Jualan di angkringan memang menghasilkan, tapi tantangan juga besar
Dari Rp800 ribu yang rata-rata ia hasilkan tiap harinya, untung bersih yang bisa Damar ambil adalah sebesar Rp150-200 ribu. Sisanya ia putarkan buat modal belanja dan bagi hasil dengan orang-orang yang nitip dagangan.
“Tak sisihin buat sewa gerobak, iuran air, uang bensin, sama potongan lain, Bro. Ya, kalau dihitung sehari bersihnya 150 sampai 200-an lah,” ungkapnya.
Kendati penghasilan angkringan di Jogja amat menjanjikan, Damar mengaku kalau tantangannya juga besar. Terlebih karena dia adalah penglaju Jogja-Klaten.
“Paling kerasa capeknya, Bro. Buka sore pulang tengah malem. Panas kepanasan, hujan ya kehujanan. Belum lagi kalau di rumah masih ada kegiatan di lingkungan, wah, itu capeknya dobel-dobel.”
Tantangan membuka usaha angkringan juga diakui Heri (50), orang Klaten lain yang membuka usaha angkringan di Jalan Kusumanegara, Jogja. Sama seperti Damar, ia juga menyebut “kalau ditelateni, jualan di angkringan bisa buat hidup”. Namun, karena buka malam, risiko jalanan selalu mengintai.
“Alhamdulillahnya kalau saya yang kenapa-kenapa belum pernah ngalamin, Mas,” jelasnya. “Tapi teman-teman dari Klaten lain ya begitu, namanya dunia malam, ada yang rese beli nggak mau bayar. Kalau yang beli gentho-gentho gitu kan ya takut, Mas.”
Total, Heri berjualan angkringan di Jogja sudah lebih dari 15 tahun. Hanya lokasinya saja yang berpindah, karena sempat vakum saat pandemi. Selama itu juga, kewaspadaannya terhadap dunia malam tak pernah ia hilangkan.
“Sering, Mas, lihat yang serem-serem, orang-orang motoran bawa pedang pada kebut-kebutan. Sering doa, Ya Allah, saya cuma mau jualan, semoga yang begituan cuma lewat aja. Kalau pun beli ya jangan bikin rusuh,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Kisah yang Terlupakan, Booming Es Doger di Jogja Berawal dari UGM Seperempat Abad Lalu
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News