Seorang bapak mengirim pesan kepada anaknya tentang pentingnya menjaga integritas. Pesan itu diiringi foto Artidjo Alkostar, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikenal sebagai hakim yang menghukum berat koruptor. Sehari kemudian, KPK menangkap bapaknya karena menerima rasuah.
Kepada Mojok, Senin 7 Agustus 2023, narasumber mengakui dengan lapang dada, dirinya adalah anak koruptor. Ia dan keluarganya menerima sebutan itu karena memang bapak yang ia banggakan melakukan korupsi.
***
Kresna—bukan nama sebenarnya—adalah salah satu mahasiswa ilmu politik di sebuah kampus negeri ternama di Indonesia. Menjalani hari sebagai mahasiswa politik membuatnya memiliki idealisme cukup kuat, apalagi ia bercita-cita menjadi politisi.
Di sisi lain, tak banyak teman-temannya tahu bahwa bapak Kresna adalah seorang pejabat publik. Bapaknya menempati posisi cukup penting di negara ini. Kresna memang tak tertarik untuk memamerkannya.
Wajah bapak di televisi dengan rompi oranye karena korupsi
Selasa pertama di Januari 2020 menjadi hari yang tidak akan dilupakan Kresna seumur hidup. Tiba-tiba ia mendapat pesan dari rekan bapaknya, “Kamu yang sabar, ya. Ibu dan adik tolong dikuatkan.”
Kaget dan takut, Kresna pikir pesawat yang bapaknya tumpangi mengalami kecelakaan. Pasalnya, hari itu bapaknya pamit untuk melakukan perjalanan dinas ke luar pulau. Bergegas Kresna menyalakan televisi untuk mencari informasi.
Namun, yang ia dapati malah wajah bapaknya terpampang menggunakan rompi oranye dengan tangan diborgol. Sang Ibu menangis histeris melihat berita itu. “Lalu ibu harus gimana, Kres?” ucap ibunya di sela-sela tangis.
Kresna tak memahami perasaannya, yang jelas ia lega bahwa bapaknya masih hidup. Namun, Kresna cukup bingung karena sehari sebelum penangkapan, bapaknya mengirimi pesan dengan foto Artidjo Alkostar. Dosen, pengacara, Hakim Agung, dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dan meninggal dunia pada 2021.
“Ini Artidjo Alkostar, orang paling jujur dan berintegritas di Indonesia,” ucap bapaknya. Tak hanya itu, bahkan bapaknya berkata bahwa sebuah negara bisa maju apabila tidak ada korupsi di dalamnya. Ingatan itu membuat Kresna marah dan kecewa, mengapa perkataan dan tindakan bapak berbeda?
Bapak mengakui kalau jadi koruptor
Selama tiga hari, Kresna mengurung diri untuk mengumpulkan semua berita tentang bapaknya. Setelah itu, ia mencoba menemui teman-teman bapaknya untuk menanyakan apakah sang bapak memang suka menerima uang panas. Hasilnya, semua rekan bapaknya itu mengatakan hal serupa, bapak Kresna tak suka menerima uang.
Belum puas mendengarnya, Kresna turut mengungkapkan kekecewaannya itu pada orang yang sangat ia percaya, yaitu bapak. Saat berkunjung ke tahanan, Kresna bersikeras menuntut penjelasan.
“Benar nggak kalau bapak menerima duit?”
“Benar, Mas. Itu duitnya udah bapak konversi dari dollar singapura ke rupiah dan sudah ada di rekening.”
Mendengar hal itu, mau tidak mau, Kresna harus menelan pahitnya kenyataan. Bapaknya memang melakukan korupsi, alias menjadi koruptor. Kepada Reporter Mojok, Kresna mengungkapkan perasaannya saat mendengar pengakuan bapaknya tersebut. “Wah, ternyata bapakku bullshit. Secara praktik malah bapakku melakukan,” cetusnya.
Merasa belum puas, Kresna masih mempertanyakan banyak hal pada bapaknya. Dia merasa bukan anak kecil dan bapaknya tak perlu menutupi apapun. Toh, Kresna adalah mahasiswa ilmu politik yang sedikit banyak mengerti tentang kotornya politik praktis. Lagi-lagi, ia menuntut penjelasan mengapa bapaknya sampai berani melakukan korupsi.
“Katanya bapak selalu membantu teman-teman bapak dan nggak pernah mau menerima uang?”
“Mas, bapak itu udah menolak tiga kali, tapi diuber-uber terus.”
“Tapi masak bapak tega menggadaikan martabat keluarga dan nama baik bapak sendiri?”
“Mas, ini tuh bukan lagi urusan bisnis. Ini adalah urusan yang cukup wajar di lembaga seperti ini. Bapak selama ini sudah berusaha tidak curang dalam pekerjaan, semua bapak lakukan dengan harapan sesuatu yang baik itu akan kembali kepada anak-anak bapak.”
Sudut pandang anak koruptor yang menjadi mahasiswa politik
Kresna tak henti berpikir. Pernyataan bapaknya itu cukup mengusik pikirannya. Kejadian tersebut membuat Kresna semakin memahami keras dan culasnya dunia politik. Meski bapaknya terpaksa menerima suap, tapi Kresna tetap tegas mengatakan bahwa hal tersebut salah dan bapaknya memanglah koruptor. “Itu adalah fakta yang tidak akan bisa aku hapuskan sampai kapan pun,” tegasnya.
Sebagai mahasiswa politik, Kresna mencoba mengambil beberapa kesimpulan. Menurutnya, politik tak cocok untuk menjadi ladang mencari nafkah. Bagi Kresna, jika orang ingin berpolitik maka orang tersebut harus siap masuk penjara. Itu karena ia melihat bahwa banyak sekali kejadian di politik praktis yang memaksa seseorang untuk melakukan hal-hal kotor.
Melihat realita ini, semakin lama Kresna semakin mengurungkan cita-citanya yang ingin berpolitik praktis. Di sisi lain, Kresna juga menjadi lebih hati-hati dalam membuat keputusan. Berdasarkan pengamatannya, banyak hal di politik yang bisa dipolitisasi dan berpotensi menjadi bumerang bagi diri sendiri suatu saat.