Pertama Kali Ajak Ibu ke Mall: Takut Malu-maluin Gara-gara Tangga Berjalan, Berakhir Penuh Keharuan

Pertama kali ajak ibu ke pusat perbelanjaan modern (mall) di Surabaya. Haru dan bahagia MOJOK.CO

Ilustrasi - Pertama kali ajak ibu ke pusat perbelanjaan modern (mall) di Surabaya. Haru dan bahagia. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Mall di Surabaya menjadi saksi ketika seorang anak membawa ibunya ke pusat perbelanjaan modern pertama kali. Mall Surabaya lantas merekam, bagaimana seorang ibu takut bakal malu-maluin sang anak, sementara di sisi lain sang anak justru bahagia dan penuh keharuan.

***

Hingga usia paruh baya, mall masih menjadi sesuatu yang amat jauh dari jangkauan Ibu. Dalam bayangan Ibu, mall hanya untuk orang-orang kaya. Karena sudah pasti apa yang tersedia di sana berharga mahal. Alhasil, sepanjang masih bisa belanja pakaian, kebutuhan dapur, dan lain-lain di pasar, maka rasanya sudah cukup di pasar saja. Kira-kira begitulah cara pandang ibu dua narasumber Mojok.

Curi-curi pandang ke keluarga kaya

Nganjuk tidak punya mall. Tak heran jika keluarga Daris sangat tidak akrab dengan mall. Momen pertama kali Daris ke mall baru terjadi ketika dia kuliah di Surabaya, Jawa Timur.

Itu terjadi karena Daris diajak oleh teman-temannya. Untuk jajan, nonton bioskop, atau sekadar “cuci mata”.

Tiap menginjakkan kaki di tangga berjalan mall, dengan pemandangan serba mewah di sekeliling, pandangan Daris justru tak tercuri oleh outlite-outlite branded di setiap lantai. Dia justru kerap curi-curi pandang pada orang-orang yang berlalu-lalang.

“Aku sering membatin, misalnya kalau lihat ada kelompok keluarga, mereka kerjanya apa ya kok bisa leluasa main di mall? Bawa keluarga besar pula,” ujar laki-laki 27 tahun tersebut, Kamis (23/10/2025).

Dari situ Daris berangan-angan, agar suatu saat, kalau dia sudah berduit, dia akan mengajak sang ibu ke salah satu pusat perbelanjaan modern di Surabaya.

Lebih-lebih, kalau menonton televisi dengan adegan orang di mall, sang ibu biasanya juga berbisik: Orang-orang kaya apa pernah ya belanja di pasar tradisional? Daris menangkap keheranan sekaligus keinginan sang ibu agar suatu saat bisa merasakan seperti yang orang-orang kaya rasakan.

Ketakjuban dan impian pada mall

Chamida (22) sedikit berbeda. Sebenarnya keluarganya tidak terlalu jauh dari pusat perbelanjaan modern. Dia tinggal di Trosobo, Sidoarjo. Hanya berjarak sekian menit saja dari Surabaya.

Hanya memang, keluarga Chamida tidak cukup uang untuk menikmati kemewahan mall-mall tersebut.

Keluarga Chamida sebenarnya tahu belaka, sebenarnya tidak akan ada yang melarang kalau misalnya masuk mall hanya sekadar melihat-lihat. Cuma memang ada perasaan malu dan insecure karena harus berjalan di tengah orang-orang kaya.

“Kalau kami sedang di Surabaya, misalnya aku lagi boncengin Ibu, dia pasti agak takjub kalau melihat mall. Timbul pertanyaan: Butuh uang berapa banyak ya buat bisa belanja di sana?” Tutur Chamida.

Dari situ, Chamida jadi punya impian sederhana: Mengajak ibunya masuk mall untuk menjawab tanda tanyanya atas situasi di dalam pusat perbelanjaan modern tersebut.

Kerja keras demi ajak ibu ke mall

Barangkali terdengar sepele. Tapi bagi orang kampung seperti Daris, perlu kerja keras untuk suatu saat mengajak sang ibu ke salah satu mall di Surabaya. Dan itulah yang kemudian Daris lakukan.

Sejak kuliah Daris terbiasa freelance. Dia juga aktif mengikuti magang di beberapa perusahaan swasta di Kota Pahlawan.

Hasilnya, Daris beruntung bisa bekerja bahkan sebelum wisuda. Gaji pokoknya tidak menyentuh UMR memang. Namun, dia masih mengupayakan sambilan lain sebagai desainer grafis lepas.

