Bule miskin, mokondo, tapi dielu-elukan
Soal orang asing yang punya “posisi spesial” di mata orang Indonesia, Jamal sadar betul akan hal itu. Tak cuma Bali, di Prawirotaman pun orang asing seolah punya kedudukan yang lebih tinggi.
Jamal mencontohkan, di tempat kerjanya yang dulu, ia mengaku bule mendapatkan servis berbeda ketimbang turis dalam negeri. Di Prawirotaman pun demikian, ada pelayanan-pelayanan berbeda kepada turis asing yang itu tak dirasakan wisatawan dalam negeri.
Kata Jamal, sih, itu semua memang by design, dilakukan demi “citra lokasi wisata yang ramah wisatawan luar negeri”. “Ibaratnya kami, yang jaga penginapan itu contoh, begini lho orang Indonesia. Ramah-ramah. Kalian datang nggak bawa duit saja dilayani dengan baik, biar betah dan balik lagi suatu saat,” jelasnya.
Namun, yang membedakan, di Bali banyak turis mokondo. Tiap malam, yang entah bertemu di mana, mereka pasti membawa perempuan-perempuan Indonesia. Selalu beda-beda.
Bejatnya lagi, “incarannya” selalu perempuan-perempuan lokal atau yang berduit.
“Dulu di tempat kerjaku sampai ada yang pernah nge-drugs dan akhirnya kami laporkan ke polisi. Dua minggu bule itu nginep sama si perempuan. Sewa kamar, makan, semua dibayarin si perempuan. Anjingnya lagi, nih, si bule ternyata dah overstay 10 bulanan di Bali,” kata Jamal.
“Sumpah, seumur-umur kayak gini itu nggak ada di Prawirotaman,” tawanya.
Prawirotaman masih kondusif, jangan “jatuh” seperti Bali
Kesimpulan Jamal, Prawirotaman belum bisa disamakan dengan Bali justru dalam aspek yang positif. Kalau boleh jujur, ia bahkan tak mau kawasan ini menjadi seperti Bali. Yang mana bule-bulenya bisa bersikap seenaknya, tapi warga lokalnya tersingkir.
“Justru baik kalau beda dengan Bali, dan moga aja Prawirotaman nggak downfall kayak Bali,” ujarnya.
Menyebut kawasan ini sebagai “Kampung Bule”, Jamal sepakat. Toh, bule-bule yang ke sini kebanyakan ingin menikmati kebudayaan Jogja, bukan bersenang-senang dan mabuk-mabukan saja.
Namun, kalau menyebut Prawirotaman sebagai “Bali-nya Jogja”, kata dia sih: “Amit-amit, jangan sampai!”.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA 5 Tahun Tinggal di Purwokerto Bikin Saya Sadar, Kota Ini Sama Problematiknya dengan Jogja
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News