Tak Mudah Jadi Orang dengan KTP Malang, Susah Payah Berbuat Baik tapi Sia-sia karena Cap Aremania

Nelangsa orang dengan KTP Malang, susah payah perbaiki citra malah rusak oleh suporter Arema FC: Aremania MOJOK.CO

Ilustrasi - Nelangsa orang dengan KTP Malang, susah payah perbaiki citra malah rusak oleh suporter Arema FC: Aremania. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Malang kerap disebut-sebut sebagai tempat ideal untuk hidup melambat dan menghabiskan sisa hidup. Kota ini, konon, menjanjikan suasana yang nyaman dan tenang. Namun, ulah oknum Aremania—suporter Arema FC—membuat orang dengan KTP Malang jadi serba salah saat di luar daerah.

***

1 Oktober 2022 menjadi awal yang mengubah cara pandang sebagian orang terhadap KTP Malang. Sebanyak 135 nyawa melayang dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan—yang kemudian lebih dikenal dengan Tragedi Kanjuruhan.

Bari api penyulut emosi terpercik akibat Arema FC tumbang 2-3 dari tamu sekaligus rivalnya, Persebaya Surabaya. Para suporter (termasuk Aremania) merangsek masuk ke dalam lapangan yang akhirnya memicu bentrok dengan aparat hingga berjatuhan ratusan korban jiwa.

Kalau lawan Arema mending kalah daripada menang

Peristiwa kelam itu masih membekas. Bekasnya bahkan terasa masih sangat basah. Tapi Malang masih sama beringasnya.

Pada Minggu (11/5/2025), Stadion Kanjuruhan kembali menjadi saksi beringasnya suporter tuan rumah. Arema FC kalah 0-3 dari Persik Kediri. Lalu yang terjadi adalah perusakan bus tim Persik oleh oknum Aremania.

Di media sosial X, banyak orang mengutuk keras ulah oknum suporter itu. Terlebih kepada Arema FC dan Malang yang dianggap tidak pernah belajar dari 135 nyawa yang melayang sia-sia.

Wis nek main ndek Malang, mending kalah wae (Sudah kalau main di Malang mending kalah saja.” Begitu bunyi sarkasme warganet untuk menyikapi ketidakdewasaan suporter saat tim dukungannya kalah.

Amarah atas ketidakdewasaan oknum Aremania

“Malang memang primitif.”

“Kapan orang Malang bisa dewasa?”

“Di Malang itu kalah artinya harus mengancam nyawa ya?”

“Malang lebih layak mendapat julukan Mexico.”

Begitulah yang Alvin (27) terima dari teman-temannya di Surabaya usai insiden perusakan bus Persik ramai di media sosial.

Ujaran-ujaran serupa sebenarnya sudah Alvin terima sejak pertama kali ke Surabaya untuk kuliah. Saat mengaku KTP asli Malang, teman-temannya yang asli Surabaya sontak mengeluarkan pisuhan. Seperti “Arema FC jan***” dan sejenisnya.

Hanya saja, waktu itu, dia memahami kalau seperti itulah cara temannya mencoba akrab. Toh memang temannya selalu menjelaskan kalau ucapan itu keluar dalam konteks bercanda.

Tapi Tragedi Kanjuruhan mengubahnya. Di story WhatsApp, Instagram, hingga X, dia melihat betul amarah terhadap ketidakdewasaan Aremania, selain amarah pada aparat kepolisian.

Ujaran “Arema FC jan***” pun terdengar sangat serius. Tidak lagi terdengar sebagai cara mengakrabkan diri sebagaimana saat pertama kali Alvin ke Surabaya.

Baca halama selanjutnya…

Susah payah memperbaiki citra tapi berujung sia-sia

Susah payah memperbaiki citra buruk KTP Malang

“Pasca tragedi, banyak suporter sepakat damai. Jangan ada lagi permusuhan. Itu sebenarnya terjadi juga di Surabaya. Misalnya, dulu kalau ada kendaraan plat N, beberapa orang Surabaya, terutama Bonek, pasti sinis banget. Tapi waktu itu nggak lagi,” tutur Alvin, Selasa (13/5/2025) pagi WIB.

Itulah momen bagi Alvin untuk mengubah citra buruk orang dengan KTP Malang. Pasalnya, kerusuhan yang dipicu oleh oknum Aremania berimbas pada orang Malang secara keseluruhan.

Aremania atau bukan, kalau KTP-mu Malang, maka sama saja. Alhasil, orang seperti Alvin yang sedianya tidak suka sepakbola, malah kena imbasnya. Ikut kena cap buruk.