“Waktu itu aku sengaja ngumpulin duit buat jagani kalau ibu dan adik-adik datang ke wisudaku,” kata Daris.

Sementara Chamida tidak kuliah. Lulus SMK dia langsung bekerja di sebuah pabrik di Sidoarjo. Di awal-awal kerjanya dulu, dia kerap menyisihkan sebagian uang khusus dia peruntukkan menyenangkan sang ibu.

“Awal-awal ya coba belikan emas. Belikan baju. Pernah juga makan di tempat makan yang agak enak,” ungkap Chamida.

Ibu takut malu-maluin hanya karena tangga berjalan

Selepas prosesi wisuda yang serba formalitas, Daris langsung mengajak sang ibu dan dua adiknya ke sebuah mall di Surabaya. Kala taksi online yang mereka naiki menurunkan mereka di depan sebuah mall, ibu Daris sempat menunjukkan raut panik.

“Ris, panggon apa iki (Ris, tempat ap aini)?” Tanya sang ibu. Daris hanya tersenyum sambil menggandeng sang ibu untuk masuk.

Kepanikan tak berhenti di situ. Kala Daris mengajak sang ibu menaiki tangga berjalan, ibu Daris malah berkali-kali bilang “Emoh” dan menjauh dari tangga berjalan tersebut. Alasannya karena ibu takut. Butuh waktu agak lama agar sang ibu mau.

Mengko nek ora iso malah ngisin-ngisini, Ris (Nanti kalau nggak bisa malah malu-maluin, Ris),” ucap si ibu. Daris malah tertawa, sambil menahan rasa sedih di dadanya: Betapa sejak kecil ibunya memang sangat jauh dari kehidupan mewah.

Daris meyakinkan, tidak ada yang malui-maluin. Akhirnya sang ibu mau. Digandeng Daris, sang ibu menaiki tangga berjalan itu sambil agak menahan takut.

Silakan orang lain menatap “ndeso”, saya tak peduli!

Sedari tangga berjalan, lalu makan di sebuah restoran, kemudian belanja kemeja untuk dua adiknya, Daris menyadari kalau ada beberapa orang yang menatap “aneh” keluarga Daris. Seolah ingin mengatakan, “Ndeso”.

Pasalnya, sang ibu dan dua adiknya mengenakan pakaian biasa. Kendati itu sudah dianggap pakaian terbaik bagi mereka. Tingkah ibu dan adik-adik juga kentara sekali sebagai orang yang pertama kali masuk mall.

“Di restoran, saat membalik-balik menu, di store pakaian, tiap lihat harga, ibu mesti berseru kaget karena harganya mahal, ‘Panganan apa ini, Ris, cek larange regane (Makanan apa ini, Ris, kok mahal harganya)’. Tapi kubebaskan, pokoknya bebas makan apa aja. Pokoknya kubelikan,” ujar Daris.

“Aku nggak peduli tatapan-tatapan memicing orang-orang kaya di sana. Memang apa salahnya orang ndeso ke mall,” sambungnya.

Betapa haru Daris karena bisa mengajak sang ibu menikmati mall. Sesuatu yang jauh darinya sejak lama. Ada perasaan bahagia karena bisa membalas menyenangkan sang ibu, setelah sepanjang hidup sang ibu dikorbankan untuk menyenangkan anak-anaknya.

Malu di kerumunan orang kaya, takut-takut tunjukkan rasa senang

Ibu Chamida pun demikian.

Rasanya lucu-lucu haru ketika melihat sang ibu terlihat kagok ketika menginjakkan kaki di sebuah mall Surabaya. Dari gemetar di tangga berjalan sampai seruan-seruan spontan sang ibu kala melihat kilau barang-barang di mall.

“Ibu itu malu, kalau istilah gen z ya insecure lah. Karena isinya orang-orang kaya. Tapi dia juga nggak nutupin kalau dia seneng. Walaupun nunjukinnya sambil takut-takut dianggap katrok,” kata Chamida.

Di momen pertama itu, Chamida hanya mengajak makan sang ibu. Namun, karena sang ibu terlihat sangat menikmati, perasaan Chamida berbunga-bunga.

“Aku nangis karena sepulang dari mall, ibu bilang terima kasih diajak ke mall. Aku bahagia sekali bisa membuat ibu bisa merasakan makan ala orang kaya,” tutur Chamida.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kenorakan-kenorakan Orang yang Pertama Kali ke Jogja, Niat Kelihatan Kalcer tapi “Nggak Mashok!” atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Exit mobile version