Panduan Menjadi Perokok Santun di Kawasan Bebas Rokok (KTR) Malioboro Biar Nggak Didenda Rp7,5 Juta

Ilustrasi - Panduan Menjadi Perokok Santun di Kawasan Bebas Rokok (KTR) Malioboro Biar Nggak Didenda Rp7,5 Juta (Mojok.co/Ega Fansuri)

Malioboro sah menjadi kawasan tanpa rokok alias KTR. Merokok sembarangan bisa kena denda Rp7,5 juta. Namun, kalian masih bisa menjadi perokok santun di Malioboro dengan mengikuti panduan ini.

Merujuk Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Pemkot Jogja mengatur kawasan-kawasan tertentu yang dilarang untuk merokok. Antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, tempat bermain anak, tempat ibadah, transportasi umum, lingkungan kerja, tempat umum, serta lokasi-lokasi lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah–termasuk Malioboro.

“Tempat-tempat umum sering kali dihadiri kelompok rentan,” kata Kepala Seksi Promosi Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Jogja, Arumi Wulansari, menjelaskan tujuan dari Perda yang mulai berlaku 2018 lalu ini.

“Ketika ada satu orang merokok di tempat itu, maka asapnya berpotensi mengganggu orang di sekitarnya. Perda KTR ini tidak melarang orang merokok, tetapi mengatur agar mereka merokok di tempat yang disediakan,” imbuhnya.

KTR Malioboro.MOJOK.CO
Jalan Malioboro di malam hari setelah hujan. Ia kini menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Malioboro. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Seperti dikatakan Arumi, Perda ini tak sepenuhnya melarang pengnjung untuk merokok. Pemkot Jogja juga tetap mewadahi orang-orang yang ingin merokok dengan menyediakan smoking area di tiga titik. 

Tiga titik ini berada di Taman Parkir Abu Bakar Ali, area utara Plaza Malioboro, serta Lantai 2 Pasar Beringharjo.

Masih banyak orang yang bingung karena minimnya sosialisasi

Reporter Mojok mengunjungi tiga titik smoking area di Malioboro pada Rabu (19/2/2025) siang. Tujuannya untuk melihat secara langsung “penampakan” dari kawasan yang diizinkan untuk merokok ini.

Sayangnya, dalam kunjungan ini, reporter Mojok masih kerap menjumpai orang-orang yang merokok sembarangan. Paling banyak berada di kursi-kursi depan kantor DPRD DIY dan teras Plaza Malioboro. Sisanya menyebar di sejumlah titik, terutama di persimpangan Jalan Pabringan, Jalan Suryatmajan, dan Jalan Remujung.

“Nggak tahu kalau di sini itu masuk kawasan dilarang merokok, Mas,” kata Erliando, salah satu wisatawan yang “kegep” sedang merokok di kursi-kursi depan Plaza Malioboro.

Erliando berdalih tak ada sign atau penanda yang menujukkan kawasan tersebut dilarang buat merokok. Sebelum membakar kreteknya, ia sempat memantau sekitar dan setelah mengetahui banyak orang lain juga ngepul, maka ia tak ragu ikutan merokok.

“Karena ada banyak orang di sini yang juga merokok, saya ikutan,” sambungnya. Reporter Mojok mencatat, di dekat Erliando, ada enam orang lain yang juga merokok.

Masih kurangnya ketegasan

Perokok lain, Bima, juga berdalih tak ada pihak yang menegurnya selama ia merokok di kawasan Malioboro. Reporter Mojok menemui wisatawan ini saat sedang klepas-klepus di depan Pasar Sore bersama rombongannya. 

Ada banyak orang lain yang merokok di sana, termasuk beberapa pedagang.

“Soalnya bapak itu juga merokok, Mas,” ujarnya sambil menunjuk bapak-bapak berseragam hitam–terlihat seperti petugas penjaga ketertiban dan keamanan Malioboro. “Saya pikir boleh dong, Mas. Mereka juga nggak negur kok,” dalihnya.

Ketika saya memberitahunya bahwa di Malioboro ada tiga titik smoking area, ia mengaku dengan senang hati akan merokok di sana. Masalahnya, kata dia, sign penunjuk arah ke smoking area tak satupun ia jumpai selama kunjungannya ke Malioboro siang itu.

“Kalau ada (smoking area) kami mending merokok di sana, Mas. Tapi kami nggak tahu kalau ada. Nggak ada teguran juga selama kami merokok di sini.”

Syahdunya Jalan Malioboro yang kini menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). (Mojok.co)

Sepanjang 2024 kemarin, Satpol PP mencatat ada 4.158 pelanggar yang merokok sembarangan di kawasan Malioboro. Dari jumlah tersebut, hanya 36 orang merupakan warga lokal Jogja. Sisanya adalah wisatawan luar daerah seperti Erliando, Bima, dan temannya yang tak mengetahui soal larangan itu.

