Bersantai di Rumah Annelies, Gamplong Studio, ternyata bikin betah. Bisa jadi opsi pelarian dari wisata-wisata Jogja yang riuh dan sumpek.
***
Sebagai tempat wisata, Rumah Annelies di Gamplong, Jogja, sebenarnya juga ramai pengunjung. Hanya saja memang tak seriuh wisata-wisata Jogja lain seperti Malioboro, pantai-pantai terkenal seperti Parangtritis, dan lain-lain.
Seperti Sabtu (8/6/2024) sore saat saya ke sana. Ada beberapa rombongan, baik rombongan anak sekolah maupun rombongan keluarga yang keluar masuk area Gamplong Studio.
Gamplong Studio sendiri sebenarnya adalah set film milik sutradara Hanung Bramantyo. Ada beberapa properti semi permanen yang menjadi set film-filmnya. Mulai dari Sultan Agung, Bumi Manusia, Habibie & Ainun, Trinil: Kembalikan Tubuhku, dan film-film lainnya.
Di luar aktivitas syuting, Gamplong Studio Jogja difungsikan sebagai tempat wisata. Untuk sekadar berkeliling atau berfoto, pengunjung harus membayar biaya operasional seikhlasnya dan tiket khusus untuk masing-masing set (wahana). Harga tiket untuk setiap wahana hanya sebesar Rp10 ribu.
Sore itu saya membeli tiket untuk masuk ke Rumah Annelies alias Museum Bumi Manusia, yang sebenarnya belakangan digunakan sebagai set film horor terbaru Hanung Bramantyo: Trinil.
Saya pun sebenarnya sudah sejak lama ingin melihat set tersebut. Sebab, pernah suatu kali tanpa senagaja saya menemukan postingan yang menyebut kalau Rumah Annelies di Gamplong Studio Jogja memiliki hawa mistis. Ada pengunjung yang mengaku pernah melihat penampakan di sana. Saya jadi makin pensaran.
Ada penampakan di Rumah Annelies Jogja?
Usai melihat dan memotret ruang atas Rumah Annelies, saya lalu duduk santai di kursi yang tersedia di halaman depan bangunan kayu tersebut. Melihat anak-anak desa Gamplong yang tengah riang bersepeda di jalanan area luar Gamplong Studio Jogja. Pemandangan itu tampak dari celah gerbang persis di depan bangunan Rumah Annelies.
Belum lagi angin semilir dari pepohonan rindang di sisi rumah, membuat saya malah jadi betah. Karena saya sendiri memang menaruh minat pada rumah-rumah kayu bertingkat yang dibangun dengan pepohonan di sekelilingnya.
Hanya memang mungkin akan terasa singup. Seolah-olah menguarkan aura mistis.
“Aku tadi lihat ada sekelebat,” ujar seorang bapak-bapak dari sebuah rombongan keluarganya.
“Ini, coba lihat foto ini, ada yang janggal,” sambungnya.
Rombongan keluarga itu lantas meriung melingkari si bapak, mencoba mengecek apa yang sebenarnya kamera ponsel si bapak tangkap. Lalu suasana jadi heboh hingga memancing seorang guide di Rumah Annelies mendekat: seorang perempuan muda kisaran umur 20-an.
“Nggak pernah ada kejadian mistis di sini. Jadi bisa jadi cuma perasaan bapak ibu saja,” ungkap guide tersebut ramah.
“Tempat ini belakangan memang dikasih sentuhan horornya karena baru dipakai syuting film horor (Trinil),” sambungnya. Lalu sempat terjadi tanya jawab singkat antara si guide dan beberapa ibu-ibu rombongan itu.
Saat rombongan itu berlalu, saya lantas mendekati si guide, mencoba bertanya-tanya lebih jauh perihal Rumah Annelies yang gosipnya ada penampakan. Tapi si guide dengan halus menolak saya wawancara. Tapi setidaknya penjelasannya pada rombongan tadi sudah cukup menjawab: Rumah Annelies di Gamplong Studio Jogja terkesan horor ya karena memang baru jadi tempat syuting film horor.
Opsi menjauh dari riuhnya wisata Jogja
Sepasang kekasih yang menemukan spot foto menarik lantas meminta tolong saya untuk memotret keduanya. Tentu dengan senang hati saya potretkan.
Kami lantas sempat berbincang sejenak. Ternyata keduanya berasal dari Surabaya, Jawa Timur yang memang sedang berlibur ke Jogja. Hari itu menjadi momen pertama kali bagi keduanya main ke wisata Rumah Annelies.
“Kalau dengar sudah lama. Tapi memang baru bener-bener ke sini ya sekarang ini,” ujar Wardana (23), si cowok.
Beberapa spot wisata Jogja yang Wardana kunjungi sebelumnya memang sangat padat dan riuh. Terutama saat sang kekasih mengajaknya ke Malioboro malam sebelumnya.
Oleh karena itu, ia iseng-iseng mengajak sang kekasih untuk mencoba ke Gamplong Studio. Dengan tawaran dapat foto estetik, pacar Wardana pun tak menolak.
“Kalau di Malioboro mau foto-foto jadi nggak estetik karena kelewat ramai. Kalau di sini kan nggak seramai itu. Set buat foto di sini juga vintage. Itu to yang lagi tren juga,” sambungnya.
Serasa tinggal di masa lalu
Cukup lama saya duduk di kursi halaman Rumah Annelies Gamplong Jogja. Saya cukup nyaman dengan hawanya. Seperti berada di rumah nenek tempo dulu. Tentu dalam versi rumah yang lebih kecil.
Banguna Rumah Annelies: model dan kayunya, punya kemiripan dengan rumah nenek saat saya masih kecil. Halamannya pun mirip: luas dengan dikelilingi pepohonan. Area halaman rumah nenek yang seperti itu, dulu saya gunakan dengan teman-teman desa untuk main apa saja. Petak umpet, main kelereng, atau sekadar meriung sepulang mengaji madrasah.
Tapi mumpung di Gamplong Studio, tentu eman jika saya hanya berdiam diri di Rumah Annelies. Alhasil, saya beranjak.
“Gua sih malah pengin punya rumah kayak begitu. Kalau beli rumah asli model begitu kira-kira berapa ya?” Terdengar dua orang laki-laki umur 30-an dengan logat Jakarta tengah berbincang sambil memandangi Rumah Annelies dari samping, saat saya berjalan meninggalkan rumah tersebut.
“Asyik kali ya punya ramah model antik (lawas). Serasa tinggal di masa lalu,” timpal laki-laki satunya lagi.
Kesumpekan hari ini memang membuat banyak orang ingin kembali hidup di masa lalu. Saya sendiri kelewat sering membayangkan kembali jadi anak-anak. Menghabiskan setiap sore di halaman rumah nenek hanya untuk memikirkan satu hal: main. Tak seperti sekarang. Terlalu banyak hal yang harus dipikirkan: saling berjejal di kepala.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Malioboro Nggak Ada Bagusnya dan Bikin Pusing, Malah Ditiru Surabaya
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.