Bagi beberapa orang, roti Aoka adalah “roti baik”. Meski murah, rasanya masih sangat bisa dinikmati. Bahkan, bagi beberapa perantau—termasuk di kota sebesar Surabaya—roti tersebut jadi alternatif saat kelaparan. Sementara kondisi uang tengah pas-pasan di tengah harga makanan yang kian mahal.
***
“Cuk, roti Aoka ternyata mengandung pengawet kosmetik (natrium dehidrosetat),” ujar seorang kawan pada Faid (23) saat keduanya tengah sebat bareng di kosan meraka di sebuah gang sempit Surabaya.
Alih-alih kaget, Faid mengaku biasa saja. Perantau asal Madura tersebut justru sangsi dengan pemberitaan yang beredar mencatut roti Aoka. Entah kenapa Faid merasa sepertinya memang ada yang sengaja mencoba menjatuhkan roti Aoka.
Sebab, di Surabaya sendiri, roti Aoka menjadi salah satu roti yang cukup laris di warung-warung Madura.
“Pikiranku saat itu, misalnya toh roti Aoka bermasalah, sepertinya akan kumaafkan. Karena roti itu sudah amat baik bagiku,” tutur pemuda semester akhir salah satu kampus Surabaya tersebut membagi cerita, Senin (29/7/2024) lalu.
Roti Aoka jajan andalan mahasiswa pas-pasan Surabaya
Pada Juli 2024 lau, kabar miring mencatut nama roti Aoka. Roti produksi PT Indonesia Bakery Family (IBF) tersebut sempat diduga mengandung natrium dehidrosetat (pengawet kosmetik). Dugaan mencuat di antaranya lantaran roti itu punya masa kadaluarsa yang cukup panjang. Bisa sampai tiga bulan.
Namun, tak lama setelah ramai dugaan tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan kalau Aoka aman dikonsumsi. Hasil uji tak menemukan adanya kandungan natrium dehidrosetat dalam Aoka.
“Bahan tambahan pangannya persis seperti yang didaftarkan. Ada kalsium propionat, asam sorbat, natrium diasetat,” ucap Plt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati menjelaskan alasan kenapa Aoka bisa awet hingga tiga bulan dalam konferensi pers Kamis (25/7/2024).
Kepastian dari BPOM itu sontak membuat Faid lega. Prasangka baiknya pada Aoka terbukti benar. Roti Aoka adalah roti baik bagi Faid. Sehingga agak sukar dipercaya jika membahayakan pelanggan.
“Bagaimana nggak baik. Harga sudah murah (sekarang Rp2.500), rasanya enak pula,” ujar Faid.
“Aku husnuzan, pasti yang bikin roti itu mempertimbangkan memberi jajanan enak tapi terjangkau untuk orang menengah bawah,” sambungnya.
Sering sekali saat hendak kuliah, Faid mampir dulu di warung Madura untuk membeli satu buah roti Aoka. Ia akan menyantapnya sambil jalan menuju kampus. Hal itu sangat membantunya mengganjal perut. Karena ia harus masuk kuliah pagi lalu baru bisa istirahat untuk makan selepas zuhur. Ketimbang jajan roti di Indomaret (misalnya). Tentu harganya cenderung lebih mahal.
Pengganjal perut saat kelaparan di Surabaya
Cerita dari Faid tentu tak sesentimentil Dhoi (21), mahasiswa penerima KIP Kuliah UNAIR Surabaya. Perantau asal Nganjuk, Jawa Timur, tersebut bahkan menjadikan Aoka sebagai pengganti nasi (makanan berat).
Sejak kuliah di Surabaya pada 2021, Dhoi memang tak mengandalkan biaya dari orang tua. Ia murni bertahan hidup dari uang KIP Kuliah. Sehingga, tak ayal jika ia kerap berada dalam situasi terhimpit: uang hampir habis karena memang pas-pasan.
