil ibu saya dengan sebutan “buk’e” sambil ketawa-ketawa kecil persis kayak bayi. Fix, nenek saya ikut kesurupan!
Usut punya usut, rupanya satu dari dua makhluk yang menjadikan adik saya sebagai inang berhasil keluar. Namun, sayangnya, cuma pindah badan ke nenek saya. Kalau diibaratkan orang lagi jatuh cinta, si setan ini galau karena ditolak tapi nggak mau move on sama orang lain. Pokoknya njelehi banget.
Setelah dilakukan penelusuran secara mendalam, kesurupan yang menimpa adik saya ini ternyata bukan tanpa alasan. Kemampuannya berinteraksi dengan sobat-sobat nggak kasat mata ini rupanya diturunkan dari ibu saya sejak bertahun-tahun silam. Naasnya, ibu saya ini juga lupa kalau beliau memiliki kemampuan unik tersebut. Memang, keluarga yang membagongkan.
Untungnya, semenjak kejadian kesurupan tersebut, kini adik saya nggak pernah kumat-kumatan lagi. Tapi kalau ingat momen-momen di mana dia sampai terbang sih rasanya benar-benar pengin saya chokeslam ala Undertaker biar makhluk yang di dalam dirinya ini bikin perhitungan matang-matang sama saya. Hih!
BACA JUGA Doa Bapa Kami, Doa Malam Keluarga Jin: Ketika Tembok Belakang Rumah Memotong Makam Menjadi 2 dan kisah misteri lainnya di rubrik MALAM JUMAT.