Petani Indonesia Belum Merdeka, Di Hari Kemerdekaan RI ke 79 Petani Malah Nelangsa

Alih Fungsi Lahan Jadi Masalah Serius Petani di Sleman, Tapi Malah Diabaikan Bupatinya.MOJOK.CO

Ilustrasi - Alih Fungsi Lahan Jadi Masalah Serius Petani di Sleman, Tapi Malah Diabaikan Bupatinya (Mojok.co)

Indonesia baru saja merayakan 79 tahun masa kemerdekaan. Namun nahasnya, para petani di Indonesia masih tak kunjung “merdeka”: masih terbelenggu dalam kemiskinan. Pakar pertanian UGM berharap pemerintah mengambil andil serius dalam rangka menyejahterakan mereka.

***

Ketika beberapa RT di Banyuarang, Jombang, sedang ramai-riuh karnaval 17 Agustusan, Minggu (18/8/2024) pagi WIB, saya mengikuti beberapa ibu-ibu ke sebuah kebun di belakang rumah seorang warga.

Awalnya dari mulut ke mulut terdengar kabar bahwa warga si pemilik kebun menjual sayur-sayuran di kebun miliknya dengan harga sangat murah. Antara lain tomat dan terong.

Tomat dijual dengan harga Rp350 perak per kilogram. Sementara terong perkilogramnya cuma Rp800 perak. Tentu saja ibu-ibu setempat langsung menyerbu—untuk membeli—sayur di kebun warga itu.

Sayangnya, saya tak bisa berbincang agak dalam dengan pemilik kebun tersebut. Hanya saja, menjual sayur dengan harga sangat murah tersebut tentu tidak lepas pula dari anjloknya harga sayur di pasaran yang terjadi belakangan ini. Kondisi yang tentu membuat nelangsa.

Ironis memang. Di Hari Kemerdekaan RI ke 79, kaum petani nyatanya belum sepenuhnya merdeka.

Jasa dan nasib 40,69 juta petani di Indonesia yang terabaikan

Kasus yang saya temui di Jombang pagi itu hanyalah satu kasus saja. Secara keseluruhan, puluhan juta petani di Indonesia memang dalam kondisi yang begitu memprihatinkan. Pakar pertanian UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho menyebut, ada setidaknya 40,69 juta petani di Indonesia yang belum sepenuhnya meredeka dari cengkeraman kemiskinan: kesejahteraan hidupnya belum terjamin.

“Di negara yang mayoritas pertanian, para petani semestinya mendapatkan perlakuan khusus dari negara. Minimal ada pengakuan terhadap petani dan fasilitas yang menguntungkan bagi petani,” ungkap Bayu di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Sabtu (17/8/2024).

Hal tersebut tentu sangat disayangkan Bayu. Sebab, para petani telah berjasa bagi Indonesia. Berkat jerih payah, kerja nyata, dan kerja keras mereka, Indonesia mampu menorehkan sejarah dalam dunia pertanian di pentas internasional. Hal ini seperti tercatat di tahun 1984 dan berlanjut pada tahun 2022.

Di tahun-tahun itu, Indonesia sukses menggenjot produksi padi sehingga produksi padi mampu meningkat secara signifikan.

“Kemudian melahirkan Swasembada Beras yang lalu mendapatkan penghargaan dari FAO,” kata Bayu.

Nasib petani di Indonesia tidak berubah

Meski begitu, nasib petani di Indonesia seolah tak kunjung berubah. Tak kunjung bisa hidup sejahtera. Itu juga yang membuat anak-anak muda saat ini tak begitu berminat menjadi petani.

Maka, menurut Bayu selaku pakar pertanian UGM, negara memiliki tugas berat di masa-masa mendatang. Yakni bagaimana menaikkan derajat petani di Indonesia sebagai pahlawan pangan serta mengangkat mereka dari garis kemiskinan.

