Yogyakarta punya labirin, namanya Pogung. Kawasan ini sudah jadi urban legend orang-orang di Yogya. Kalau mau uji nyali, disarankan melakukannya malam hari, lebih terasa sesatnya.
Pogung adalah sebuah kawasan di utara Universitas Gadjah Mada. Secara administratif, kawasan ini masuk di wilayah Kapanewon/Kecamatan Mlati, Kalurahan Sinduadi, Kabupaten Sleman. Pogung sendiri terbagi dua kawasan yaitu Pogung Kidul dan Pogung Lor. Di dalamnya masih ada sebutan lagi, Pogung Dalangan, Pogung Baru. Semuanya menyesatkan.
***
Portal di Pogung yang membuat bingung
Memilih jalan pintas akan mempercepat sampai tujuan itu ada benarnya. Tapi memilih Pogung menjadi jalan pintas apalagi di malam hari, saya akan meletakkan pilihan tersebut di nomor paling akhir, ya kalau bisa jangan, deh. Saestu!
Angel (21) punya pengalaman bagaimana ia tersesat di kawasan Pogung. Waktu itu, ia pulang dari rumah temannya, tepat tengah malam. “Kalau siang kan dari Jalan Pandega Marta bisa nembus jalannya langsung kan. Nah ini ternyata nggak. Ada kali muter-muter setengah jam nyari jalan keluar sampai akhirnya ada ojol yang senasib dan aku ngikutin dia dari belakang,” ujarnya.
Angel sempat merasa panik saat itu. Portal-portal yang semula dibuka siang harinya, malam hari seolah membuat jalanan menjadi buntu. “Ya panik sih, takut juga cewek sendirian malem-malem, waktu ngikutin ojol juga sebenernya malu sih tapi yang penting bentukanku bukan kaya mau mbegal. Tapi mungkin juga enggak akan dikira pelaku begal karena aku naik Scoopy dan pakai helm bogo,” katanya.
Okky (23) punya pengalaman serupa di kawasan Pogung. “Waktu itu pulang dari kosan temen abis rapat bareng-bareng temen lain juga sampai subuh waktu itu. Karena kosnya di daerah Pogung Kidul, ada beberapa pintu keluar masuk yang sudah aku hafal,” ceritanya.
Okky pulang melalui jalan yang sama ketika ia datang. Namun, ternyata jalan itu masih ditutup portal. Ia mencoba jalan yang lain, tapi kondisinya sama. Portal masih tertutup.
“Terus iseng aja aku terusin nyari jalan-jalan tembusan biar cepet keluar tapi ya jebul ditutup portal juga, terus juga sengaja nyari jalan tikus di kompleks deket kos tapi malah buntu,” ujarnya.
“Tapi akhirnya setelah setengah jam eksplor Pogung juga, aku bisa keluar juga sih, malah keluarnya jadi di pintu keluar utama yang di Gang Kinanti atau gang samping Pascasarjana UGM,” tambah Okky.
Pilih tak punya teman daripada ke Pogung
Bagi sebagian orang yang pertama kali masuk ke kawasan Pogung, bingung itu pasti. Ada yang berkali-kali datang saja tetap bingung. Bahkan saking jengkelnya, bisa saja membuat seseorang memilih untuk tidak punya teman yang tinggal di Pogung. Itu yang dirasakan Gusti (22) .
“Jujur aja Mbak sejujur-jujurnya, kalau ada temen saya ngajak main di daerah Pogung, langsung saya skip gak mau ikut karena itu tadi, ribet banget naik motor di Pogung apalagi kalo udah di atas jam 21.00. Nggak papa saya nggak punya temen daripada saya keblasuk lagi di Pogung, saestu tenan ki,” jelasnya saat saya ngobrol dengannya di sebuah kafe.
Gusti bercerita pengalaman pertamanya keblasuk di Pogung. Ia yang tinggal di daerah Bantul, sebenarnya jarang bermain di daerah utara, terutama kawasan Pogung. “Pernah waktu itu saya datengin teman saya, kebetulan waktu itu dia tinggalnya di Pogung. Waktu itu saya bener-bener bingung, karena dah malam, ternyata portalnya banyak yang ditutup. Ya saya semacam culture shock, mbak, jujur saja,” jawab Gusti tertawa.
Gusti bercerita, ketika logika dan pikiran buntu. Maka ototnya lah yang akhirnya ia andalkan. “Saking mangkelnya waktu itu aku putuskan untuk ngangkat motorku ngelewatin portal yang ditutup sih Mbak,” jelasnya sambil tertawa.
“Soalnya waktu itu portalnya nggak tinggi dan nggak rendah juga, jadi yaudahlah tak angkat aja motorku,” lanjutnya di sela-sela tawanya. Gusti membandingkan, kampungnya di Bantul punya jalan lebar dan tanpa portal.
