Tanjungrejo Malang Kampung Kumuh Sarang Copet dan Pengemis Sejak 1969, Kini Menjelma Kampung Tenteram Berkat Terapkan 4 Hal

Ilustrasi - Riwayat Qoryah Sakinah Tanjungrejo, kampung kumuh nan kental pekerjaan kotor yang selamat karena 4 hal dari Kemenag. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Kelurahan Tanjungrejo RW 07 dulu menjadi wajah kusut di balik Malang yang bergeliat dan gemerlap. Kelurahan yang kini lebih dikenal dengan nama Qoryah Sakinah tersebut dulu berisi kehidupan yang mungkin tak pernah ingin dijalani oleh banyak orang: hidup di kampung kumuh dan suram. Tapi itu dulu. Sekarang Tanjungrejo RW 07 menjadi kampung yang berbeda sama sekali.

***

Sudah satu bulan Atho’ (23), mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Jogja, menjalani KKN di sebuah kampung berjuluk Qoryah Sakinah. Itu nama dari bahasa Arab, artinya desa atau kampung yang tenteram. Kurang lebih begitu.

“Itu kampung urban, Mas. Ya khas perkampungan di perkotaan: padat penduduk, banyak gang sempit,” ujarnya saat bercerita lewat sambungan telepon, Kamis (1/8/2024) pagi WIB.

Sebagai orang yang pernah tinggal tujuh tahun di sebuah kampung urban di Surabaya, kepala saya langsung memvisualisasikan: sebuah kampung kumuh, selokan-selokan berwarna hitam dan berbau kurang sedap (kebak sampah pula), semrawut, dan kental dengan kultur jalanan yang keras.

“Nah, uniknya, kampung Qoryah Sakinah di Malang ini nggak gitu-gitu amat. Bukan kampung yang kumuh banget. Baru aku tahu kemudian kalau ternyata kampung ini punya perjalanan panjang,” sambung Atho’.

Saat mendengar Qoryah Sakinah, awalnya Atho’ agak heran: ada ya sebuah kampung dengan nama seperti itu? Lalu setelah “belajar”—sebagai istilah lain untuk KKN—di sana, ia akhirnya tahu kalau nama aslinya adalah Tanjungrejo RW 07.

Tanjungrejo Malang, rumah gelandangan sejak 1969

Lewat Atho’ dan teman-teman mahasiswa KKN UIN Sunan Kalijaga, saya akhirnya mendapat akses cerita dari Puriadi, Ketua RW 07 Tanjungrejo, Malang.

Tanjungreojo—yang saat ini punya sebutan Qoryah Sakinah—dulunya adalah rawa-rawa. Jalannya pun masih bebatuan. Saat itu masih belum ada perkampungan.

Kira-kira pada 1969, banyak gelandangan (tunawisma) di banyak sudut jalanan di Malang. Mayoritas dari kalangan pendatang. Hal itu tentu memicu keprihatinan tersendiri.

“Lalu IKABRA (Ikatan Keluarga Brawijaya) mengorganisir para tunawisma agar tidak tidur di jalan-jalan tengah kota. Lalu ditawarkan lah agar mereka tinggal di sebagian Kecamatan Sukun, Malang. Persisnya ya di Tanjungrejo RW 07,” jelas Puriadi, Selasa (5/8/2024) malam WIB.

Di situlah kemudian para gelandangan itu mendirikan hunian dari kardus, plastik, dan bahan-bahan non permanen lain. Itulah kenapa Tanjungrejo RW 07 dulu juga pernah berjuluk Kampung Kardus hingga Kampung Plastik.

Bertahan hidup dari “pekerjaan kotor”

Kondisi hidup seperti itu tentu tak pernah ingin banyak orang alami. Karena selain harus tinggal dengan hunian yang sangat tidak layak, para penghuni Tanjungrejo RW 07 di tahun-tahun tersebut terpaksa bertahan hidup dengan menjalani “pekerjaan kotor”.

“Masyarakatnya bekerja di jalanan. Laki-laki ada yang menjadi pencuri, pencopet. Kalau perempuan bahkan ada yang jadi pelacur. Orang-orang dewasa ada yang mengemis. Anak-anak, remaja, jadi pengamen,” beber Puriadi.

Ketika warga Tanjungrejo RW 07 mulai mengenal industri daur ulang, banyak dari mereka yang kemudian meninggalkan pekerjaan-pekerjaan kotor di atas: memilih menjadi pemulung untuk menyambung hidup.

“Tapi ada juga karena keadaan (tak cukup dari memulung) memilih kembali ke jalanan (untuk pekerjaan kotor lagi),” terangnya.

Jangan tanya soal pendidikan. Jenjang pendidikan di Tanjungrejo RW 07 Malang paling tinggi adalah lulusan SD. Itu berlangsung selama bertahun-tahun. Hanya hitungan jari yang bisa menyentuh pendidikan di jenjang SMP.

Baca halaman selanjutnya…

Gara-gara 4 hal, berubah drastis jadi kampung tenteram

Ketika Tanjungrejo Malang terselamatkan

“Dulu kondisinya beda (dengan sekarang). Dulu gang-gang itu kotor, sampah-sampah berserakan. Karena kental dengan kehidupan jalanan, kondisi keagamaan mereka juga sangat kurang,” ujar Ernawati, Penyuluh Kemenag Kota Malang.

