Tak Sanggup Kerja Kantoran di Jakarta, Putuskan Resign dan Tinggal di Cepu dengan Upah Empat Kali Lipat UMK Blora

Kerja di Blora jauh lebih untung timbang Jakarta. MOJOK.CO

ilustrasi - kemiskinan di Blora berkurang. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Selama bertahun-tahun kerja di Jakarta sebagai pekerja kantoran, Arifin (30) mengaku tak betah. Hingga akhirnya memilih pulang ke kampung halamannya Cepu, Blora. Di sana, ia mengaku lebih damai dengan upah lebih besar.

***

Lulus dari SMK dan menganggur selama setahun, Arifin dipaksa merantau oleh kakaknya ke Jakarta untuk mencari kerja. Meski awalnya merasa berat hati, ia pun menuruti saran kakaknya ketimbang plonga-plongo di kampung halamannya, Blora.

Sebelum mencari kerja di Jakarta tahun 2017, ia menginap barang sebentar di rumah kakaknya yang ada di Tangerang. Setidaknya, ia masih punya saudara dekat yang mau menampungnya untuk tidur dan makan.

Setelah melamar sana-sini, Arifin akhirnya diterima di sebuah perusahaan ekspedisi sebagai karyawan. Mulanya, pekerjaan itu ia lakoni dengan senang hati. Tapi lama-lama, tubuhnya kepayahan juga. 

Jakarta tak membolehkan tubuhnya istirahat. Ia harus kerja selama 12 jam per hari. Ia dituntut kerja keras. Selalu siaga agar barang bawaannya tak dicuri. Sebab ia pernah, lengah sedikit saja, gawainya sudah kena jambret.

“Kejadian itu saya alami saat pertama kali ke Jakarta. Benar kata orang, Jakarta bukan untuk pemula.” ujar Arifin saat dihubungi Mojok, Selasa (8/7/2025).

Hidup di Jakarta dengan gaji setengah UMP

Setelah pindah dari Blora, Arifin pun melakoni pekerjaannya sebagai karyawan ekspedisi di Jakarta selama 2,5 tahun. Setelah itu ia memilih resign karena tak sanggup bekerja selama 12 jam per hari. Toh, gaji yang ia dapat juga tak seberapa. Setengah dari Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta di masa itu. 

“Gajiku cuman Rp1,6 juta sampai Rp1,7 juta per bulan,” ucapnya.

Guna mencukupi kebutuhan hidupnya, Arifin sampai mencari kos-kosan paling murah di kawasan Jakarta Pusat. Saat itu, ia mendapat kos seharga Rp150 ribu per bulan yang lokasinya di atas kali. Jauh dari kata layak untuk dihuni, tapi demi bisa makan sesuap nasi ia harus rela tinggal di kos tersebut.

Setelah resign, jalan hidup Arifin masihlah terjal. Bahkan ia sempat diremehkan oleh lingkungan sekitarnya untuk mendapat pekerjaan jauh lebih layak. Apalagi, hanya seorang lulusan SMK.

“Waktu saya keluar dari ekspedisi, orang-orang di sekitar saya berujar kalau hidup saya bakal hancur dan nggak bisa apa-apa. Tapi saya percaya dengan diri saya, kalau saya mampu lebih dari yang mereka pikir,” ucap pemuda kelahiran Blora tersebut.

“Karena sudah biasa hidup tidak pasti, saya bisa buktikan kalau saya bisa lebih dari sekadar jadi karyawan biasa,” lanjutnya.

Baca Halaman Selanjutnya

Hilang arah dari Jakarta ke Blora

Hilang arah dari Jakarta ke Blora

Berbekal keyakinan tersebut, Arifin mulai membuka bisnis. Mulanya, ia ikut kenalannya untuk berjualan gawai hingga tahun 2021 awal. Namun, saat Covid-19 melanda, bisnisnya malah anjlok. Alhasil, Arifin memutuskan pulang ke Blora karena sudah tak punya penghasilan lagi.

Pulang dari Jakarta ke Blora, Arifin mulai membuat konten-konten di YouTube tentang kehidupannya setelah resign dan hidup di desa kecil. Ternyata, konten itu pun banyak disukai. Tapi tak lama berselang, YouTube-nya tiba-tiba sepi.

“Akhirnya aku balik lagi ke Jakarta dan jualan gawai lagi selama beberapa bulan,” kata dia.

Hanya saja, Arifin merasa hidupnya seolah hilang arah. Tahun 2022, ia memutuskan kembali ke Blora untuk kerja jadi kurir. 3 tahun berselang, ia memilih resign kembali sambil mencari-cari peluang kerja lainnya.

Pilihan jatuh di Blora 

Setelah merenungi hidupnya sambil mencoba-coba mencari peluang, Arifin akhirnya menjadi seorang contenpreneur sembari melakukan pekerjaan sampingan, seperti driver ojol. Segala pesanan ia terima, seperti mengantar makanan, barang, atau menjemput penumpang. 

“Dengan begini saya bisa mengatur waktu sendiri untuk kerjaan utama saya sebagai contentpreneur,” ujar Arifin.

Pemuda asal Blora itu mengaku kalau sebagai contentpreneur gajinya jauh lebih besar ketimbang kerja di Jakarta dulu. Sebagai kurir paket, ia bisa mendapat Rp150 ribu per hari dan bisa mendapat upah Rp3 juta per bulan.

“Kalau ramai ya bisa sampai Rp8 juta per bulan,” kata dia. Angka itu jauh lebih tinggi dari UMK Blora yang hanya Rp2,2 juta di tahun 2025.

Di sisi lain, ia merasa bersyukur karena tak melanjutkan merantau di Jakarta. Di Blora, Arifin merasa jauh lebih tenang. Tidak harus berlomba atau diburu-buru waktu. Selain itu, ia juga bisa kembali dekat dengan keluarga.

“Kehidupanku jauh lebih tentram. Lebih dari itu, aku juga bisa dekat dengan orang tua.”

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Merelakan Gaji Besar dari Perusahaan di Dubai daripada Mental Rusak karena Tekanan Hidup dan Pilih Slow Living di Gunungkidul atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version