Pengalaman Naik Bus Malam: Laptop Berisi Skripsi Digondol Maling, Ganti Rugi Tak Seberapa tapi Mimpi Jadi Sarjana Harus Tertunda

Bus luragung jaya.MOJOK.CO

Ilustrasi - Bus sensasi naik bus (Ega Fansuri/Mojok.co)

Naik bus malam berujung apes. Niat hati ingin menikmati perjalanan sambil tidur nyenyak, malah tas digondol maling. Sialnya lagi, tas tersebut berisi laptop yang di dalamnya terdapat file skripsi yang nyaris rampung dikerjakan.

***

Tiga tahun silam, sekitar akhir 2022, seharusnya jadi momen menggembirakan bagi Laras (26). Setelah delapan semester menjalani perkuliahan di salah satu kampus di Jawa Timur, aroma toga wisuda sudah tercium.

Skripsinya sudah di Bab 4, semua data-data wawancara dan observasi lapangan, juga tersimpan rapi di dalam laptop kesayangan. Tinggal sentuhan akhir, dan gelar sarjana akan dalam genggaman.

Sialnya, pada malam itu, rencananya hancur seketika. Laptopnya digondol maling di dalam bus. Imbas yang ia rasakan tak sekadar kehilangan barang berharga, tapi nyaris merenggut masa depannya.

“Rasanya hancur, Mas,” tutur Laras, bercerita ke Mojok dengan nada getir, Jumat (18/7/2025) siang.

“Laptop itu kan isinya skripsi, tapi raib sudah. Rasanya lemes banget, nyawaku kayak udah sampai leher itu.”

Kenyamanan bus malam yang membawa malapetaka

Malam itu, Laras memutuskan pulang kampung ke Jawa Barat. Rencananya, selama dua minggu ia ingin berada di rumah agar lebih fokus mengerjakan skripsi. Toh, data-data yang diperlukan sudah di tangan.

Seperti biasanya, ia memilih pulkam menggunakan bus malam agar bisa terlelap selama perjalanan. Berangkat dari Jawa Timur sekitar pukul sembilan malam, dengan estimasi sampai tujuan saat subuh.

“Sebelum berangkat, bayanganku itu cuma tidur nyenyak di kursi bus yang remang. Bangun-bangun dijemput bapak, sampai rumah langsung sarapan sama masakan ibu,” ujarnya. 

Malam itu, suara mesin diesel bus mengiringinya terlelap. Suasana bus malam yang sepi, ditambah efek kantuk dari obat anti mabuk yang ia konsumsi, berhasil meninabobokannya.

Laras melihat penumpang lain juga terlelap dalam posisi masing-masing. Sementara lampu mulai meredup, diikuti tembang kenangan khas bus malam, Laras membiarkan dirinya terlelap dengan tas punggung berisi laptop terletak di antara kakinya.

Laptop raib di bus malam saat sebentar lagi tiba di tujuan

Sesekali Laras terbangun untuk melihat jam dan meraba posisi tasnya. Sekadar memastikan kalau semuanya masih baik-baik saja. Ketika bus setengah jam lagi tiba di tujuan akhirnya, ia memutuskan untuk bangun buat mengabari orang tua dan scroll-scroll medsos.

Namun, ketika ia refleks meraba tas di bawah kakinya, jantungnya sontak berdebar kencang. Tas itu terasa aneh, lebih ringan dari biasanya. Dengan sigap, Laras membuka resleting tasnya. 

Ia bercerita, darahnya serasa berdesir dingin. Napasnya juga tercekat. Ia masih tak percaya dengan apa yang ia alami: laptopnya telah raib!

“Aku cuma bisa bengong, Mas. Mau teriak malu kalau jadi pusat perhatian di bus,” ungkapnya.

Dengan kaki lemasnya, Laras memilih beranjak ke kondektur bus untuk menceritakan apa yang ia alami secara empat mata. Sayangnya, respons awal kru bus tak secepat dan sepeduli yang ia harapkan. Yang ada, ia malah disalah-salahkan.

“Dibilangnya jangan-jangan aku nggak bawa laptop, ditinggal di kos, gitu-gitu. Pokoknya kru belum sepenuhnya percaya. Apalagi bus malam itu juga nggak dilengkapi CCTV, Mas. Berat!”

Baca halaman selanjutnya…

Usaha mencari keadilan malah dibikin ribet sama PO. Beasiswa kuliah pun terancam.

Ganti rugi tak seberapa, masih diminta agar tak diviralkan

Merasa hidup dan matinya ada di daam tas yang hilang, Laras pun berusaha menuntut keadilan ke bus malam yang terkait. Sialnya, proses pelaporan ke pihak PO ternyata jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan. Ia bercerita kudu bolak-balik datang ke kantor PO dan memberikan keterangan berulang kali. 

“Mereka berulang kali bilang itu bukan tanggung jawab perusahaan, karena barang bawaan pribadi ada di dalam kabin dan itu risiko penumpang,” ujar Laras, mengenang argumen PO yang membuatnya geram. 

“Padahal, aku sudah jaga baik-baik. Ini jelas pencurian di dalam armada, dan itu tanggung jawab mereka.”

Tidak menyerah, Laras terus mendesak dan mencari tahu hak-haknya sebagai konsumen. Dengan bantuan keluarga dan teman, ia terus menekan PO. Setelah melalui drama panjang dan negosiasi alot yang menguras tenaga dan emosi, akhirnya pihak PO bersedia memberikan ganti rugi. Meskipun, nilainya justru memicu rasa kecewa yang lebih dalam.

“Uang ganti ruginya itu, Mas, jauh sekali di bawah harga laptop yang hilang,” ujarnya. “Jujur, untuk beli laptop baru dengan spek sama saja nggak cukup,” imbuhnya.

Pahitnya lagi, pihak PO meminta agar kejadian ini tidak diviralkan ke media sosial. Sebuah permintaan yang membuat Laras makin merasa geram.

Beasiswa amblas, kuliah pun jadi molor

Kerugian materi memang menyakitkan. Namun, bagi Laras, dampak terparahnya adalah pada proses skripsinya; yang awalnya sedikit lagi rampung, kini ia harus memulai lagi nyaris dari nol.

“Wawancara dengan narasumber harus diulang, observasi lapangan yang sudah dilakukan berhari-hari juga harus dikerjakan lagi,” ungkapnya. “Untungnya dosen pembimbing sangat membantuku sepanjang proses pengerjaan skripsi. Beliau begitu memahami kondisiku.”

Gara-gara skripsinya ngulang, Laras pun harus molor satu semester dari jadwal kelulusan seharusnya. Ini berarti, jatah beasiswa delapan semesternya hangus dan kudu membayar sendiri biaya kuliahnya di semester kesembilan. 

“Meskipun bayarnya nggak terlalu besar, tapi kan seharusnya aku nggak perlu mengeluarkan uang sama sekali,” keluhnya.

“Sampai sekarang, kalau mau naik bus malam, aku masih was-was. Trauma. Apalagi sama si armada bus itu yang bener-bener nggak ada empati.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Rosalia Indah Menjual Kemewahan, Bukan Rasa Aman. Sementara Agra Mas Sebaliknya, Fasilitas Sederhana tapi Keamanan Juara atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version