Bahkan, menurut Adrian, bermodal aplikasi PMM saja guru bisa mendapat materi yang setara dengan Guru Penggerak. Asal mendalaminya dengan serius dan tuntas keseluruhan materi.
“Menurut saya guru diberi materi PMM tanpa bimbingan dan anggaran saja, kalau rajin, justru kualitasnya lebih dari yang penggerak. Ini proyek bagus tapi nggak semua SDM di bawah siap,” katanya.
Selain itu, buatnya Guru Penggerak lebih cocok jadi semacam tes buat para guru yang hendak menapaki karir menjadi kepala sekolah atau pengawas. Sebab, saat ini syaratnya memang mengantongi sertifikat program tersebut.
Bedanya ada di sesi coaching dan diskusi dengan banyak guru
Narasumber Mojok lainnya, Amar (41) punya anggapan berbeda. Baginya, hal yang membuat program Guru Penggerak menarik bukan sekadar di materinya semata. Lebih lanjut, ada banyak kesempatan bertukar pikiran dengan guru dari berbagai latar belakang.
Peserta program tersebut akan melakukan sesi bersama fasilitator. Selain itu, peserta menjalani sesi lokakarya bersama guru lain di daerahnya.
“Di sesi lokakarya ini kami bisa saling berbagi program yang sudah terlaksana di sekolah masing-masing. Menarik sih buat saya,” ungkap Amar
Salah satu hal menarik lainnya adalah ketika peserta Guru Penggerak dapat menjalani coaching dengan guru lain. Amar belajar banyak caranya memfasilitasi rekannya yang mengalami permasalahan di kelas.
“Dalam coaching ini ada istilahnya alur TIRTA yaitu tujuan, identitas, intentifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab,” paparnya.
Proses belajar dan diskusi inilah yang membuat Guru Penggerak bagi sebagian guru tetap menarik dan membawa banyak manfaat. Tidak terbatas pada materi-materi tertulis atau audio visual yang bisa dipelajari secara mandiri.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News