Perjuangan calon mahasiswa dan orang tua yang setia mendampingi hadir di UGM selama masa UTBK. Seperti sepasang suami istri dari Tangerang Selatan yang menemani anaknya bontotnya. Ternyata, mereka baru pertama kali ke Jogja di usia yang sudah 50 tahunan.
***
Sesi UTBK sedang berlangsung saat saya tiba di kawasan sekitar Perpustakaan UGM, Kamis (2/5/2024) sekitar jam setengah 10 pagi. Deretan kursi dan gazebo yang berada di bawah rindang pepohonan tampak penuh ditempati orang-orang tua atau kerabat yang mendampingi peserta tes.
UTBK gelombang pertama berlangsung pada 30 April dan 2-7 Mei. Di Jogja, tempat pelaksanaan tes ada di UGM, UNY, dan ISI.
Tahun lalu, saat menyambangi pelaksaan tes yang sama saya menemukan berbagai kisah ketulusan orang tua menemani anaknya yang sedang mengejar mimpinya masuk perguruan tinggi impian. Dulu, ada orang tua jauh dari Ngawi ke Jogja.
Kini, mata saya berpendar ke berbagai arah untuk mengamati para pendamping yang sedang menunggu anaknya dan menemukan sepasang suami istri yang menarik perhatian saya. Ketimbang para pendamping lain, mereka berdua yang duduk di gazebo tampak membawa banyak sekali barang bawaan. Ada dua tas besar beserta beberapa kantong bekal dan belanjaan.
Saya lantas menghampiri mereka berdua yang ternyata jauh-jauh datang dari Ciputat, Tangerang Selatan. Sepasang suami istri ini bernama Indra (55) dan Wiwi (53), yang menemani anak bontotnya yang ingin masuk Jurusan Sastra Indonesia UGM.
Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud saya, tiba-tiba Indra berujar, “Ini pertama kalinya kami ke Jogja,” katanya.
Saya lantas mengeluarkan ekspresi ragu. Indra lalu mengulurkan tangannya untuk salaman. Tanda kesungguhan pernyataan yang ia lontarkan.
Lama ingin ke Jogja, baru kesampaian saat menemani anaknya UTBK
Ketiganya berangkat menggunakan kereta pada Selasa (30/4/2024) pukul 11 malam. Sampai di Jogja jam 7 pagi.
“Setelah itu kami langsung ke UGM buat survei lokasi tes-nya. Biar lega,” kata Indra.
Mereka datang dari Tangerang Selatan bahkan tanpa mempersiapkan penginapan. Sesampainya di Jogja, baru Indra menghubungi salah satu temannya yang tinggal di Sleman.
“Pokoknya nekat aja lah. Dia tanya nginap di mana, saya bilang belum cari, akhirnya kami ditawari untuk bermalam di rumah mereka,” ujarnya.
Jika tidak ditawari temannya, Indra mengaku bisa mencari tempat mana saja untuk sekadar bermalam. Bisa masjid atau tempat lain yang terjangkau.
“Dari dulu ya penasaran tentang UGM dan ke Jogja. Pengin kuliah di sini lah pasti dulu tapi nggak bisa. Ya semoga rezekinya anak saya,” timpal Wiwi.
Mereka mengaku mengupayakan yang terbaik untuk anak perempuan yang hari itu UTBK di UGM. Dua kakaknya, dulu memang sempat kuliah, tapi tidak di kampus yang mereka impikan karena harus studi sambil bekerja.
Baca halaman selanjutnya…
Sempat ragukan anak kuliah Jurusan Sastra Indonesia, tapi melihatnya giat belajar jadi luluh
Sempat ragu dengan Jurusan Sastra Indonesia UGM
Wiwi berprinsip mendukung apa pun pilihan yang anaknya inginkan. Termasuk saat memilih jurusan kuliah. Meski, kedua orang tua ini mengakui awalnya ragu dengan jurusan pilihan anaknya.
“Dulu ya sempat tanya, apa sih nanti belajarnya kalau ambil Sastra Indonesia? Kan sudah bisa bahasa Indonesia,” kata Tiwi tertawa.
Namun, ia memang memperhatikan bahwa anaknya selama sekolah gemar dengan pelajaran bahasa Indonesia. Ia mengaku belum tahu bagaimana prospek kerja jurusan ini sehingga kami malah jadi berdiskusi tentang peluang kariernya selepas lulus.
Indra lantas menjelaskan bahwa anaknya benar-benar mantap mengambil jurusan itu. Pilihan pertama di UGM dan kedua di UNS. Dua-duanya di Sastra Indonesia.
“Anak ini emang, saya kira pilihan keduanya mau yang deket rumah, ternyata malah di Solo,” kata Indra tertawa.
Selepas anaknya selesai tes, Indra dan Wiwi hendak langsung pulang ke Tangerang Selatan. Indra berujar bahwa hanya cuti hingga besok. Sehingga, ingin segera pulang untuk istirahat meski sebenarnya masih ingin menjelajahi lebih banyak tempat wisata di Jogja. Tak heran jika barang bawaannya sudah mereka bawa langsung saat menemani anak tes.
“Kemarin baru sempat ke Malioboro. Katanya orang di sana yang bagus ya di Kaliurang. Ya tapi belum sempat juga karena waktunya mepet,” kata Indra.
Berharap bisa lebih sering ke Jogja
Bagi mereka, Malioboro memang sekedar jalan biasa. Namun, karena seumur-umur baru pernah ke Jogja, rasa penasaran lama itu ingin mereka tebus.
Mereka berharap, bisa kembali mengunjungi daerah ini lain waktu. Tentu, kemungkinannya semakin besar ketika anaknya lolos di UGM.
“Masih ada jalur ujian mandiri, tapi semoga ya langsung lolos pas UTBK. Saya merasa, ini kampusnya enak, adem gitu suasananya,” kata Wiwi.
Indra lantas bertanya-tanya tentang sejumlah destinasi wisata menarik di Jogja. Mereka ingin ke Borobudur, tapi saya jelaskan kalau itu di Magelang.
“Oh yang di Jogja itu Prambanan ya,” kelakarnya.
Anak mereka adalah satu dari sekitar 785.058 peserta lain yang bertarung di UTBK 2024 demi bisa lolos ke kampus impian. UGM jadi salah satu tujuan utama para mahasiswa.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News