Warga Desa Sebetulnya Miris dengan Mahasiswa KKN: Nggak Menghargai Waktu dan Kerja Asal-asalan, Cuma Merugikan

anggota karang taruna lebih baik daripada mahasiswa KKN saat 17 Agustus. MOJOK.CO

ilustrasi - warga desa nggak butuh mahasiswa KKN saat 17 Agustus. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Kuliah Kerja Nyata (KKN) seharusnya jadi program yang menguntungkan bagi warga desa terutama untuk membantu acara 17 Agustus. Sayangnya, kehadiran mahasiswa KKN tak selalu menggembirakan. Salah satu warga di Jawa Tengah ini mengaku jengkel karena ketidaksiapan mahasiswa KKN di lapangan daripada anggota karang taruna.

***

Jelang acara 17 Agustus kemarin, kelompok mahasiswa KKN masih ada yang turun ke lapangan. Entah sekadar ikut meramaikan acara HUT RI ke-80 atau memang melaksanakan lomba yang menjadi program internal mereka. 

Namun, dari dua pilihan di atas, kelompok mahasiswa KKN di desa Ruri (45) tidak begitu. Mereka sama sekali tidak ingin terlibat dalam kegiatan 17 Agustus. Alih-alih membantu, mereka malah sibuk dengan program kerjanya yang tak bermutu.

Sebetulnya, Ruri tidak masalah jika mahasiswa KKN tersebut tidak ingin membantu acara 17 Agustus. Toh, di desanya di Jawa Tengah masih banyak anggota karang tarunanya yang mumpuni. Pendidikannya juga tak kalah, ada yang sudah sarjana bahkan sedang menempuh S2. 

Ruri dan warga desa pun biasa saja. Malah ikut mendukung program mahasiswa KKN di luar kegiatan 17 Agustus. Sebagai orang yang pernah menduduki bangku kuliah, beberapa warga pun turut empati. Barangkali mereka punya target khusus dari kampus.

Namun, bentuk dukungan itu berubah jadi kejengkelan saat mahasiswa KKN mengadakan program asal-asalan. Warga merasa tak diindahkan dan disepelakan.

Mahasiswa KKN tak menghargai waktu

Ruri bercerita jika mahasiswa KKN di desanya Jawa Tengah sedang mengadakan program yang kegiatannya full presentasi. Mereka mengundang anggota karang taruna, ibu-ibu PKK termasuk Ruri, hingga perangkat desa lainnya seperti RT/RW.

Warga pun tiba tepat waktu sesuai dengan jam yang tertera di undangan. Namun, hampir setengah jam menunggu, mahasiswa KKN yang membuat acara tak kunjung hadir. Salah satu anggota karang taruna sekaligus anak Ruri mulai gusar, karena mereka juga ada agenda rapat untuk 17 Agustus. 

Sementara, mereka sudah tiba duluan dari jam yang ditentukan. Beberapa menit kemudian usai Ruri dan anaknya membatin, 1-2 orang mahasiswa akhirnya datang. Tak tega melihat mereka kelimpungan melakukan persiapan, anggota karang taruna pun ikut membantu.

“Setengah jam kemudian, barulah mahasiswa KKN tersebut melakukan presentasi,” kata Ruri saat dihubungi Mojok, Senin (18/8/2025).

Presentasi asal-asalan

Namun, yang lebih menjengkelkan dari keterlambatan tadi adalah cara mahasiswa KKN tersebut presentasi. Dari gelagat yang ditangkap Ruri, mereka tidak benar-benar menyiapkan materi. Kemampuan komunikasi mereka di depan umum juga berantakan.

“Bahkan mereka saling tunjuk-tunjukan seperti nggak mau presentasi. Ada juga yang presentasi sambil cengengesan. Anakku sampai bilang ‘mereka yang presentasi tapi kami yang malu’,” kata Ruri.

Baca Halaman Selanjutnya

Warga desa kesal, waktu terbuang sia-sia

Alhasil, Ruri dan warga desa yang hadir merasa tak mendapatkan apa-apa. Waktu mereka terbuang sia-sia. Saat bertemu dengan adiknya, Ruri menceritakan masalah tersebut. Ndilalah, cerita Ruri itu valid. Tak hanya dialami oleh warga di desanya.

Adik Ruri bercerita, ada juga kelompok mahasiswa lain yang sedang KKN di sekitar tempat tinggalnya Jawa Tengah. Suatu hari, mereka mengadakan presentasi tentang gizi kepada ibu-ibu PKK, termasuk adik Ruri.

Dalam sesi itu, mereka tak hanya menjelaskan materi tapi juga melakukan praktik memasak seperti membuat nugget tempe. Namun, adik Ruri merasa kecewa karena dalam prosesnya mereka terlihat seperti orang yang baru pertama kali belajar.

“Waktu presentasi mereka cenderung membaca bahkan sambil melihat Youtube. Waktu sesi menggoreng, malah nggak ada yang mau. Ujung-ujungnya ibu-ibu yang ngerampungke. Ya nggoreng, ya beresin. Anak-anak itu cuman ketawa, padahal kami sebetulnya sebal,” tutur adik Ruri.

Tak paham etika dasar

Obrolan itu terus berlanjut hingga keduanya merasa miris. Bagaimana tidak, Ruri dan adiknya juga pernah menjalani KKN, tapi setidaknya mereka punya kemauan untuk melakukan program dengan niat. 

“Kesal sebetulnya, tapi kan kasihan. Wong kami dulu juga pernah KKN, tapi ya nggak seperti ini banget,” kata adik Ruri.

Keduanya pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Kalau kualitas mahasiswa KKN saja seperti ini, kata Ruri, bagaimana saat mereka lulus dan terjun di masyarakat? Menurut Ruri, persoalan mahasiswa KKN yang tidak bisa masak lebih dari itu.

“Ini masalah persiapan dan menghargai orang lain yang juga sudah menghargai mereka. Lalu masalah manajemen waktu dan masalah etika dasar,” ucap Ruri.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Derita Mahasiswa KKN di Desa Sound Horeg: “Dipaksa Jadi Jamet” buat Karnaval, Kalau Nolak Bisa Diusir atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version