Di tengah gempuran lagu-lagu galau Bernadya, saya memilih menikmati lagu galau lain yang tak kalah nyesek: Cinta Tak Pernah Tepat Waktu – Fabio Asher ft. Aina Abdul. Lagu yang subjektif saya layak viral (juga) karena mewakili perasaan seseorang yang sedang takut untuk mengikat hubungan ke jenjang serius.
***
Mampir di tongkrongan mana pun, berselancar di media sosial apapun, playlist-nya–dalam satu bulan terakhir ini–mesti Bernadya. Terutama untuk lagu Satu Bulan dan Untungnya, Hidup Tetap Berjalan.
Melansir Chart Data, lagu Satu Bulan Bernadya memecahkan rekor Spotify Indonesia dengan memperoleh lebih dari 2 juta streaming harian. Agak mirip dengan fenomena lagu To the Bone – Pamungkas yang sempat menggempur jagad maya dan nyata di era pandemi Covid-19 silam.
Bernadya mewakili mereka yang sedang “patah”
Ketika saya mendengarkan Satu Bulan – Bernadya, duh, lagu ini rasanya memang relate dengan apa yang saya alami sekaligus rasakan. Saya pernah berada di posisi masih tak kunjung move on meski hubungan saya dengan (mantan) pacar sudah berakhir lewat satu bulan. Sementara mantan pacar saya sudah bahagia dengan pacarnya yang baru. Nyesek, pedih, keranta-ranta.
Begitu juga saat mendengarkan Untungnya, Hidup Harus Terus Berjalan. Lagu Bernadya ini seperti mewakili orang-orang seperti saya: berjibaku dengan patah hati, tertatih-tatih untuk sembuh, sampai kemudian bisa benar-benar merelakan setelah menyadari “hal-hal baik yang datangnya belakangan”.
Hal ini juga dirasakan oleh Adel (21) yang kini memasukkan lagu-lagu Bernadya dalam playlist-nya. Menurutnya, vibes galau yang disuguhkan dalam lagu-lagu Bernadya berhasil mencubit hatinya. Sampai-sampai Adel tak melewatkan kesempatan ketika Bernadya manggung di Surabaya belum lama ini.
Ia rela datang jam 11 siang di tengah teriknya Surabaya demi mendapatkan panggung paling depan.
“Emang kalau nonton Bernadya langsung itu rasanya bikin galau brutal,” ujar Adel saat Mojok wawancarai Selasa (3/9/2024) siang WIB.
Bagi Adel, sebetulnya tidak semua lagu Bernadya ini relate di kehidupannya. Khususnya dalam konteks asmara. Hanya Untungnya dan Sialnya saja yang menurutnya masih bisa relate. Karena dua lagu itu sedianya tidak hanya bicara dalam konteks asmara, tapi juga hidup. Bagaimana Adel struggle atas luka-luka batin yang pernah ia alami sebagai manusia.
“Tapi aku ikut ngerasain nyeseknya orang-orang pas denger lagu Bernadya sih. Misalnya temenku, waktu konser di Surabaya itu ia sampai nangis saat denger lagu Kata Mereka Ini Berlebihan,” kata Adel.
Karena lagu itu menggambarkan persis situasi si teman Adel: menceritakan yang baik-baik sang pacar, padahal sikap si pacar sebenarnya kerap membuat hatinya hancur.
Memberi makan batin Gen Z
Satu momen saya sempat berdiskusi dengan salah satu personel band asal Jogja, Olski: Sobeh. Pria 33 tahun itu menjelaskan, lagu menjadi viral itu bukan hanya dinilai dari bagus atau tidaknya.
“Viralnya lagu itu banyak faktornya. Terutama faktor keberuntungan,” ungkap Sobeh saat Mojok hubungi pada Selasa (3/9/2024).
Menurut Sobeh, lagu-lagu melankolis atau bernuansa sedih–khususnya di masa sekarang–cenderung gampang viral. Karena karakter anak muda zaman sekarang memang cenderung melankolis. Sehingga ketika mendengar lagu sedih, hatinya langsung hanyut, langsung menjadikan lagu sedih tersebut (misalnya lagu Benadya) sebagai playlist wajib.
Mangkanya sampai ada gojekan: lagu Bernadya itu jadi viral karena “ngasih makan” batin Gen Z.
Saya, barangkali, memang termasuk salah satu Gen Z ya merasa “dikasih makan” oleh Bernadya tersebut. Namun, di tengah gempuran lagu-lagu melankolis Bernadya, saya masih istikamah mendengar lagu melankolis yang sebenarnya tak kalah nyesek: Cinta Tak Pernah Tepat Waktu. Lagu yang menjadi soundtrack dari film terbaru Hanung Bramantyo “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu” adaptasi novel berjudul sama karya Puthut EA.
Menanti Cinta Tak Pernah Tepat Waktu viral menyusul Bernadya
Lagu Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, seperti juga dalam novelnya, sebenarnya tentang keraguan seseorang saat hendak mengikat hubungan ke jenjang serius.
Saya memang masih “bocil”. Masih 21 tahun. Masih jauh juga untuk menikah. Namun, lagu Cinta Tak Pernah Waktu malah seolah jadi gambaran masa depan saya. Kayanya, atas pengalaman percintaan yang saya alami, kelak saya akan menjadi orang yang sulit kalau diajak ke jenjang pernikahan.
Bukan karena apa-apa. Ada banyak kekurangan dalam diri saya. Ekonomi, paras, dan segala hal dari diri saya yang rasa-rasanya tak ada daya tawarnya untuk seorang perempuan.
Rasa insecure itulah yang membuat saya kerap takut untuk mendekati perempuan (lagi). Begitu juga lah yang beberapa teman saya rasakan ketika memasuki usia pernikahan. Merasa tak siap. Bukan karena tak cinta, tapi lebih karena takut tak bisa menjadi suami yang bertanggung jawab sebaik-baiknya.
Nah, lagu Cinta Tak Pernah Waktu ini sebenarnya juga sangat relate dengan banyak orang. Saya masih optimis lagu ini bakal viral menyusul lagu-lagu Bernadya. Mungkin–dan semoga saja–ledakannya akan terasa saat filmya sudah tayang di bioskop.
Sinyal-sinyalnya pun sebenarnya sudah terbaca. Di TikTok banyak yang menggunakan lagu yang ditulis Melly Goeslaw tersebut sebagai backsound quotes galau. Di kanal YouTube, lagu ini sudah ditonton sebanyak 334 ribu viewers.
Penulis: Muhammad Ridhoi
Editor: Muchamad Aly Reza
Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Kompetisi Kampus Merdeka-Merdeka Belajar Kampus Merdeka (PKKM-MBKM) Unair Surabaya di Mojok periode Juli-September 2024.
BACA JUGA: Siapa yang Menyakitimu, Ber? Jawaban Kenapa Lagu-lagu Bernadya Nyesek Banget
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News