Pada masa kejayaannya, Tupperware berhasil membuat emak-emak tergila-gila dengan produknya. Bahkan, mereka merasa begitu ketinggalan saat tidak ikut beli.
Sejarahnya, produsen produk kebutuhan rumah tangga berbahan dasar plastik ini berdiri dan meluncurkan produk pertamanya pada 1946 di Amerika Serikat. Pendirinya adalah Earl Silas Tupper, pebisnis kelahiran 1907 yang memang sejak lama melakukan riset and inovasi untuk menemukan cara menghasilkan barang berbahan plastik yang fleksibel, kuat, tidak berminyak, dan aman.
Temuan Earl itu diberi nama Poly-T dan ia patenkan pada 1938. Baru pascaperang dunia kedua, tepatnya pada 1946, perusahaannya meluncurkan produk penyimpanan makanan dengan nama Wonderliel Bowl dan Bell Tumbler. Momentum kemunculannya bertepatan dengan melesatnya ekonomi pascaperang.
Merek Tupperware pun mulai dikenal. Salah satu keunggulan di saat awal meluncur adalah fitur seal penyekat yang membuat kedap udara.
Pintar membuat emak-emak merasa jadi elite berkat pesta hingga arisan Tupperware
Selain pendekatan dengan menggaet ibu rumah tangga, produk ini pernah tenar dengan caranya promosi lewat Tupperware Party. Berkat cara ini, produk-produknya bisa masuk lebih dalam ke sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Cara pemasaran lewat Tupperware Party di Amerika Serikat diprakarsai oleh Brownie Wise. Perlahan, produk ini menyebar ke berbagai belahan dunia seperti Eropa dan Asia. Hingga, kini kita mengenal Tupperware sebagai produk yang sangat digandrungi ibu-ibu.
Jika di Amerika Tupperware pernah masuk ke sendi kehidupan emak-emak lewat pesta, di Indonesia produk ini masuk lewat arisan. Muti (46), seorang ibu rumah tangga mengungkapkan awalnya tidak tertarik dengan produk ini. Alasannya karena harganya relatif mahal.
“Pikir saya dulu, barang begini saja harganya ratusan ribu. Tapi teman-teman kok pada beli semua, masa nggak beli sama sekali,” ungkapnya.
Selain itu, setiap bulan selalu ada semacam selebaran promo yang tergeletak di kantor kerjanya. Teman kerjanya sebagai guru ternyata ada yang jadi agen Tupperware juga.
Akhirnya, ia yang awalnya tidak ingin sama sekali, memutuskan membeli satu set lengkap mulai dari toples, mangkok, hingga botol. Sebab, temannya saja bahkan ada yang sampai memiliki etalase khusus untuk Tupperware di rumahnya.
“Dulu itu rasanya kalau punya koleksi Tupperware banyak jadi kalangan elite rasanya,” ungkapnya.
Bahkan, ada arisan khusus Tupperware di kalangan teman gurunya. Iuran setiap bulan, kemudian undiannya berhadiah produk-produk Tupperware terbaru. Emak-emak di sekelilingnya begitu antusias mengikuti acara tersebut.
“Tapi saya nggak ikut. Masih bisa menahan untuk nggak ikutan,” kelakarnya.
Baca halaman selanjutnya…
Harga mahal tidak jadi penghalang kesetiaan dengan produknya
Tidak percaya kalau perusahaannya bisa mengalami krisis
Namun, beda dengan seorang emak-emak lain bernama Maria (45). Perempuan asal Jambi ini mengaku penggemar sejati Tupperware sejak terpapar pemasarannya pada 2010-an silam. Botol, berbagai warga dengan ukuran lengkap ia miliki. Begitu pula dengan kotak makan untuk bekal anaknya sekolah.
“Bahkan masih ada yang tersimpan di gudang dalam kardus belum terbuka sejak awal beli,” katanya.
Menurutnya, emak-emak agak galak mewanti-wanti pada anaknya untuk menjaga botol atau kotak makan bermerek itu karena harganya mehong alias mahal.
Pada April 2023 silam, harga saham Tupperware di Amerika sempat mengalami penurunan yang drastis hingga 50% meski kini sudah berangsur membaik. Saat saya beritahu soal itu, Maria agak ragu dan tidak percaya. Ia yakin produk ini akan senantiasa eksis seperti garansi seumur hidupnya.
“Agak sedih, masalahnya kan garansi seumur hidup. Tapi nggak bakal tutup sih kayanya, soalnya kan ada di seluruh dunia,” katanya sedikit polos.
Maria mengaku suka Tupperware tidak semata karena nilai prestisnya. Melainkan, ia percaya kualitasnya yang tahan lama. Plus, tawaran garansi seumur hidup yang menurutnya menjanjikan.
Kendati begitu, tak memungkiri bahwa faktor lingkungan jadi salah satu alasan pemicu ia sempat memborong banyak produk tersebut. Dulu, saat anaknya bersekolah di sebuah yayasan yang cukup elite di daerahnya, hampir semua emak-emak membekali anaknya dengan botol dan wadah makanan bermerek Tupperware.
Beralih ke emak-emak generasi yang lebih muda yang masih kepala tiga, Intan, mengaku pernah mencoba membeli produk Tupperware. Namun, menurutnya di era sekarang sudah lebih banyak pilihan produk murah yang kualitasnya tidak kalah.
“Soalnya skrg udah banyak tempat makan yg harganya lebih murah daripada Tupperware dan lebih beragam model warnanya. Tupperware itu mahal tapi harus diakui bahannya bagus, jadi awet. Aku punya juga tapi nggak tertarik untuk koleksi,” kata Intan.
Tak bisa dimungkiri, bahwa produk asal Amerika Serikat ini telah jadi bagian penting dalam dinamika emak-emak di Indonesia. Jadi memori bagi anak mereka yang merupakan generasi milenial dan Z yang kini sudah beranjak dewasa.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Krisis Tupperware Membuat Emak-emak Khawatir, Stok Botol Baru Masih Banyak di Gudang
Ikuti berita terbaru dari Mojok di Google News