Kehilangan satu kaki sejak kecil nyatanya tak membuat ruang gerak Jagadesh Dilli (31) menjadi terbatas dan tertatih. Ditopang kaki palsu (kaki prostetik), atlet asal India tersebut telah malang-melintang mengikuti berbagai kejuaraan para-badminton level internasional
***
Ada 24 negara yang mengirim kontingen di ajang Polytron Indonesia Para Badminton International (PIBI) 2025 di Solo. Yakni sebuah kejuaraan para-badminton internasional yang dihelat atas kolaborasi dari Bakti Olahraga Djarum Foundation, Polytron, BWF, dan NPC Indonesia.
Meski tuan rumahnya adalah Indonesia, tapi India menjadi negara pengirim kontingen terbanyak. Ada sekitar 40-an atlet yang bertanding di berbagai kategori dan nomor di PIBI 2025.
Para-Badminton di GOR Manahan: Solo rasa India
GOR Manahan, Solo—tempat kejuaran berlangsung—rasa-rasanya menjadi home base bagi atlet-atlet India. Bagaimana tidak, sejak hari pertama perhelatan (Rabu, 29/10/2025) hingga Jumat, (31/10/2025), amat mudah bersua dengan atlet dan official India di setiap sudut GOR Manahan.
Salah satu yang bisa saya ajak berbincang adalah Jagadesh Dilli. Perawakannya tinggi besar. Hanya saja kalem dan bersahabat. Kesan itu saya tangkap ketika kami bertemu di tribun penonton di hari kedua Polytron Para Badmintion International 2025, Kamis (30/10/2025).
Dilli—panggilan akrabnya—bermain di kategori Standing Lower 3 (SL3). Kategori ini untuk para atlet yang mengalami gangguan pada salah satu atau kedua tungkai bawah dan keseimbangan berjalan/berjalan buruk. Misalnya atlet dengan cerebral palsy, polio bilateral, atau kehilangan kedua kaki di bawah lutut.
Dilli memang bermain dengan satu kaki prostetik. Namun, dalam setiap pertandingan para-badminton—dan bahkan sepanjang hidupnya—ia merasa tak seperti sedang menggunakan “kaki palsu”.
Kehilangan kaki sejak balita, tapi justru gila olahraga
Dilli lahir di Chennai, 8 Februari 1994. Seingatnya, ia memang lahir dengan kondisi kaki kiri bermasalah. Oleh karena itu, mau tidak mau kaki kirinya harus diamputasi saat ia masih berusia 3 tahun.
Orang-orang mungkin mengira hidup Dilli akan terasa serba terbatas. Tapi kekhawatiran itu salah belaka. Sebab, sejak akhirnya mengenal banyak olahraga, ia justru aktif di berbagai cabang.
“Di sekolah dulu selain bermain badminton, saya juga bermain basket dan voli. Saya juga suka berenang,” ujar Dilli dengan senyum hangat. “Di luar olahraga saya bisa memainkan musik.”

Untung dikelilingi orang-orang baik
Ada masanya ketika Dilli merasa insecure. Sebab, ia memiliki kondisi berbeda dengan kerabat dan orang-orang di sekitarnya.
Namun, keluarga dan teman-temannya nyaris tak ada yang memerlakukannya berbeda. Mereka menganggap Dilli sama normalnya dengan orang-orang yang beranggota tubuh utuh.
Itu membuat Dilli tidak merasa berada dalam bayang-bayang keibaan orang lain. Dari situlah kepercayaan dirinya terus tumbuh.
“Keluarga saya malah memperlakukan saya seperti orang normal. Itu membuat saya menjadi merasa normal sepenuhnya. Tidak merasa berbeda,” kata Dilli.

