Cari kerja di Jakarta tidak pernah mudah. Meski lowongan kerja muncul sana-sini, persaingan masuknya amat sulit. Hal tersebut turut dirasakan salah seorang lulusan PTN di Jogja. Nekat mengadu nasib ke ibu kota pada tahun lalu, sampai sekarang ia masih menganggur. Total ada lebih dari 250 lamaran kerja ia sebar, tapi hasilnya masih nihil.
***
Bagi Rudi* (27), cari kerja di Jakarta adalah opsi terbaik yang bisa dia ambil. Iming-iming gaji besar tentu menjadi salah satu motivasinya.
“Soalnya kalau bertahan di kampung, nggak bisa makan. Lanjut kerja di Jogja pasca kuliah pun nggak memungkinkan, UMR kecil,” kata lelaki asal Banyumas, Jawa Tengah tersebut, Kamis (18/7/2024).
Menurut Rudi, hampir semua pemuda di kampungnya merantau ke kota. Beberapa contoh suksesnya, adalah mereka yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya. Makanya, setelah lulus kuliah pada 2023 lalu, tekadnya merantau ke ibu kota sangat bulat.
Apalagi, banyak circle-nya selama kuliah adalah orang-orang Jakarta. Ia berpikir, setidaknya kalau hidup susah di perantauan, ada teman-teman yang bisa dimintai tolong.
Susah dapat kerja di Jakarta karena terlambat lulus kuliah
Kalau boleh jujur, Rudi berangkat ke Jakarta pada September 2023 lalu dengan modal pas-pasan. Memang, ia bukan berasal dari keluarga yang susah-susah amat. Ayahnya adalah pensiunan PNS guru, sementara ibunya punya warung kelontong di rumah.
Namun, tetap saja, ia tak mungkin meminta uang ke orang tuanya. Sebagai anak tertua dari tiga bersaudara, ada perasaan malu dalam dirinya.
“Pas cari kerja ke Jakarta, aku modal duit 2 juta dan satu tas aja. Isinya cuma beberapa lembar pakaian, ijazah, sama laptop,” ungkapnya.
Untungnya, di Jakarta ia dibantu salah seorang temannya dalam mencari kos murah. Rudi dapat kos-kosan di daerah Tebet, Jakarta Selatan, seharga Rp500 ribu sebulan.
“Sudah lengkap. Isian. Tapi ya gitu, lingkungannya sedikit kumuh di gang-gang sempit,” kata dia.
Setibanya di Jakarta, Rudi langsung menyebar banyak lamaran. Ada yang lokasinya didatangi langsung, ada juga yang ia lamar via aplikasi Glints.
Sayangnya, dari sekian banyak lamaran kerja yang ia sebar, tak ada satupun yang nyantol. Permasalahan yang kerap ia hadapi adalah perkara batas usia. Mengingat kuliahnya molor sampai 13 semester, Rudi lulus kuliah di usia 26 tahun. Sementara banyak lowongan kerja di Jakarta hanya terbuka bagi fresh graduate berusia maksimal 24 tahun.
“Yang aku datangi langsung itu ada lebih dari 70 lowker. Kalau yang di Glints, 200 lebih. Ya, kalau ditotal dalam setahun ini lebih dari 250 lamaran kerja lah. Dan semuanya zonk.”
Baca halaman selanjutnya…
Banyak lowongan kerja tipu-tipu di Jakarta. Sering jadi korban.
Sering ditipu lowongan kerja bodong
Nyaris setahun merantau, usaha yang dilakukan Rudi tak sekadar sebar lamaran kerja. Menurutnya, kalau cuma itu yang dia lakukan, bagaimana mungkin bisa makan.
Sadar cari kerja di Jakarta, apalagi pekerjaan tetap sangatlah sulit, ia menjalani banyak sekali freelance dan menjadi volunteer acara yang ada duitnya. Rudi mengaku sangat beruntung teman-temannya sangat membantu dalam hal ini.
Namun, pengalaman pahit secara bertubi-tubi pernah ia alami. Mulai dari melakukan pekerjaan freelance tak dibayar, dijanjikan upah setelah ikut project tertentu tapi nyatanya omong kosong, sampai kena scam lowongan kerja.
“Yang terakhir itu nyakitin banget. Aku dapat panggilan kerja, di sekitaran Kuningan. Interview daring berjalan lancar, tinggal berangkat aja itu. Tapi pas datang ke lokasi gedung kosong,” getirnya.
“Dalam sebulan bisa ada satu atau dua penipuan kayak begitu. Maksudku, apa sih motivasi penipu ini? Sumpah jahat banget.”
Malu pulang kampung karena adik-adik sudah sukses
Tak adanya penghasilan yang pasti bikin Rudi luntang lantung di perantauan. Ada kalanya, dalam satu bulan ia cuma bisa mengantongi uang Rp500 ribu sampai sejuta sebulan. Tapi ada kalanya juga benar-benar tak ada pemasukan.
Orang tua Rudi, paham kalau anaknya masih berjuang. Makanya mereka masih sering mengirimkan uang kepada Rudi. Setidaknya buat memastikan anaknya tak kelaparan.
“Itu tekanan batin banget. Kalau nggak diterima ya nggak makan. Tapi kalau diterima, naluriku bilang ini penghinaan,” ujarnya.
“Berbulan-bulan merantau, cari kerja di Jakarta tapi belum ada hasil. Belum bisa ngasih apa-apa ke orang tua.”
Rudi bahkan mengaku sampai malu pulang kampung. Sejak pertama merantau, ia belum pernah pulang. Lebaran kemarin pun ia nekat bertahan di Jakarta karena tak punya muka untuk bertemu keluarga besar.
“Adikku dua, satu sudah kerja dan satu lagi masih SMA. Alhamdulillah dia sudah sukses, nggak kayak kakaknya ini,” jelas Rudi.
“Aku senang melihat adikku dah mapan. Tapi aku nggak sanggup kalau harus duduk semeja sama dia di posisi aku yang masih nganggur ini. Apalagi saudara-saudara juga udah sukses,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News