Menjadi Grapyak seperti Kepala Hong di Hometown Cha-cha-cha Adalah Modal Hidup Mojok.co
artikel

Menjadi Grapyak seperti Kepala Hong di Hometown Cha-cha-cha Adalah Modal Hidup

Dari Hong Du-shik kita belajar…

Saya bersyukur representasi budaya Korea Selatan di Hometown Cha-cha-cha tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Hong Du Sik atau yang biasa dipanggil dengan Kepala Hong membuktikan bahwa grapyak dan srawung dengan orang-orang sekitar adalah modal hidup yang paling penting.

Saat kecil dulu, saya amat meremehkan budaya grapyak yang sering dipraktikkan oleh ibu saya. Misal hendak pergi ke suatu tempat, Ibu sering kali malah berhenti dan berbincang lama dengan tetangga yang sedang menyapu di depan rumahnya. Belum lagi ketika berbelanja di pasar dan mengobrol lama dengan pedagangnya. Saya sering marah-marah dan mengajak pulang lantaran kebiasaan Ibu yang satu itu. Pun, saya yakin bukan hanya saya saja yang jengkel dengan kebiasaan tersebut.

Melalui Hometown Cha-cha-cha saya jadi sadar kalau grapyak dan srawung merupakan skill yang harus dipunyai semua orang dan bukan hanya ibu-ibu. Lihat saja Mas Hong Du Sik, kalau dia nggak srawung dengan penduduk hingga aparat desa saya yakin hidupnya sebagai pengangguran tidak akan sesukses itu. Lha gimana, tiap hari ada saja yang meminta bantuannya. Entah itu benerin AC, jadi barista, bahkan hingga jadi makelar properti. Semua itu saya yakin tak akan bisa digapai jika dia berkepribadian cuek seperti Mbak Hye Jin一orang kota yang pindahan dari Seoul itu.

Dengan kepribadian grapyak macam Hong Du Sik itu, banyak sekali faedah yang bisa didapatkannya, baik dari segi finansial hingga urusan percintaan. Kalau nggak percaya, baca aja sampai bawah.

Melalui Hometown Cha-cha-cha, saya jadi tersadar bahwa berkat skill srawung-nya Kepala Hong blio berhasil menjadi pengangguran sukses. Saya bukannya membenarkan tren hustle culture seperti yang dibilang Mbak Ajeng di tulisannya. Tapi, ya begitu. Itulah cara bertahan hidup ala Kepala Hong sebab tak punya pekerjaan yang menetap. Dengan gaya hidup Hong Du Sik yang seperti itu, saya yakin moto hidupnya Mas Hong hanya ada satu, “Rejeki wes ono sing ngatur.”

Menjadi pengangguran sukses seperti Hong Du Sik tentu tak bisa dicapai jika hanya klekaran di rumah dan nggak pernah ikut kerja bakti kompleks. Wong yang berprofesi dokter gigi seperti Mbak Hye Jin saja sempat seret pemasukan gara-gara judes sama warga sekitar.

Sebaliknya dengan Kepala Hong, berkat skill grapyak-nya yang luar biasa, saya bahkan bisa bilang bahwa blio tak mencari uang, tapi uang yang mencarinya. Lak wangun, to? Lha wong milih hari libur aja suka-suka dia. Jadi, uang sebenarnya nggak terlalu ada harga dirinya di depan Mas Hong. Dia hanya punya jiwa yang mulia dan suka membantu.

Oleh karena itu, dari drakor ini kita bisa belajar bahwa srawung adalah kunci. Selain kunci menjadi sukses, saya curiga jangan-jangan srawung bahkan bisa jadi kunci masuk surga. Lha, gimana. Saking banyaknya orang yang diakrabi Mas Hong Duk-si saya jadi curiga bukan tidak mungkin dia juga punya orang dalam di surga.

Selain menguntungkan secara finansial, menjadi orang yang grapyak juga bisa menguntungkan dalam hal percintaan. Ya mbok lihat to love language-nya Mas Hong ke Mbak Hye Jin yang bukan main itu. Saya sampai terheran-heran kok ya ada orang yang sudah ganteng dan pangerten sekali seperti Mas Hong.

Bayangkan saja apa jadinya Mbak Hye Jin kalau nggak ada Mas Hong yang memaksanya minta maaf ke warga desa akibat ulah konyolnya di episode dua? Dengan bodohnya Mbak Hye Jin ini menggosipkan salah satu warga di depan mikrofon desa yang sedang menyala. Apa nggak kebangetan? Tapi, lagi-lagi Mas Hong yang pengertian dan penuh inisiatif ini mempunyai segala cara.

Mas Hong menyuruh Mbak Hye Jin mengikuti rapat desa dan meminta maaf secara langsung. Bukan hanya itu, Mas Hong bahkan membelikan pacitan atau jajan-jajan untuk acara rapat warga dengan mengatasnamakan Mbak Hye Jin untuk menarik simpati warga desa. Apa nggak pacar-able banget Mas Hong ini?

Melihat perilaku-perilaku Mas Hong saya jadi curiga jangan-jangan blio ini lahir di Bantul. Atau malah blio ternyata masuk dalam ikatan Pemuda Pelangi Senja yang ada di dusun Bojong Pleret tempat saya KKN. Mas Hong ini juga kalau beneran dari Bantul sudah pasti jadi andalan mbak-mbak KKN untuk dimintai tolong. Aduh, bukankah mas-mas yang bisa disuruh-suruh alias baik hati seperti Mas Hong ini pacar-able banget?

Dengan ini saya ingin berterima kasih kepada Hometown Cha-cha-cha. Drakor ini telah mengingatkan lagi kepada kita betapa pentingnya grapyak dan srawung kepada sekitar. Apalagi sifat-sifat luhur ini ditampilkan oleh tokoh Hong Du Sik yang sangat memesona.

Beruntung drakor ini berlatar tempat di Korea Selatan. Bayangkan saja kalau drakor ini berlatar di Bantul? Saya yakin kalau Mas Hong yang sederhana ini tinggal di Bantul dan ketemu sosok yang sombong dan judes seperti Mbak Hye Jin, blio bakal bilang begini, “Urip rasah serius-serius, sok penting!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *