Cerita Mahasiswa Muslim Tinggal di Kos Penjual Masakan Babi di Mrican Jogja, Nyaman tapi Overthinking saat Ibu Kos Bagi-bagi Makanan

Cerita unik tinggal di kos penjual masakan babi di Mrican, Caturtunggal, Jogja MOJOK.CO

Ilustrasi - Cerita unik tinggal di kos penjual masakan babi di Mrican, Caturtunggal, Jogja. (Mojok.co)

Mahasiswa muslim di Jogja berbagi cerita bagaimana rasanya bertahun-tahun tinggal di sebuah kos penjual masakan babi di Mrican, Caturtunggal. Kos yang membuat overthinking sekaligus mengajari toleransi.

***

Jumat, (6/9/2024) saya melangkahkan kaki ke sebuah kos di daerah Mrican, Caturtunggal, Jogja. Sebuah kos dengan kisah-kisah unik para penghuninya. Tidak hanya sebagai tempat beristirahat, kos ini juga menjadi warung masakan daging babi.

Yang menarik di kos Mrican, Jogja, ini, ada mahasiswa muslim yang harus struggle karena hari-hari bersinggungan dengan masakan babi. Masakan yang dalam keyakinan agama Islam dicap haram dan najis.

“Surga tersembunyi” di Mrican Jogja 

Kiki Sofia Rista (21), menghuni kos penjual masakan babi di Mrican, Jogja, itu sejak 2022. Ia mendapat informasi dari sang kakak yang sudah lebih dulu ngekos di situ.

Kiki mantap saja memilih kos tersebut terutama karena memang mematok harga murah ketimbang kos-kos lain di sekitarnya. Kiki hanya perlu membayar Rp4 juta pertahun. Artinya, sewa perbulannya Rp300 ribu. Terbilang murah di tengah harga-harga kos Jogja yang rata-rata Rp500 ribu ke atas.

Meski tahu bahwa pemilik kos di Mrican, Jogja, itu juga menjual masakan babi, Kiki tak terlalu menganggapnya masalah. Sebab, seperti yang sudah ia dengar dari sang kakak, lingkungan di sana menyenangkan. Begitu pun yang ia rasakan setelah ngekos di sana hingga sekarang.

“Bahkan aku denger dari ibu laundry di sekitar situ, kosku itu kayak surga tersembunyi. Lokasinya rindang, lingkungannya ramah,” ungkap Kiki dengan wajah berseri.

Ilustrasi – Cerita unik tinggal di kos penjual masakan babi di Mrican, Caturtunggal, Jogja. (Lina Sunarni/Mojok.co)

Ibu kos suka berbagi makanan, tapi bikin overthinking

Seturut keterangan Kiki, ibu kosnya di Mrican, Jogja, itu sangat baik. Meski memang cenderung agak sulit untuk memulai pembicaraan.

Lebih dari itu, kata Kiki, ibu kosnya tersebut kerap bagi-bagi makanan gratis ke anak-anak kos. Terutama saat ia sedang punya hajatan. Bagian inilah yang membuat Kiki sering kali overthinking setiap menerima masakan pemberian dari si ibu kos.

“Dulu pernah dikasih makanan roti, daging, sama ibu kos. Pas udah selesai makan terus pada overthinking semua yang muslim, apakah yang kami makan itu babi atau nggak ya? Soalnya kan kami nggak tahu rasa dan tekstur daging babi itu gimana,” jelas mahasiswa semester 7 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) di Universitas Sanata Dharma itu.

Tapi jika mengingat kebaikan ibu kos, Kiki husnuzon saja. Rasa-rasanya ibu kosnya nggak mungkin “tega” membagi masakan babi pada anak-anak kos yang muslim. Toh kalau misalnya ternyata yang Kiki makan adalah babi, ya semoga Tuhan maklum. Kan ia tidak tahu.

Baca halaman selanjutnya…

Tinggal di kos penjual masakan babi ternyata sangat nyaman

Rasa nyaman di kos penjual masakan babi

Terlepas dari problem overthinking di atas, selebihnya Kiki mengaku nyaman-nyaman saja tinggal di kos penjual masakan babi di Mrican, Jogja, tersebut. Ia sudah tiga tahun tinggal di sana dan belum ada niatan untuk pindah.

“Biasa aja, sih (nggak ada yang ganggu). Kadang ada aroma masakan (babi) masuk ke kamar. Bikin laper sih emang hehe. Tapi itu kan nggak lantas bikin aku tergoda buat makan babi. Selain itu nggak ada yang ganggu,” ujar Kiki disertai tawa kecil.

Tiga tahun tinggal di kos penjual masakan babi di Mrican, jogja, Kiki mengaku tidak khawatir jika barang miliknya tercampur dengan barang-barang yang dipakai untuk masak atau makan babi.

Kiki memang jarang menggunakan dapur kos. Urusan makan, ia lebih sering makan di luar atau pesan online.

“Kami punya alat makan sendiri-sendiri. Jadi, nggak perlu takut campur aduk,” jelasnya.

Atas kenyamanan-kenyamanan yang ia dapat di kos Mrican, Jogja, itu, Kiki berencana untuk tetap tinggal di sana sampai lulus kuliah. Bahkan mungkin lebih lama jika ia bekerja di Jogja.

“Udah nyaman di sini. Kosnya bersih, tetangga kos juga enak. Jadi, nggak ada alasan buat pindah,” ujarnya mantap.

Toleransi jadi kunci di kos penjual masakan babi Mrican Jogja

Toleransi memang jadi kunci utama di kos Mrican, Jogja, ini. Begitu kata Margaret (21), mahasiswa PBSI beragama Katolik yang juga tinggal di kos penjual masakan babi tersebut.

Tinggal di kos tersebut memberi pengalaman berharga bagi Margaret. Sebab, ia bisa belajar tentang keberagaman dan bagaimana menghargai orang lain yang mungkin tidak bisa mengonsumsi babi.

“Buat saya, ini kesempatan buat belajar toleransi, karena nggak semua orang bisa makan daging babi. Kita bisa lebih menghargai perbedaan,” ungkapnya saat saya temui di waktu yang sama dengan momen bertemu Kiki.

Meski ada perbedaan preferensi makanan, Margaret menegaskan bahwa hubungan antar penghuni kos–yang berbeda agama–berjalan normal dan bahkan cenderung harmonis. Semua orang di kos ini tahu cara saling menghargai.

“Yang makan daging babi nggak bakal makan di depan yang nggak makan babi. Begitu juga sebaliknya. Jadi, semuanya saling menghormati,” tutup Margaret.

Menjelang Magrib, obrolan kami berakhir. Lokasi kos dan warung masakan babi letaknya memang bersebelahan. Keluar dari kos, beberapa orang tampak tengah makan di warung masakan babi tersebut.

Dari anak-anak kos, saya tahu kalau yang stay di warung adalah pegawai-pegawai ibu kos. Hal itu membuat saya urung untuk mewawancara ibu kos pemilik warung masakan babi itu. Mungkin lain waktu saya akan berbincang secara khusus dengannya. Semoga.

Penulis: Lina Sunarni
Editor: Muchamad Aly Reza

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Magang Jurnalistik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode September 2024.

BACA JUGA: 5 Jenis Kos di Jogja dari yang Spesifikasi Pesantren hingga Penuh Kebebasan

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

 

 

Exit mobile version