Sapporo Ramen, Kedai Ramen Pertama di Jogja dan Saran Menu dari Pelanggan

Sapporo Ramen diklaim sebagai kedai ramen pertama di Yogyakarta. Kedai ramen ini sempat berpindah-pindah lokasi, namun tetap diburu para pelanggannya.

***

Sabtu (5/2) hujan yang mengguyur Kota Yogyakarta seharian bikin udara jadi dingin. Dalam kondisi seperti ini makan mie dengan kuah yang pedas dan panas tentu pilihan yang tepat.

Seketika melintas di pikiran saya soal kedai Sapporo Ramen. Kedai ramen pertama di Jogja yang pernah diceritakan dosen saya di kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Intan Rawit Sapanti (35), ia mengatakan bahwa semangkuk ramen yang disantapnya kala itu memiliki karakter yang ringan, mie yang istimewa dan daging asap yang spesial. Sejak dari mahasiswa ia berlangganan di kedai tersebut.

Ya, saya mendadak ngidam ramen atau mie kuah Jepang ini. Membayangkannya saja bikin air liur meleleh. Karena penasaran dengan rasa ramen dan sejarahnya, saya langsung tancap gas menuju Sapporo Ramen.

Kedai Sapporo Ramen terletak di Jalan Tonggalan, Pedak, Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Sleman. Letaknya memang jauh dari wilayah kota. Kedai berada di kawasan desa dengan udara sejuk yang dikelilingi area persawahan.

Saya tiba di sana pukul 16.20 WIB. Bentuk kedainya seperti warung makan sederhana pada umumnya. Dari depan tak terlihat pernak-pernik atau aksesoris ala Jepang. Hanya terlihat tulisan irasshaimase yang berarti selamat datang pada pintu masuk.

Saya kemudian melihat menu, harga-harganya tak bikin kantong jebol, berkisar Rp18.000 hingga Rp21.000. Saya memesan Shoyu Ramen: mie ramen dengan kuah shoyu (kecap asin) dengan isian telur, daging asap, sayur hijau dan yakinori (rumput laut kering). Selain itu saya juga memesan simple salad dan teh sencha (teh hijau Jepang). Hidangan datang dan tandas dalam sekejap. kenyang dan kemringet. Untuk menjawab rasa penasaran soal cerita ramen pertama di Jogja, saya  kemudian berbincang dengan pemilik Sapporo Ramen.

Doni Hendarto (49) adalah pemilik kedai Sapporo Ramen yang diklaim sebagai kedai ramen pertama di Jogja. Kami langsung ngobrol perihal bisnis kedai ramennya. “Aku rintis (kedai ramen) sejak tahun 2007 bulan April, Mas,” kata Doni membuka cerita.

Doni Hendarto Sapporo Ramen mojok.co
Doni Hendarto, pemilik Sapporo Ramen (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Pengetahuan Doni soal masakan Jepang diperoleh saat bekerja sebagai juru masak di kedai kuliner Jepang bernama Ramen Shop pada tahun 2000. Lokasi kedai ini berada di Bali, dekat Bandara Ngurah Rai. Beberapa tahun usai menimba ilmu di sana ia memutuskan untuk membuka usaha kedai ramen sendiri.

“Pengin buka warung sendiri. Biar dekat dengan keluarga dan enggak selalu diperintah orang,” ungkap Doni ketika ditanya alasannya membuka kedai ramen sendiri.

Maklum, selama merantau, Doni jarang sekali bertemu keluarga. Susah pulang di hari-hari besar karena tanggung jawab kerja. Karena merasa memiliki kemampuan meracik kuliner Jepang, ia kemudian mantap membuka kedai ramen yang diberi nama Sapporo Ramen.

Tahun 2007 Doni membuka kedai ramennya di Gadingan, Jalan Kaliurang KM 10. Sepengetahuannya, saat itu belum ada kedai ramen yang buka di Yogyakarta. Alasan ini yang membuat Doni yakin untuk mencoba usaha kedai ramen. Tahun 2007 hingga 2010 jadi masa kejayaan Sapporo Ramen.