Kamis (8/8/2024) siang WIB, saya bisa tersambung dengan Ernawati di sela-sela jam kerjanya. Ia lah salah satu pendamping dari Qoryah Sakinah Tanjungrejo RW 07.

Dari Ernawati, saya juga mendapat cerita serupa seperti yang Puriadi beber panjang lebar sebelumnya: perihal kondisi Tanjungrejo 07 yang memprihatinkan.

Setelah merumuskan beberapa program, Kemenag Kota Malang lalu mengambil peran membina Tanjungrejo RW 07 untuk menjadi Qoryah Sakinah. Tidak hanya sekadar mengentaskan kemiskinan (ekonomi), tapi juga menumbuhkan kesadaran pada aspek sosial dan spiritual.

“Misalnya, sekarang sudah nggak ada lagi warga buang sampah sembarangan di gang-gang kampung. Gangnya memang sempit, tapi tidak kumuh. Warga juga sudah mulai punya hunian semi permanen, meski hanya sepetak kecil,” beber Ernawati. Karena memang kampung tersebut sangat padat, ada sekitar 400-an KK.

“Terus sekarang anak-anak juga sudah mulai mau ngaji. Warga juga begitu, sudah mau ikut kegiatan-kegiatan keagamaan seperti majelis taklim, tahlilan dan lain-lain. Kami pendekatannya berbasis reliji,” sambungnya.

Qoryah Sakinah Tanjungrejo, Kampung Memprihatinkan di Tengah Gemerlap Malang yang Diselamatkan Kemenag MOJOK.CO
Kondisi di Tanjungrejo RW 07 sebelum jadi binaan Kemenag, masih menjadi kampung kumuh. (Dok. Narasumber)

4 hal mengubah warga

Kata Ernawati, ada empat program dari Kemenag Kota Malang dalam upaya untuk mewujudkan Qoryah Sakinah Tanjungrejo RW 07, sebuah kampung yang kemudian berdaya secara ekonomi, sosial, dan agama. Empat program tersebut antara lain:

Pertama, program Kader Agamawan. Praktiknya seperti yang sudah Ernawati singgung sebelumnya. Yakni bagaimana memberi pendampingan kaitannya dengan praktik keagamaan sehari-hari. Misalnya seperti membuat Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) untuk anak-anak, bantuan tempat ibadah, pembiasaan rutinan majelis taklim, dan aktivasi kegiatan-kegiatan keagamaan lain.

Kedua, Moderasi Beragama. Ernawati menyebut, 99,8 persen warga yang tinggal di Tanjungrejo RW 07 beragama Islam. Oleh karena itu, Kemenag Kota Malang mencoba membentuk kesadaran dan cara pandang masyarakat yang moderat, menimbang posisinya sebagai penganut agama mayoritas di kampung tersebut.

“Ketiga, program Keluarga Harmoni. Ini dulu penyuluhan karena banyak suami istri dengan status pernikahan siri. Sehingga belum punya buku nikah. Bahkan, mohon maaf, ada juga yang kumpul kebo (tinggal serumah tapi belum menikah),” ungkap Ernawati.

Melalui program ketiga itu, dibuka juga bimbingan atau konsultasi pernikahan. Termasuk bagaimana cara mengurus surat nikah bagi mereka yang nikah siri tersebut.

“Kami juga ada program sehari dua piring. Itu bantuan untuk lansia dan duafa berupa makan gratis siap santap dua kali dalam sehari,” lanjut Ernawati.

Kondisi Tanjungrejo RW 07 setelah dalam binaan Kemenag, tidak jadi kampung kumuh lagi. (Dok. Narasumber)

Keempat alias terakhir, yakni program Pemberdayaan Ekonomi Kreatif. Berupa bantuan usaha (misalnya gerobak untuk modal dagang, alat jahit, dll) hingga pelatihan kerja. Tentu selain bantuan sembako dan uang tunai untuk konteks-konteks tertentu.

Pada 2022 lalu, di kampung Qoryah Sakinah Tanjungrejo RW 07 diresmikan koperasi syariah sendiri. Hal tersebut tidak lain untuk menghindarkan warga dari jeratan rentenir. Sebab, kata Ernawati, dulu banyak warga yang kerap utang ke rentenir. Sehingga sampai tercekik bunga besar saat proses pengembalian.

“Pokoknya alhamdulillah, Mas. Banyak yang berubah. Dulu sekolah mentok di SD SMP. Sekarang ada yang kuliah. Ada tiga anak yang sedang kuliah. Dua di kampus swasta. Satunya kuliah di UIN,” jelasnya.

Salah satu upaya guna menumbuhkan minat anak-anak di Tanjungrejo RW 07 untuk kuliah adalah dengan menurunkan mahasiswa-mahasiswa KKN di sana. Dan itu terbukti ada hasilnya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Surabaya Mau Bikin Transportasi Air Niru Belanda, Padahal Kalinya Butek dan Belum Aman

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

 

 

 

 

Exit mobile version