Tidak hanya Gusti, narasumber saya yang lain ternyata memiliki keterbalikan dari pada Gusti. Namanya Taufik (30), mahasiswa asal Sulawesi Tenggara ini pernah tinggal di Pogung sekitar tahun 2014 – 2015. Saat itu ia sedang ada penelitian untuk tugas kampusnya di Yogya. Kebetulan mess untuk tinggal berada di kawasan Pogung.
“Ya waktu itu sebenarnya biasa-biasa aja kehidupan di mess saya temen-temen juga, tapi kalau udah keluar mess untuk urusan cari makan dan logistik lainnya, itu beda cerita lagi,”ujarnya sambil menahan tawa.
Waktu itu ia dan temannya pergi keluar cari makan. “Dari mess, kami belok kanan, lalu kiri, lalu kanan kemudian udah tuh sampai di warungnya. Selesai beli, kami langsung pulang. Karena ribet lewat jalan yang tadi, saya ngide dengan logika baru. Dari warungnya, kami lurus terus kemudian belok kiri harusnya sudah sampai di mess,” ujarnya.
Rupanya, logika Taufik tidak ketemu jalan. Mereka justru kesasar. “Jujur saya waktu itu kami bisa saja hampir berkelahi karena cari jalan pulang malah nggak ketemu-ketemu,” ujarnya. Padahal kejadian tersebut terjadi siang hari, tetap saja ia tersesat.
Berbeda dengan Gusti, Natalisa (22) ini sepulang dari kerja memutuskan untuk pulang lewat Pogung karena sekalian nganterin temannya pulang. Tapi naas nasibnya malam itu. Ia terjebak di kawasan itu lebih dari setengah jam.
“Wah itu nganyeli tenan sih, setengah jam muter-muter. Pakai Google Maps juga ga guna. Wes rasane pengen camping ae la ndek Pogung. Kalau enggak rasanya aku pengen jadi Titan aja bisa bisa ngelompatin portal-portalnya,” jawabnya dengan logat khas ngalamnya.
Berbeda dengan Gusti yang akhirnya pakai kekuatan otot, Natalisa akhirnya pakai ilmu ngawurnya. ” Waktu itu mikir aja pake sekenanya dan malah keluarnya waktu itu di ringroad, ga expect sama sekali yang penting aku bisa keluar dari Pogung,” jelasnya.
Zen (24) punya pengalaman horor di Pogung. Ia yang tinggal di kawasan itu, suatu malam cari makan. “Waktu itu jam 01.00 malem aku mau keluar cari makan, waktu itu aku ngelewatin pohon besar gitu, tiba-tiba mataku fokus ke satu titik, ternyata ada putih-putih lagi nongkrong gitu, wah auto merinding sebadan ini terus langsung gas pergi lah,” ujarnya.
Merasa terlanjur sudah lapar, Zen tetap cari makan malam itu. Namun, ia memilih tidak pulang ke kos, tapi menginap di kos temannya.
Tips ketika keblasuk di Pogung
Tidak hanya kisah-kisah keblasuk yang mereka bagikan, tetapi narasumber ini juga membagikan beberapa tips bagaimana cara keluar dari Pogung ketika keblasuk. Jika Gusti memilih untuk mengangkat motornya, tips-tips dari beberapa teman lain masih bisa dibilang nggak ngoyo banget seperti yang dilakukan Gusti.
“Waktu itu sih aku memutuskan untuk ngikutin orang aja dari belakang, feeling-ku dia bakal bisa keluar dari Pogung ini,” ujar Natalisa. Tips ini juga dilakukan oleh Angel yang waktu keblasuk di Pogung dia memutukan untuk mengikuti ojol dari belakang.
Selain itu, ada salah satu tips dari Haryo (24) yang yang sempat lupa jalan pulang menuju kosnya di Pogung. “Waktu itu aku tersesat karena lupa belokannya di mana, tapi kebetulan waktu itu ga sengaja ketemu temenku yang cantik terus aku inget aja gitu belokannya di mana,” ujarnya tersenyum.
“Tapi yang paling utama sih buatku nemu warung makan enak di Pogung juga membantu sih buat inget-inget jalannya,” tambah Haryo.
Selain itu, eksplor Pogung juga bisa jadi tips yang masuk akal jika kamu punya waktu senggang yang lumayan banyak, alias kalau kebasuk, yaudah dinikmati saja, seperti yang dilakukan Okky. Sedangkan Zen juga memberikan tips ini karena kebetulan dia pernah membantu salah satu temannya mencari kos di daerah Pogung.
Angel sendiri juga memberika tips yang paling masuk akal menurut saya ketika sudah memasuki daerah Pogung. “Yang pasti kalau pergi dari atau mau ke Pogung jangan lebih dari jam malamnya, pasti Portal akan ditutupin,” ujarnya. Jam malam di kawasan Pogung, rata-rata pukul 21.00.
Soal Pogung ini juga sempat ramai di twitter. Akun @concubine misalnya bilang, salah kalau ada yang mengatakan bahwa semua jalanan di Yogyakarta itu romantis. Bisa jadi orang itu belum pernah masuk Pogung.
