Penghasilan Angkringan Orang Klaten di Jogja Tak Sekecil Gerobaknya, Modal Teh Bisa Dapat Cuan 2 Kali UMR

Ilustrasi -Penghasilan Angkringan Orang Klaten di Jogja Tak Sekecil Gerobaknya, Modal Teh Bisa Dapat Cuan 2 Kali UMR (Mojok.co/Ega Fansuri)

Meski terlihat sederhana, penghasilan para penjual angkringan di Jogja ternyata nggak main-main. Kalau sehari saja mereka bisa mengumpulkan laba bersih Rp200 ribu, artinya penghasilan bulanan mereka setara dua kali UMR Jogja.

Jangan bayangkan angkringan yang dimaksud adalah angkringan yang membuka lapak mereka di tempat-tempat wisata seperti Malioboro dan Tugu. Jelas, angkringan di dua tempat itu penghasilannya lebih besar karena harga menunya pun lebih mahal.

Yang dimaksud di sini adalah “angkringan pada umumnya”, yang tersebar nyaris di tepi jalanan Jogja. Bentuknya sangat sederhana, biasanya hanya tersusun atas gerobak, kursi kayu, dan terpal sebagai penutup.

Ada kalanya, mereka menyediakan tikar buat pembeli. Namun, ada kalanya tikar-tikar ini juga tak tersedia. Alhasil, kalau siang panas ya kepanasan. Kalau hujan, pasti basah. Namun, uniknya, angkringan seperti ini tak pernah sepi pembeli.

Kebanyakan, para penjualnya merupakan orang-orang Klaten yang rela nglaju satu jam perjalanan  setiap harinya. Damar (35) adalah salah satunya. Sudah hampir tujuh tahun ia membuka lapak angkringannya di Jalan Gejayan, tepatnya di depan hotel The Manohara dan Plaza UNY.

Sama seperti penjual angkringan asal Klaten kebanyakan, Damar memilih nglaju tiap harinya. Alasannya, selain karena secara jarak tempuh masih bisa ditoleransi, kalau harus ngekos justru bagi mereka itu hanya “buang-buang duit”.

“Ya sekarang begini, Bro. Aku laju sejam Klaten-Jogja 25 ribu udah bisa buat PP. Kadang masih bisa dipakai wara-wiri. Penghasilan sehari udah bisa buat nutup uang bensin 2 mingguan kok,” jelasnya, saat ditemui Mojok Jumat (5/67/2024) malam di lapaknya.

“Ada anak-istri juga di rumah. Masa cuma sini situ aja ngekos,” imbuhnya.

Penghasilan paling besar dari teh

Damar mengaku, dalam sehari ia bisa mengantongi uang rata-rata Rp800 ribu dari berjualan di angkringan. Itu kondisi normal. Kalau ramai, penghasilan angkringan miliknya bisa tembus Rp1 jutaan.

Meski demikian, itu adalah penghasilan kotor. Sebab, banyak menu di angkringannya adalah titipan orang lain. Sama seperti angkringan lain, Damar menjual menu-menu lazim seperti nasi kucing, gorengan, aneka minuman, dan sate-satean.

“Yang dari aku, Bro, itu cuma mie, rokok, sama teh. Sisanya titipan orang,” jelas Damar. “Misalnya, nasi kucing. Ada orang nitip 100 bungkus, dari sana dijual 1.500 itu tak jual 2.000. Jadi misalnya habis, ya 150 ribu ke beliau, aku dapat 50 ribu aja,” lanjut lelaki asal Klaten ini.

Penghasilan Angkringan di Jogja Tak Sekecil Gerobaknya, Modal Teh Bisa Dapat Cuan 2 Kali UMR.MOJOK.CO
Suasana malam di angkringan Pak Heri di Jalan Kusumanegara, Jogja (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Damar menjelaskan, keuntungan paling besar dari berjualan angkringan ada pada tehnya. Dalam sehari, pengeluaran belanjanya buat beli teh ia patok di angka Rp100 ribu. Dari modal tersebut, hasil yang didapat bisa mencapai Rp500 ribuan.

“Ya kan tinggal dikaliin. Kalau satu gelas tak hargai 3 ribu, kalau sehari ada 200 orang yang mesen itu kan udah bisa kelihatan hasilnya. Air juga tinggal ambil di belakang [di Plaza UNY], tapi itu tetap bayar ya ambil airnya.”

Baca halaman selanjutnya…

Cuannya memang menggiurkan, tapi tantangan juga besar.

Jualan di angkringan memang menghasilkan, tapi tantangan juga besar

Dari Rp800 ribu yang rata-rata ia hasilkan tiap harinya, untung bersih yang bisa Damar ambil adalah sebesar Rp150-200 ribu. Sisanya ia putarkan buat modal belanja dan bagi hasil dengan orang-orang yang nitip dagangan.

“Tak sisihin buat sewa gerobak, iuran air, uang bensin, sama potongan lain, Bro. Ya, kalau dihitung sehari bersihnya 150 sampai 200-an lah,” ungkapnya.

Kendati penghasilan angkringan di Jogja amat menjanjikan, Damar mengaku kalau tantangannya juga besar. Terlebih karena dia adalah penglaju Jogja-Klaten.

“Paling kerasa capeknya, Bro. Buka sore pulang tengah malem. Panas kepanasan, hujan ya kehujanan. Belum lagi kalau di rumah masih ada kegiatan di lingkungan, wah, itu capeknya dobel-dobel.”

Tantangan membuka usaha angkringan juga diakui Heri (50), orang Klaten lain yang membuka usaha angkringan di Jalan Kusumanegara, Jogja. Sama seperti Damar, ia juga menyebut “kalau ditelateni, jualan di angkringan bisa buat hidup”. Namun, karena buka malam, risiko jalanan selalu mengintai.

“Alhamdulillahnya kalau saya yang kenapa-kenapa belum pernah ngalamin, Mas,” jelasnya. “Tapi teman-teman dari Klaten lain ya begitu, namanya dunia malam, ada yang rese beli nggak mau bayar. Kalau yang beli gentho-gentho gitu kan ya takut, Mas.”

Total, Heri berjualan angkringan di Jogja sudah lebih dari 15 tahun. Hanya lokasinya saja yang berpindah, karena sempat vakum saat pandemi. Selama itu juga, kewaspadaannya terhadap dunia malam tak pernah ia hilangkan.

“Sering, Mas, lihat yang serem-serem, orang-orang motoran bawa pedang pada kebut-kebutan. Sering doa, Ya Allah, saya cuma mau jualan, semoga yang begituan cuma lewat aja. Kalau pun beli ya jangan bikin rusuh,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Kisah yang Terlupakan, Booming Es Doger di Jogja Berawal dari UGM Seperempat Abad Lalu

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version