Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Seni

Fenomena Kenabian, Saat Para Politisi Indonesia Mencari Kuasa Melalui ‘Nabi Baru’ yang Bekerja di Balik Layar

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
11 Mei 2024
A A
Fenomena Kenabian, Saat Para Politisi Indonesia Mencari Kuasa Melalui 'Nabi Baru' yang Bekerja di Balik Layar.MOJOK.CO

Ilustrasi Fenomena Kenabian, Saat Para Politisi Indonesia Mencari Kuasa Melalui 'Nabi Baru' yang Bekerja di Balik Layar (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Fenomena kenabian jadi hal yang dimunculkan dalam novel Tangan Kotor di Balik Layar (2024). Fenomena tersebut sekaligus menjadi gambaran bagaimana politik di Indonesia hari ini berjalan.

***

Politisi punya banyak cara buat meraih kekuasaan. Bisa dengan cara memperkuat akomodasi, melalui blusukan, atau minta restu ke tokoh yang dianggap punya pengaruh. Cara terakhir, dalam konteks politik Indonesia, adalah yang paling sering dipakai.

Namun, “tokoh berpengaruh” yang dimaksud tadi tak semata-mata orang yang tajir melintir, punya duit tak berseri. Misalnya pengusaha, miliarder, atau juragan.

Memang, sosok berduit tersebut tetap didekati para politisi jelang tahun politik. Tapi kebanyakan politisi di Indonesia lebih senang datang ke tokoh yang dianggap punya tuah, memiliki magis.

Meminjam teori sosiolog kondang Max Weber, Dosen Sastra Prancis UGM Ari Bagus Panuntun menyebut perilaku tersebut sebagai “fenomena kenabian”. Maksudnya, dalam sistem masyarakat yang masih percaya dengan nilai-nilai irasional, sosok nabi–atau setidaknya orang yang punya sifat kenabian–dianggap menjadi figur paling berperan dalam hal meraih kekuasaan.

“Orang-orang yang dianggap punya tuah, magis, seperti kyai, tokoh agama, dan sejenisnya, selalu menjadi ‘buruan’ politisi. Melalui tuahnya, mereka dianggap mampu memberi jalan kemenangan bagi politisi tersebut,” kata Bagus, saat membedah buku Puthut EA berjudul Tangan Kotor di Balik Layar (2024), di Warung Sastra, Karangwaru, Jogja, Jumat (10/5/2024).

Fenomena Kenabian, Saat Para Politisi Indonesia Mencari Kuasa Melalui 'Nabi Baru' yang Bekerja di Balik Layar.MOJOK.CO
Acara Malam Buku “Tangan Kotor di Balik Layar” berlangsung di Warung Sastra, Karangwaru, Jogja pada Jumat (10/5/2024) (dok. Warung Sastra/Lugas)

Dalam acara bertajuk “Malam Buku” itu, Bagus menilai kalau fenomena kenabian memang masih menyelimuti realitas politik di Indonesia. Pesan inilah yang menurut Bagus ingin disampaikan Kepala Suku Mojok dalam karya terbarunya tersebut.

Pilpres 2024 penuh dengan fenomena kenabian

Buku Tangan Kotor di Balik Layar, yang dibedah oleh Bagus, menceritakan tentang jurnalis muda bernama Hammam yang ditugaskan meliput sebuah padepokan misterius. Padepokan yang dimiliki seorang tokoh bernama Mas Ikhsan itu, selalu ramai didatangi oleh politisi. Terutama oleh politisi yang sedang berebut kuasa di tahun politik.

Rumor beredar kalau Mas Ikhsan punya “sesuatu” yang bisa memberikan kekuasaan pada politisi yang datang. Misteri inilah yang pada akhirnya membawa Hammam ke dalam teka-teki misterius yang melibatkan penguasa dengan padepokan.

Melalui premis tersebut, Bagus menilai bahwa Puthut EA, sang penulis, berusaha menyelipkan fenomena kenabian dalam buku yang ditulis selama 21 hari itu. Misalnya, ini kelihatan dari tokoh seperti Mbah Carik, seorang politisi kondang yang selalu sowan ke Mas Ikhsan karena menganggap pemilik padepokan itu bisa memuluskan jalannya meraih kekuasaan.