Sekitar pukul 13.30 WIB, hujan deras mengguyur Malioboro. Reporter Mojok pun memutuskan berteduh ke dalam Pasar Beringharjo sekaligus “menjajal” smoking area di sana.

Ketika memasuki area dalam, cukup sulit buat menemukan area bebas merokok tersebut karena tak adanya penanda yang jelas. Setelah bertanya kepada petugas penjaga, dijelaskan bahwa ada dua smoking area di Pasar Beringharjo: di sayap utara, tepat berada di depan musala dan sayap selatan dekat jembatan.

Smoking area di Malioboro terlalu sedikit dan kurang proper

Sayangnya, ketika reporter Mojok mendatangi smoking area di sebelah utara, tempatnya kurang nyaman. Sekilas cuma seperti lorong dengan kursi tunggu besi berkapasitas empat orang, dan kursi kayu panjang.

Tak ada asbak, sehingga puntung rokok bertebaran di lantai.

“Sebenarnya di sini bukan area merokok, Mas,” kata seorang cleaning service yang tengah merokok di sana. “Cuma karena di sini nggak kena AC, sering dipakai ngerokok. Yang smoking area lebih bagus di sana,” sambil menunjuk ke arah selatan.

Saya pun mendatangi smoking area di sebelah selatan, dekat jembatan. Lokasinya lebih luas, banyak kursi disediakan, dan ada colokan listrik bagi yang ingin meng-charge baterai ponsel. Namun, tak ada asbak. Sebagian orang memanfaatkan botol minuman yang mereka bawa sebagai tempat cecekan puntung rokok.

Setidaknya, smoking area di Pasar Beringharjo masih lebih bersih dan lebih luas ketimbang di Parkiran Abu Bakar Ali. Sementara smoking area di utara Plaza Malioboro tak bisa saya temukan. Beberapa petugas, pedagang, dan tukang becak yang saya tanyai mengaku tak tahu.

Potret smoking area di kawasan tanpa rokok Malioboro. Letaknya di sayap selatan Pasar Beringharjo. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Komunitas Kretek (Komtek) sendiri sebenarnya menyambut baik upaya Pemkot Jogja membuat smoking area di KTR Malioboro. Sebab, bagi Komtek, perokok memang harus santun: berbagi udara dengan orang lain dengan tidak merokok di tempat yang dilarang.

Sayangnya, menurut Juru Bicara Komtek, Rizky Benang (24), smoking area di Malioboro masih kurang proper. Sama seperti temuan reporter Mojok, kebersihan menjadi concern utama.

“Beberapa smoking area ada di dekat WC, jadinya pesing. Ada juga yang dekat tong sampah,” kata Benang saat Mojok hubungi Rabu (19/2/2025) sore.

Evaluasi untuk pengelola KTR Malioboro

Benang pun mendesak agar pengelola membenahi smoking area di KTR Malioboro. Sebab, menurut riset timnya, sebenarnya ada banyak perokok yang tak ingin merokok sembarangan. Namun, ketidaktahuan mereka akan larangan serta lokasi titik-titik smoking area menjadi penghambatnya.

“Sekalinya ada smoking area, tempatnya pun tidak layak,” tegasnya.

Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Jogja, Dodi Kurnianto, menjelaskan pihaknya terus melakukan pengawasan atas peraturan ini. Menurutnya, setiap hari setidaknya ada 2-3 regu Satpol PP Jogja yang turun ke Malioboro untuk mencari orang-orang yang merokok sembarangan.

“Berdasarkan pengalaman empat tahun ini, ada penurunan pelanggar khususnya yang warga lokal. Sementara wisatawan memang banyak yang mengaku baru mengetahui aturan tersebut,” ujarnya saat dihubungi Mojok, Rabu (26/2/2025).

Oleh karena itu, lanjut Dodi, dalam hal penanganan pun Satpol PP Jogja punya cara khusus. Menurutnya, pihaknya bakal memberikan teguran lisan kepada perokok di KTR Malioboro. Jika nantinya masih terlihat merokok lagi, bakal diberikan Kartu Kuning.

Menurut Perda Nomor 2 Tahun 2017, Kartu Kuning merupakan sistem pencatatan bagi mereka yang melanggar aturan larangan merokok tersebut. 

“Kalau kembali melanggar, kami baru berikan sanksi (pidana atau denda Rp7,5 juta),” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Bertahun-tahun Menyusuri Malioboro dengan Kursi Roda, Kisah Bapak Difabel Berjuang Sendirian untuk Anak Semata Wayang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version