Profesi Relawan Menyadarkan Saya Pentingnya Kata Selamat Tinggal dan Terima Kasih di Kehidupan yang “Chaos”

Hari-hari menjadi relawan PMI. (Sumber: Dok. Pribadi)

Di tengah terpaan isu minimnya lapangan kerja, Putra (24) bersyukur bisa menjadi relawan di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surabaya. Padahal, sebelumnya ia sempat terpuruk karena gagal menjadi dokter dan masuk Jurusan Keperawatan.

Gagal masuk kedokteran

Tak pernah terbayang dalam pikiran Putra (24) untuk kuliah di Jurusan Keperawatan. Lebih-lebih, karena stigma terhadap laki-laki yang menjadi seorang perawat. Sebagian masyarakat menganggap jurusan ini hanya cocok untuk perempuan karena tugas-tugasnya bersifat keibuan. 

Sementara itu, Putra sebetulnya ingin masuk Jurusan Kedokteran, tapi bisa dibilang ia sudah salah jurusan sejak masuk SMA. Alih-alih masuk kelas golongan IPA, ia malah memilih jurusan IPS. Waktu itu, ia masih tidak tahu bahwa keputusannya itu akan memengaruhi jalan kariernya.

Seiring berjalannya waktu, ternyata keinginannya menjadi dokter terus tumbuh. Namun, karena terhalang jurusan ia pun banting setir ke perawat. 

“Salah satu pilihan agar saya bisa mengabdikan diri di dunia kesehatan yang memegang pasien secara langsung yakni dengan menjadi perawat,” ujar Putra saat dihubungi Mojok, Rabu (16/7/2025).

Putra. MOJOK.CO
Putra (24) menjadi relawan di PMI Kota Surabaya. (Sumber: Dok. Pribadi)

Oleh karena itu, setelah lulus SMA Putra memilih beralih dan memantapkan hati dengan kuliah di Jurusan Keperawatan. Selanjutnya, Putra aktif menjadi relawan di bidang kemanusiaan usai lulus dari program profesi. 

Aktif menjadi relawan PMI Kota Surabaya

Selama menjalani kegiatan sebagai relawan di PMI Kota Surabaya sejak tahun 2019, Putra banyak mengalami kejadian yang mengharukan. Ia pernah menjadi crew ambulance, koordinator forum relawan, dan komandan markas. 

Tapi, salah satu tugas yang bikin Putra nagih adalah saat bekerja sebagai crew ambulance. Di mana ia harus memberikan layanan akibat kecelakaan lalu lintas, kebakaran, darurat medis, dan evakuasi jenazah.

PMI sendiri sudah tergabung dengan Command Center 112 Pemerintah Kota Surabaya. Jasa layanan itu pernah meraih penghargaan sebagai kabupaten/kota dengan layanan call center 112 terbaik di tahun 2023.

Sedangkan, sebagian orang menganggap kegiatan relawan bukan termasuk pekerjaan. Padahal, kata Putra, relawan tetaplah pekerjaan bahkan masih sama mulianya dengan profesi dokter.

“Kegiatan seorang relawan ini sudah seperti pekerjaan ahli, tapi bedanya tidak ada jaminan untuk mendapat upah,” ujar Putra.

Ditolak kerja di banyak instansi

Hanya saja, Putra tetaplah orang yang realistis. Siapa di dunia ini yang tidak butuh uang? Maka dari itu, dengan banyaknya pengalaman sebagai relawan di PMI, Putra mulai melamar pekerjaan resmi. 

Setidaknya, pekerjaan yang masih liner dengan bidangnya di Jurusan Keperawatan yakni menjadi ners. Tentu saja jalannya tak mudah. Putra mengaku banyak tantangan yang harus ia hadapi saat proses melamar kerja.

Sama seperti para pecari kerja pada umumnya, Putra harus menyebar jala ke banyak rumah sakit maupun instansi kesehatan seperti Jasamarga. Meski mendapat banyak penolakan, Putra tak ingin menyerah dengan mencari kerja sesuai bidangnya di Jurusan Keperawatan.

Relawan PMI kerja tak kenal waktu. (Sumber: Dok.Pribadi)

“Dari sekian banyak lamaran yang aku kirim, salah satu rumah sakit swasta di Surabaya memanggilku untuk proses walk in interview. Dan alhamdulillah aku keterima kerja di bagian kamar operasi,” kata Putra.

Bagai kacang tak lupa kulitnya, walaupun ia sudah diterima kerja, Putra tetap menyempatkan waktunya agar aktif di PMI Kota Surabaya sebagai relawan. 

Beratnya menjadi relawan PMI

Putra tak mengelak jika hari-harinya bekerja sekaligus menjadi relawan terasa berat. Ia harus mengesampingkan lelahnya secara fisik maupun mental, menahan terik panas matahari Surabaya yang bikin kepala pusing, hingga kesulitan melakukan mediasi saat terjadi masalah.

Namun, masalah-masalah di atas tak jauh lebih berat ketimbangkan Salah satu masalah terberat yang harus ia hadapi sehari-hari adalah menyampaikan kabar duka kepada keluarga, kala pasien yang ia tangani tak bisa terselamatkan. 

“Bukan mengucapkan katanya yang berat, tapi ketika melihat respon keluarga pasien secara langsung. Rasanya pilu,” kata alumnus Jurusan Keperawatan itu. 

Meski begitu, masih ada hari-hari di mana ia menjumpai banyak kasus-kasus lucu. Tak sedikit pula cerita haru yang membuatnya terenyuh.

“Di balik banyaknya suka duka yang saya alami, mungkin hal paling berkesan adalah saat orang yang kami tolong mengucapkan ‘terima kasih’ dengan tulus. Hal-hal berat yang saya alami baik saat bekerja maupun menjadi relawan rasanya seketika hilang.” kata Putra. 

Jika dulu Putra pernah bersedih karena gagal menjadi dokter dan harus kuliah di Jurusan Keperawatan, kini ia malah bersyukur karena masih bisa membantu orang lain. Setidaknya, ia masih bisa memberikan manfaat untuk orang-orang di sekitarnya.

Penulisan: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Profesi Bidan Membuat Saya Berpikir bahwa Hidup Tidak Adil, tapi Selalu Ada Alasan di Baliknya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version