“Caranya, intinya nunjukin rispek besar lah pada orang lain. Aku beberapa kali nobar di warkop (Surabaya) kalau ada derby Arema FC vs Persebaya. Ya sama temen-temen Bonek. Apapun hasilnya, aku salamin temen-temen Bonek, sebagai bentuk rispek,” jelas Alvin.

Sialnya, lanjut Alvin, masih banyak oknum Aremania yang tidak belajar dari Tragedi Kanjuruhan hingga terjadi insiden perusakan bus Persik. Dan entah kapan akan belajar.

Punya KTP Malang memanag berat

Hingga kini berusia 30 tahun, Rudian tidak pernah sekalipun nonton Arema FC langsung di stadion. Dia enggan mendukung kontestan Liga 1 tersebut.

“Sudah dari dulu, Aremania identik dengan onar. Sejak kecil ibuku melarang aku ikut-ikut jadi suporter (Aremania) meskipun aku lahir di sini,” ujarnya yang dari lahir hingga sekarang tinggal di Malang.

“Aku lebih suka liga-liga Eropa. Kalau Timnas memang masih nonton, kalau klub lokal nggak,” katanya.

Entah kenapa Rudian tidak pernah bisa bangga dengan klub sepakbola asal kotanya. Ini bukan soal prestasi, tapi soal identitas yang dikenal publik: bahwa Malang bukan tempat aman untuk main bola.

Kata Rudian, berat jadi orang dengan KTP Malang. Usai insiden perusakan bus Persik, sasaran amuk warganet tidak semata-mata tertuju pada oknum Aremania. Tapi general kepada Malang.

Hal itu, bagi Rudian, sangat mengganggu mental. Pasalnya, tidak semua orang KTP Malang suka sepakbola atau pendukung Arema FC. Tapi semua kena getahnya.

“Malang adalah aib sepakbola Indoensia.”

“Malang tidak pernah belajar.”

“Suka bolak-balik kata (bahasa walikan) dikira keren, padahal dobol.” Begitu amuk warganet di media sosial.

“Bahkan ada juga, entah bercanda atau nggak, yang nulis ‘Mulai sekarang boikot bakso/bakwan Malang’. Padahal nggak ada hubungannya dengan Arema FC atau Aremania,” imbuh Rudian.

Berharap dukungan malah…

Kekecewaan atas insiden tersebut juga disampaikan oleh General Manager (GM) Arema FC, Yusrinal Fitriandi.

Yusrinal menyebut, sudah tiga tahun pihaknya berusaha mempertahankan eksistensi klub. Bersungguh-sungguh untuk kembali ke rumah sendiri. Oleh karena itu, dia berharap ketika Arema FC sudah bisa kembali bermain di Stadion Kanjuruhan, dukungan sebaik-baiknya lah yang bakal Arema FC dapat.

“Kami terasa sudah berdarah darah, sekuat daya dan upaya kami lakukan, namun hasilnya seakan-akan kita tidak dihormati di sini,” ujar Yusrinal dalam keterangan tertulisnya.

“Kami mengingatkan suporter itu pendukung. Tiga tahun mereka tidak dapat memberi dukungan ke Arema FC. Begitu kita pulang, alih-alih dukungan yang didapat tapi justru tuntutan kesempurnaan yang berlebihan harus dituruti,” imbuhnya.

Kenapa Arema FC selalu disalahkan?

Lebih lanjut, Yusrinal meminta pihak keamanan melakukan evaluasi atas standar pengamanan pertandingan.

“Laga kemarin itu level renpam high risk match, dan Arema FC sudah penuhi semuanya. Kami prihatin kejadian pelemparan bus Persik terjadi di area zona 4 di luar area stadion yang menjadi konsen pihak keamanan,” ungkap Yusrinal.

“Manajemen selalu jadi bahan cercaan, seolah pelaku utamanya pelemparan bus, entah itu oknum atau seseorang atau kelompok yang merasa bahwa perilakunya tidak salah,” sambungnya.

Yusrinal mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas insiden pelemparan bus Persik Kediri. Sekaligus menuntut agar semua pihak melakukan introspeksi. Seiring itu, pihaknya mempertimbankan Arema FC akan meninggalkan Malang (tidak bermain di Stadion Kanjuruhan) di sisa kompetisi Liga 1.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Malang Kucecwara: Kehormatan Arema FC dan Aremania yang Kini Sirna atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

 

Exit mobile version