Buah Kepel, “Buah Keramat” di Kraton Jogja yang Kaya Khasiat tapi Kini Hanya Jadi Hikayat

ilustrasi - pohon kepel, tanaman istimewa keraton Yogyakarta. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Untuk pertama kalinya, saya melihat buah segenggaman tangan yang bentuk dan warnanya mirip seperti sawo, tapi bukan sawo. Konon buah ini kaya akan manfaat dan menjadi favorit putri Kraton Jogja. Sayangnya, buah bernama kepel ini kian dilupakan oleh warga.

***

Sejumlah pengrajin besek mengunjungi kediaman Parmila, istri dari Bupati Sleman Harda Kiswaya, di Sleman, Jumat (22/11/2024). 

Mereka membawa buah-buahan sebagai teman bercengkrama, seperti rambutan, pisang, dan buah berwarna coklat kekuningan yang baru pertama saya lihat. Dari bentuknya mirip dengan sawo.

Salah satu pengrajin bernama Jayanti memberikannya satu untuk saya. Saya pun menerimanya sambil membolak-balikkan buah tersebut. Melihat gerak-gerik saya yang penasaran, Jayanti menjelaskan kalau itu buah dari pohon kepel.

“Ini buah langka Mbak, tapi di kampung kami masih ada pohonnya,” ujarnya.

Buah Kepel, “Buah Keramat” di Kraton Jogja yang Kaya Khasiat tapi Kini Hanya Jadi Hikayat. MOJOK.CO
Pohon Kepel di Desa Klepu, Sendangmulyo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Saat saya memakan buah yang rasanya manis tersebut, Jayanti memberitahu kalau ia dan teman-temannya tinggal di Desa Klepu, Sendangmulyo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia menjelaskan, meski sering tumbuh dan berbuah di daerahnya, penduduk setempat tidak membudidayakannya, apalagi menjual buah tersebut.

Konon, buah itu hanya ditanam di lingkungan Kraton Jogja, sehingga rakyat tidak berani menanamnya. Baru-baru ini, Sultan Hamengkubuwono X (HB X) membudidayakannya kembali di Nawang Jagad, Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kepel, pohon langka untuk putri Kraton Jogja

Menurut penelitian Melisnawati H. Angio dan Elok Rifqi Firdiana dari BRIN (2021), kepel dianggap pohon keramat di kalangan Kraton Jogja. Konon, raja hanya memperbolehkan agar pohon kepel ditanam di halaman keraton dan rumah para pejabat tinggi setingkat adipati. Sehingga, rakyat tidak berani menanamnya di pekarangan rumah karena takut terkena bala. 

Akhirnya, pohon kepel menjadi langka, khususnya di Pulau Jawa.

Zaman dulu, buah kepel dipercaya memiliki khasiat di bidang kecantikan, sehingga kerap dipakai oleh para putri keraton untuk luluran. Dengan begitu, kulitnya bisa halus dan harum. Berdasarkan penelitian Melisnawati H. Angio dan Elok Rifqi Firdiana di atas, buah kepel dapat menetralisir bau tak sedap pada keringat, urin, dan napas.

Bagi Kraton Jogja, tanaman kepel memiliki nilai adiluhung yang artinya kesatuan dan keutuhan mental-fisik, karena ringan seperti tangan yang terkepal. Serta, manunggaling sedya kaliyan gegayuhan yang berarti bersatunya niat dengan kerja. Karena itu, Daerah Istimewa Yogyakarta sampai menetapkannya sebagai tanaman identitas DIY melalui SK Gubernur Kepala DIY No. 385/KPTS/1992 tentang Penetapan Flora dan Fauna Provinsi DIY.

Buahnya nggak laku, tapi….

Baca halaman selanjutnya

Buahnya nggak terlalu laku, tapi banyak khasiat

Jayanti, warga di Desa Klepu yang memiliki pohon kepel di lahan rumahnya mengatakan, tidak pernah menjual buah tersebut meski rasanya manis. Sebagian warga, kata dia, menilai jika tanaman itu kurang menarik dari segi ekonomi, karena daging buahnya tipis dan sebagian besar isinya adalah biji.

“Nggak laku Mbak, kalau dijual di sini atau di pasar-pasar. Bijinya besar-besar,” kata dia. 

Sri Sultan Hamengkubuwono X menanam pohon kepel di Nawang Jagad, Kaliurang. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Namun, kapel sangat bermanfaat untuk pengobatan tradisional. Selain bagus untuk produk kecantikan, kapel juga digunakan sebagai obat kontrasepsi. Sebuah penelitian berjudul “Anti-implantation Activity of Kepel (Stelechocarpus burahol) Pulp Ethanol Extract in Female Mice membuktikan bahwa buah kepel dapat menyebabkan kematian janin secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.

Merujuk pada laman resmi Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, daging buah kepel punya khasiat memperlancar buang air kecil sehingga mencegah inflamasi ginjal. Selain itu, daunnya bisa dimanfaatkan untuk mengurangi asam urat dan menurunkan kadar kolesterol.

“Fakta lainnya adalah akar, biji, dan buahnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol yang sangat bermanfaat bagi tubuh,” ucap Duta Museum DIY untuk Museum Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Adi Guzali dikutip Senin (3/2/2025).

“Saat ini buah kepel dikenal sebagai obat herbal untuk membersihkan darah, serta menguatkan liver, paru-paru hingga ginjal,” lanjutnya.

Ditanam Kraton Jogja untuk menghadapi krisis air

Lokasi penanaman 100 pohon langka di Nawang Jagad, Kaliurang. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Baru-baru ini, pohon kepel dibudidayakan kembali oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bersama tamu undangannya, yakni para perwakilan Pengurus Pusat Organisasi Pemuda Lintas Agama, Sultan HB X mengadakan acara menanam 100 pohon langka guna mengatasi krisis air di Jogja.

Dari 100 pohon tersebut, ada tiga jenis tumbuhan yang ditanam yakni pohon Pronojiwo, Sawo Kecil, dan Kepel. Pohon-pohon itu ditanam di Nawang Jagad, Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin (20/1/2025).

Ketiga pohon tersebut sebagai simbol kesuburan dan warisan budaya. Pohon Pronojiwo mempunyai filosofis sebagai pelindung jiwa, keteguhan, ketahanan, kehidupan, harapan, dan harmoni. Sedangkan pohon sawo kecil memiliki makna filosofis yakni kesucian dan kebijaksanaan. Juga sebagai simbol kerajaan dan kehormatan.

Dengan adanya penanaman pohon langka tersebut, Sultan HB X berharap akan muncul mata air baru di sekitaran lereng Gunung Merapi. Ia juga mengingatkan, masyarakat, khususnya di DIY tidak merusak alam.

“Alam jangan dirusak, tapi bagaimana kita bisa menjaga. Karena ini bentuk pelestarian yang bisa dimanfaakan anak cucu kita sendiri,” ucapnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Ironi Jogja, Kota Gudeg yang Kekurangan Bahan Baku Gudeg atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version