Badminton mengubah hidup
Dari sekian olahraga yang Dilli ikuti sejak kecil, ia lantas menjatuhkan pilihan untuk fokus menekuni bulu tangkis. Ia bergabung dengan Akademi Bulu Tangkis Pullela Gopichand, Hyderabad. Turnamen-turnamen domestik di (India) mulai ia cicil ikuti satu persatu.
Pada akhirnya, bulu tangkis mengubah banyak hal dalam hidup Dilli.
Di masa-masa awal meniti karier sebagai pebulu tangkis profesonal, Dilli mengaku masih nyambi menjadi pekerja swasta.
“Pada 2022 pernah main di Bahrain Intarnational Para Badminton 2022. Lalu dapat medali perak waktu di FOX’S Indonesia Para Badminton International 2022,” beber Dili.
“Pada 2023, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tetap saya sebelumnya. Saya pilih full time jadi atlet para-badminton. Saya merasa jalan hidup saya sepertinya untuk menjadi atlet (Karena sedari kecil sudah menggilai olahraga—terutama untuk tepok bulu),” sambungnya.
Setelah menjadi atlet—dan terus mematangkan diri di klub—Dilli menorehkan banyak prestasi di ajang internasional. Nyaris di setiap kejuaraan internasional Dilli berhasil membawa pulang medali perunggu atau emas (Semua diunggah di akun Instagram miliknya: @jagadeshdilli). Salah satu yang paling baru adalah raihan medali emas di China Para Badminton 2025 pada bulan September lalu.
“Olahraga ini mengajarkan dan memberi saya lebih dari yang saya bayangkan dalam babak hidup saya. Sungguh beruntung dan semoga saya selalu diberkati,” tutur Dilli.
Lihat postingan ini di Instagram
Kaki bantu menerjang “jalan buntu”
Bulu tangkis memang memberi Dilli berkah tak terkira. Sebab, melalui olahraga tersebut, ia—dengan kaki palsunya—bisa melangkah hingga jauh, dari masa kecil yang sesekali dihantui “kebuntuan” perihal jalannya di masa depan sebagai orang dengan anggota tubuh tak utuh.
“Kalau saya renungkan, ternyata saya tidak pernah merasa kesulitan dengan kaki prostetik. Di manapun, kapan pun, semua terasa mudah bagi saya meski beraktivitas dengan kaki palsu,” beber Dilli.

Kaki prosetetik itu tidak sekadar membantu Dilli berjalan dengan dua kaki. Lebih dari itu, ia merasa kaki prostetiknya membuat langkahnya lebih lincah.
“Itulah kenapa saya selalu bawa kaki prostetik pertama saya kala meniti karier menjadi atlet. Saya bawa di setiap turnamen karena menjadi kaki palsu kesayangan,” kata Dilli sembari menunjukkan kaki prostetik pertamanya tersebut yang melekat di kaki kirinya.
Sebenarnya, Dilli juga membawa kaki bantu cadangan. Namun, dia merasa sudah memiliki ikatan emosional dengan kaki prostetiknya tersebut. Sebuah kaki dari titanium berwarna hitam berkelir oranye dengan telapak bawah berwarna putih. Kaki yang mengantar Dilli dari bocah biasa penggila olahraga ke panggung olahraga internasional.
Langkah Dilli memang harus terhenti di hari ketiga PIBI 2025. Ia kalah telak dalam dua sektor pertandingan yang ia ikuti.
Di sektor ganda putra, Dilli yang berpasangan dengan Naveen Sivakumar harus tumbang dari saudara senegaranya sendiri (Pramod Bhagat dan Sukant Kadam). Dilli dan Naveen sebenarnya tampil meyakinkan di set pertama. Namun, mereka dibabat habis di set ketiga dengan skor akhir: 21:12, 12:21, 19:21.
Lalu di sektor tunggal putra, langkah Dilli dihentikan atlet para-badminton dari England, Daniel Bethel, dalam dua set sekaligus: 6:21, 17:21.
“Tapi saya tidak akan berhenti untuk terus melangkah lebih jauh,” tegas Dilli.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Saya Imigran, Muslim, dan Difabel yang Hidup di Negara Diskriminatif. Tapi Allah dan Badminton Menemani Perjalanan Hidup Saya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