Bayu sebenarnya tak menafikan bahwa telah banyak program dari pemerintah guna mensejahterakan petani di Indonesia.

Berbagai program tersebut terdiri dari intensifikasi pertanian seperti penggunaan bibit unggul, perbaikan saluran irigasi, penggunaan pupuk, sampai dengan program penyuluhan dan pendampingan yang intensif dan masif pada kelompok tani.

Selain itu, ada program ekstensifikasi seperti program cetak sawah, pengembangan lahan rawa, gambut dan lahan tidur (iddle land) untuk dijadikan lahan sawah produktif. Tetapi kenyataannya memang masih jauh dari harapan: banyak petani sengsara hingga menimbulkan ketidakminatan anak-anak muda atas profesi tersebut.

“Harapan di ujung adalah peningkatan kesejahteraan petani (di Indonesia). Tetapi sayang dari semua program yang sudah dilaksanakan belum sepenuhnya berhasil secara signifikan untuk mengangkat kehidupan petani ke tingkat yang lebih baik,” keluh Bayu.

“Meski kita tidak bisa memungkiri memang permasalahan pertanian sangat kompleks dan beragam dari tiap-tiap wilayah,” sambung pakar pertanian UGM itu.

Berharap pemerintah punya program riil

Menurut Bayu, atas banyak masalah yang petani hadapi, semestinya bisa diminimalisir dan diatasi jika ada program yang jelas dan riil dari pemerintah dalam upaya menaikkan derajat para petani.

Oleh karena itu, suksesi kepemimpinan nasional di tahun 2024 Bayu harapkan bakal memberi harapan baru bagi petani di Indonesia.

Hal itu, kata Bayu, bisa dengan menyempurnakan dan memperbaiki kekurangan program yang sudah berjalan saat ini. Syukur-syukur muncul program-program lain di luar yang sudah ada dan telah berjalan saat ini, yang betul-betul bisa membawa petani sejahtera.

Memang, program-program baru tersebut tidak serta merta membuat sejahtera (secara instan). Namun, bagi pakar pertanian UGM itu, setidaknya ada program yang sudah mengarah pada peningkatan kesejahteraan petani. Memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa terealisasi.

“Dalam hal ini tentu juga diperlukan adanya program sinergi dan kolaborasi dari segenap komponen bangsa untuk menanganinya. Predikat Indonesia sebagai lumbung pangan dunia tentunya akan dapat diraih kalau semua pihak bisa menjamin kesejahteraan petani,” papar Bayu.

“Kita semua berharap para pahlawan pangan ini dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya di HUT ke-79 RI tahun ini,” harapnya.

Inisiatif masyarakat bantu petani

Pada Juli 2024 lalu, saya menemukan gerakan unik dari elemen masyarakat bawah dalam upaya mensejahterakan petani di Indonesia. Yakni yang dilakukan oleh Masjid Nurul Ashri

Masjid di Deresan Sleman tersebut memiliki program borong sayur dari petani langsung karena prihatin harga sayur yang anjlok di pasaran. Misalnya yang pengurus Masjid Nurul Ashri temui, pakcoy yang harusnya dijual dengan harga Rp8 ribu perkilogram anjlok menjadi Rp2 ribu bahkan Rp1 ribu perkilogram .

Saya sempat menulis wawancara panjang dengan Kepala Takmir Masjid Nurul Ashri, Mucharom Nur (54), yang bisa dibaca di sini. Gerakan tersebut memiliki dampak besar karena setelah viral, kini melibatkan banyak masjid dan yayasan di Jogja untuk melakukan hal yang sama.

Masyarakat saja sudah punya kesadaran demikian: berupaya mensejahterakan petani. Maka dari itu, “desakan” dari Bayu agar pemerintah punya program realistis atas kesejahteraan petani harusnya mendapat perhatian serius.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Jeritan Petani di Sedayu yang Anak-anaknya Nggak Mau Mengolah Sawah di Jogja

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sin

Exit mobile version