“Terus terang di tahun 2007-2010 itu sebuah ledakan, lagi ramai-ramainya,” ungkap Doni

Kedai Sapporo Ramen miliknya seraya anak yang harus dirawat, dijaga, agar bisa terus berkembang. Kedai ramennya jadi fenomena baru di Jogja saat itu.

Namun, lokasi Sapporo Ramen saat itu tidak memiliki lahan memiliki lahan parkir yang luas. Atas alasan ini pada tahun 2011 Doni memindahkan lokasi kedainya di Jalan Kaliurang KM 11, tak jauh dari lokasi sebelumnya. Ia kemudian dibantu oleh tiga karyawan. Di waktu yang sama pula, kedai ramen lain mulai bermunculan di Yogyakarta.

Munculnya kompetitor tidak bikin Doni resah. Ia meyakini bahwa rezeki sudah ada yang mengatur, yang perlu dilakukan adalah bekerja sebaik mungkin melayani pelanggan.

Sajian Shoyu Ramen, Teh Sencha, dan Simple Salad (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Kali pertama buka, Sapporo Ramen hanya menyediakan menu varian ramen saja. Seperti Shoyu Ramen, Miso ramen, dan Shio ramen. Namun setelah itu Doni mendapat saran dari pelanggan untuk menambahkan menu Chicken Katsudon.

“Pak buat Chicken Katsudon, dong,” ucap Doni mengulang perkataan pelanggannya.

“Ternyata saran pelanggan saat itu juga laku keras, Mas,” jelas Doni.

Sejak saat itu Doni menambahkan beberapa menu makanan khas Jepang yang lain. Seperti Chicken Katsudon: rice bowl dengan toping ayam dan telur.  “Menerima saran dari pelanggan itu penting. Kalau nggak repot dan bisa membuatnya, itu sangat membantu perkembangan kedai,” terang Doni.

Namun, pandemi Covid-19 kemudian datang, kedai Sapporo Ramen ikut terkena imbas. Doni terpaksa berhenti berdagang karena kedai tak dapat beroperasi dengan optimal. Pembeli menurun secara signifikan.

Masalah lainnya, lokasi tempatnya berjualan memiliki harga sewa yang cukup tinggi. Doni tak sanggup lagi memperpanjang sewa, tiga karyawannya juga berhenti. Lengkap sudah.

Sapporo Ramen di Jalan Tonggalan, Ngemplak, Sleman (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Kondisi ini memaksa Doni memutar otak. Ia lantas menjual rumahnya di Purwomartani, Sleman, untuk keperluan pribadi dan operasional kedai. Kemudian ia mengontrak rumah untuk tempat tinggal sekaligus kedai ramen. Lokasinya kini berada di Jalan Tonggalan, Ngemplak, Sleman.

Memang, kini kedai Sapporo Ramen memiliki kedai yang sederhana. Tetapi menurutnya di lokasi sekarang ada pelanggan yang merasa semakin dekat dan ada yang merasa semakin jauh. “Dekat dan jauhnya jarak itu sesuatu yang lumrah. Biasanya pelanggan yang jaraknya jauh menghubungi lewat ponsel terlebih dahulu. Antisipasi takut kehabisan,” kata Doni.

Doni menambahkan, ia merasa bersyukur tidak kehilangan pelanggan-pelanggannya. Sudah hampir dua tahun ia berdagang di lokasi yang baru. “Aku sangat bersyukur masih bisa bertahan menjual ramen di tengah gempuran pandemi,” ucap Doni.

Ia berharap pandemi segera usai dan bertekad membuka kedai ramen yang lebih baik, supaya pelanggan semakin puas. Doni tak menampik sempat ditawari beberapa orang untuk bekerja sama membuka kedai ramen. Saat ini masih dalam tahap dialog, membicarakan kemungkinan yang lain sebab pandemi belum benar-benar usai.

“Semoga pandemi segera usai, kondisi bisa stabil dan lebih baik,” harapnya.

Reporter: Nikma Al Kafi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Cafe Madtari dan Tumpukan Kenangan yang Tersembunyi di Balik Keju Parut dan  liputan menarik lainnya di Susul.

 

Exit mobile version