Fenomena kenabian, seperti yang dilakukan tokoh bernama Mbah Carik, juga diamini oleh Dosen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Dalam kesempatan yang sama, lelaki yang akrab disapa Uceng ini bahkan menegaskan kalau fenomena kenabian dalam buku itu gamblang terlihat sepanjang Pilpres 2024 kemarin di Indonesia.

Fenomena Kenabian, Saat Para Politisi Indonesia Mencari Kuasa Melalui 'Nabi Baru' yang Bekerja di Balik Layar.,MOJOK.CO
Dosen Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menyebut fenomena kenabian terjadi sepanjang Pilpres 2024 lalu. (dok. Warung Sastra/Lugas)

“Fenomena mendatangi tokoh-tokoh yang dianggap punya sifat kenabian, seperti dalam buku, menjadi hal yang jamak kita jumpai sepanjang pilpres kemarin,” kata Uceng.

“Misalnya, capres A datang ke kyai tertentu, sowan untuk meminta dukungan. Begitu juga dengan capres lain, tak mau kalah mendatangi kyai yang lain berharap tuahnya,” sambungnya.

Iklan

Cara politisi gunakan sisi mistis buat memenangkan kontestasi

Lebih lanjut, Uceng menjelaskan bahwa dalam fenomena kenabian, orang-orang yang mencari kuasa umumnya melakukan dua hal. Pertama, ia akan “mendompleng” mistifikasi seseorang.

Artinya, kalau ada seseorang yang dianggap punya magis, orang-orang bakal datang kepadanya dengan berharap ketularan magisnya.

“Ini ‘kan kelihatan, misalnya, para kyai dianggap punya tuah. Makanya, para capres sampai rebutan siapa dekati kyai siapa karena mereka berharap ketularan magisnya. Mendompleng mistifikasinya,” jelas Uceng.

Sementara yang kedua, orang-orang biasanya bakal memproduksi mistifikasi. Maksunya, orang akan menebar cerita tentang sisi magis seorang politisi sehingga para pemilih yakin bahwa tokoh tadi layak buat dijadikan pemimpin.

“Dalam kisah raja-raja Jawa, mistifikasi diproduksi melalui penggambaran bahwa seorang pemimpin biasanya meraih kekuasaannya melalui hal-hal mistis dan tak masuk akal,” ungkapnya.

“Bahkan, sepanjang Orde Baru pun kita dikasih unjuk bagaimana mistifikasi diproduksi melalui mitos-mitos kesaktian Suharto sehingga dapat meraih kekuasaannya dan bertahan 30 tahun lebih. Fenomena kenabian bekerja selama Orde Baru.”

Pada akhirnya, Uceng sampai pada kesimpulan bahwa di balik kekuasaan terdapat lapisan-lapisan yang tak terungkap. Di balik keberhasilan para politisi meraih kuasa, masih ada orang-orang di belakang layar yang punya andil tak kecil.

“Buku ‘Tangan Kotor di Balik Layar’ ini seolah ingin menyampaikan, bahwa apa yang dikatakan media soal kekuasaan kita, soal politik kita, ternyata masih ada lapisan-lapisan lain di belakangnya. Ada tangan-tangan lain yang lebih punya kuasa.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Gamelan Jogja Dijauhi Anak Muda Daerah Sendiri karena Dianggap Mistis tapi Diminati di 7 Kota Prancis

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 11 Mei 2024 oleh

Tags: bedah bukuBukudiskusi bukufenomena kenabianfenomena kenabian di politik iindonesiapuhut ea
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pesta Literasi Mojok.co
Kilas

Kupas Kreativitas di Era Teknologi, Magdalene.co dan Alitra Gelar Pesta Literasi 5.0

21 November 2025
JILF 2025 Mojok.co
Kilas

JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan

15 November 2025
Fahruddin Faiz: Meniti Jalan Kembali untuk Hidup Seutuhnya
Video

Fahruddin Faiz: Meniti Jalan Kembali untuk Hidup Seutuhnya

25 September 2025
Sweeping buku oleh aparat Jawa Barat: mencekal ilmu pengetahuan, masyarakat tak boleh pintar MOJOK.CO
Ragam

Derita Jadi WNI: Dipaksa Anti-Pengetahuan dan Tak Boleh Pintar, Suka Baca Buku Dianggap “Ancaman”

22 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.