“Sebagai gambaran, untuk berhemat, aku sering makan sehari sekali, Mas,” ujarnya kepada Mojok pada Jumat (26/7/2024), sehari setelah BPOM memastikan roti tersebut aman dikonsumsi.
Maka, sering uang hampir habis sementara waktu pencairan KIP Kuliah masih agak jauh. Jika begitu, ia mensiasati makan dengan nyetok Aoka.
Harga di beberapa warung Madura di sekitar kosannya di Gubeng rata-rata Rp2.500. Ia biasanya akan beli dua bungkus (Rp5.000). Dua bungkus itu akan ia gunakan untuk mengganjal perut seharian. Saat pagi dan sore hari.
Tentu tak semengenyangkan nasi. Tapi setidaknya roti Aoka membuat perutnya tersisi. Karena semakin ke sini, harga makanan di beberapa warung Surabaya juga terus naik. Amat sulit menemukan makanan di bawah Rp10.000. Paling banyak jelas di atasnya.
“Ada juga kan yang mempermasalahkan kalu bungkus Aoka kadang nggak sesuai sama rasanya. Misalnya warna hijau, padahal rasanya anggur. Bagiku itu nggak penting. Setiap gigitan rotinya yang lembut, terus selainya yang kerasa banget, aku merasa sudah sangat nikmat,” beber Dhoi.
Itulah kenapa ketika kabar miring soal Aoka sampai di telinganya, ia cenderung biasa saja. Tidak merasa tertipu oleh Aoka. Malah seandaianya saat itu Aoka harus stop produksi, ia justru ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Sebab, baik-buruknya Aoka, selama ini roti murah tersebut sudah membantunya bertahan hidup dari kelaparan di Surabaya.
Roti Aoka: teman saat sakit dan bekal pilihan ibu
Saya pun sebenarnya demikian. Menjadikan roti Aoka sebagai andalan saat saya di perantauan.
Saya punya siklus sakit yang aneh. Misalnya saat badan sedang greges (agak demam) biasanya akan dibarengi sekaligus dengan gigi sakit, busi bengkak, bahkan sering juga tenggorokan ikut membengkak.
Kalau sudah begitu, saya tentu akan kesulitan makan berat. Karena kalau membuka mulut lebar-lebar, terasa sakit luar biasa. Oleh karena itu, dulu saat masih ngekos di Surabaya, roti Aoka jadi teman saat saya sakit.
Saya bisa berhari-hari hanya makan Aoka. Karena lembut dan tak perlu ngoyo buka mulut. Menelannya pun tak sakit-skit amat karena biasanya akan saya cuil kecil-kecil.
Tentu ada pilihan roti yang lebih enak di Indomaret (misalnya). Tapi untuk ukuran keuangan saya waktu itu, yang makan saja mencoba mencari yang semurah mungkin, maka membeli Aoka adalah pilihan paling masuk akal.
Dalam kondisi sakit itu saya bisa makan dua sampai tiga bungkus Aoka saja dalam sehari. Artinya saya cukup mengeluarkan uang Rp5.000 sampai Rp7.500 saja untuk beberapa hari. Sementara untuk minum (teh anget, susu jahe, atau Energen), beruntung di kos ada kawan yang menyetok banyak dan mempersilakan para penghuni kos lain mengambilnya secara cuma-cuma: ia letakkan di dapur umum.
Roti Aoka juga menjadi bekal yang sering ibu belikan untuk menemani perjalanan saya. Setiap pulang ke Rembang lalu hendak balik ke perantauan (dulu Surabaya, sekarang Jogja), ibu biasanya membeli dua sampai tiga bungkus Aoka. Ia lalu menyerahkannya untuk bekal saya di jalan.
Bahkan sering kali, saat saya sedang pulang, pagi saat ibu belanja bahan dapur di warung, ia tak luput membeli satu bungkus Aoka untuk saya cemil: sembari menunggu masakannya matang. Ibu membuat Aoka menjadi sentimentil dan menimbulkan haru bagi saya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Club: Air Minum Underrated Andalan Perantau di Surabaya, Merek Ternama Kalah Pamor
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.