Yang bilang semua jalanan di Jogja itu romantis, suruh lewat pogung☺️ pic.twitter.com/V5cPa29HDI
— vito (@concubine__) March 2, 2021
Orang yang pernah jadi korban tersesati Pogung, Ajeng (24) punya tips ketika masuk Pogung. Pastikan baterai HP full, jadi bisa buka Google Maps. “Iya soalnya dulu waktu keblasuk, baterai HPku habis dan sampai pinjam powerbank sama bapak-bapak di jalan, soalnya waktu itu masih baru-baru mahasiswa, malu mau tanyanya,” ujarnya.
Tips Ajeng ini sebenarnya belum tentu manjur kalau hanya mengandalkan Google Maps. Ini seperti yang dialami oleh Fani (20) dan kekasihnya yang waktu itu order makanan lewat aplikasi. “Waktu itu ojolnya juga udah sampe muter-muter, dari kami berdua juga kasihan, nggak enak sama ojolnya, tapi di sisi lain juga kasihan ojolnya udah muter-muter, sampai akhirnya kami memutuskan untuk ketemu di suatu titik di Pogung,” jelasnya.
Membuktikan teori belok kanan jalan terus di Pogung
Taufik punya teori tersendiri ketika masuk ke kawasan labirin di Pogung. Teorinya adalah belok kanan jalan terus yang akhirnya akan kembali ke titik awal saat masuk Pogung. Beberapa kali dia mempraktikannya pada tahun 2014 – 2015 dan ternyata tips ini selalu membawanya kembali pulang ke mess. Ketika mendengar teori milik Taufik, saya dan teman-teman tertantang untuk membuktikannya.
Pada malam di awal Mei lalu, usai ngobrol dengan Taufik dan teman-teman, kami memutuskan untuk menyesatkan diri di Pogung. Pukul 23.30 saya dan teman-teman berangkat menuju Pogung. Kami masuk lewat kawasan Pogung Dalangan.
Hanya modal yakin dan percaya diri, saya memimpin perjalanan eksplor Pogung, hingga ketika melewati masjid di Pogung Dalangan, kami memasuki gang yang hanya muat satu motor saja. Sampai di ujung, ternyata gang sekecil itu pun juga ada portalnya.
Saya salut sekali dengan tekad warga Pogung untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan ketertiban kawasannya. Untung saja di dekat portal kecil itu ada belokan yang bisa dilewati dan kami sudah masuk ke perkampungan yang saya sendiri juga nggak tahu itu kami ada di sebelah mana.
Setelah beberapa saat berkendara, saya memutuskan untuk mempraktikkan teori dari Taufik. Dari sebuah jalan aspal, kami belok kanan, kemudian belok kanan, belok kanan lagi, dan belok kanan sekali lagi. Tidak disangka-sangka ternyata kami kembali ke titik awal sebelum belok kanan yang pertana.
Saya dan teman-teman sangat takjub bahwa teori ini berhasil kami praktikkan. Karena berhasil dengan teori ini, kami ngide lagi untuk melakukan teori belok kiri. Dimulai dari titik yang berbeda kali ini, kami memutuskan untuk belok kiri memasuki sebuah gang yang waktu itu tidak ada portalnya.
Setelah memasuki gang tersebut, ternyata tidak ada belokan kekiri, melainkan belokan ke kanan karena hanya ada satu jalan itu saja. Akhirnya kami mengikuti jalan yang ada dengan deg-degan, mempertanyakan apakah jalan ini akan membawa kami kembali ke titik awal sebelum belok kiri? Atau malah membawa kami memasuki sisi Pogung yang lainnya?
Kecemasan semakin menjadi-jadi karena kami masih belum menemukan jalan belok ke kiri. Setelah beberapa lama menyusuri jalan, akhirnya kami menemukan belokan ke kiri, kemudian belok ke kiri lagi sampai akhirnya kami bisa kembali ke titik awal. Percobaan kedua dengan teori belok ke kiri ini fifty-fifty keberhasilannya karena di awal kami tidak menemukan belokan ke kiri.
Setelah melakukan beberapa percobaan di atas, kami memutuskan untuk menyudahi eksperimen menyesatkan diri di Pogung ini. Proses pencarian jalan keluar ini juga memakan beberapa waktu karena kami hampir saja bisa keluar tapi ternyata terhalang oleh portal yang ditutup.
Kami jelas nggak mau solusi dari Gusti, ngangkat motor. Kami memutuskan untuk putar balik menyusuri jalan dan kembali ke titik awal. Kapan-kapan mungkin kami harus eksperimen mencoba jalan pintas di Pogung tanpa perlu kembali ke titik awal.
BACA JUGA Ring Road Yogya dan Melarung Kesedihan Lewat Tangisan Sepanjang Jalan dan liputan menarik lainnya.