Saat pindah ke Jogja, saya agak kaget dengan banyaknya penjual bakwan kawi. Nyaris di setiap sudut Jogja selalu ada penjual kuliner khas Malang, Jawa Timur tersebut.
Namun yang membuat saya heran, dari obrolan dengan beberapa penjual yang pernah saya temui di Jogja, ternyata mereka bukan berasal dari Kota Arema. Mayoritas berasal dari Jogja sendiri, lebih banyak dari Wonosari. Juragan mereka pun bukan dari Malang, tapi orang asli Jogja.
Saya tentu tambah penasaran, apa yang membedakan antara yang khas Malang dan yang bukan?
Misteri asal-usul bakwan kawi
Rasa penasaran itu membawa saya untuk menelusuri data-data ilmiah. Barangkali ada riset atau jurnal kuliner yang membahas tentang bakwan kawi. Sayangnya tak satu pun saya temukan.
Alhasil, saya langsung mengajak berbincang Vianto (32), akademisi Jogja yang pernah menempuh pendidikan selama enam tahun di kota yang bernama lain Ngalam tersebut.
Vianto menyebut, ia juga belum pernah menemukan data-data historis mengenai bakwan kawi Malang. Hanya saja, ia punya dugaan terkait penamaan kuliner khas Malang itu.
“Curigaku, antara dulu orang yang jualan itu berasal dari Jalan Kawi (Malang) atau dari orang-orang yang tinggal di sekitaran Gunung Kawi,” tutur Vianto saat Mojok temui, Selasa (2/7/2024) sore WIB di Sleman, Jogja.
Cuma memang ada perbedaan yang cukup kentara antara bakwan kawi yang khas Malang dengan yang dijual di Jogja. Tentu selain bahwa penjual yang di Jogja bukan orang Malang asli.
“Kalau yang benar-benar khas Malang, itu ya bakso. Cuma dalam versi lebih simpel,” terang Vianto.
Bakwan kawi yang tidak khas Malang isiannya sederhana
Dulu saat masih di Surabaya (kurang lebih tujuh tahunan), saya terbilang sering beli bakwan kawi khas Malang. Karena dulu di jam-jam 9 malam biasanya ada tukang bakwan kawi yang mangkal di depan kos.
Anak-anak kos atau tetangga kos biasanya akan mengantre untuk membeli. Kalau sedang kemecer, saya pun biasanya ikut beli juga.
Saat menginap di rumah teman di Jombang, saya juga beberapa kali membeli kuliner khas Malang itu yang penjualnya kerap mangkal di dekat rumah teman saya tersebut.
Nah, dari pengalaman makan kuliner khas Malang di Jawa Timur itu, saya mencatat dua hal. Pertama, penjualnya asli Malang. Kedua, bakwan kawi itu ya bakso. Cuma versi lebih mini saja. Karena harganya pun murah, mulai dari Rp5 ribuan.
Dalam semangkuk bakwan yang saya beli, isinya ada pangsit goreng, tahu, pentol, lengkap dengan mie dan bihun. Sementara kalau yang saya temui di Jogja, menu utamanya justru ada di pangsit. Pentol hanya pelengkap.
Selain itu juga tidak dilengkapi dengan mie atau bihun. Jadi langsung diguyur kuah+saus, kecap, sambal. Sedangkan harganya sama saja, yakni mulai di angka Rp5 ribuan.
Pengakuan dari penjual yang bukan dari Malang
Selasa (2/7/2024) sore itu, sebelum akhirnya menemui Vianto, saya sempat mampir di gerobak bakwan kawi di Sinduharjo, Ngaglik, Sleman. Saya memesan satu porsi yang Ferdi jual dengan harga Rp5 ribu.
“Bakwan itu memang kuliner asli Malang, Mas,” ujar si penjual bernama Ferdi (24) menjawab pertanyaan saya: sebenarnya bakwan kawi itu kuliner khas mana?
“Cuma kalau di Malang itu kan bakso. Kalau yang dijual di Jogja itu ya seperti ini. Isiannya nggak selengkap bakso,” sambung pemuda asal Wonosari tersebut.
Meski tahu bahwa bakwan kawi berasal dari Malang, Ferdi sendiri tak tahu persis kenapa kemudian di Jogja kuliner tersebut lebih identik dengan Wonosari. Ia juga tak begitu tahu kenapa kemudian kuliner yang kalau di Jawa Timur modelnya mirip bakso tapi di Wonosari justru menjadi lebih simpel.
Hanya memang, sepengetahuan Ferdi, beberapa juragan generasi awal di Wonosari dulunya adalah para perantau. Ada yang merantau ke Jawa Timur, ada juga yang ke Jawa Barat. Nah, setelah kembali ke Wonosari, lalu lahirlah sebuah bisnis kuliner tersebut.
“Jualan bakwan kawi sekarang kayak jadi mata pencaharian utama laki-laki di Wonosari,” beber Ferdi sembari tersenyum.
Pemuda ramah tersebut lantas bercerita panjang lebar perihal seluk-beluk penjual kuliner itu dari Wonosari. Cerita-cerita dari Ferdi tersebut akan saya tulis dalam liputan berbeda.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.