Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Membenci Tradisi Bagi-bagi THR: Kerja Mati-matian tapi Rela Gaji Ludes buat THR, Malah Dihujat Saudara Tak Tahu Diri

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
28 Maret 2025
A A
Keluh kesah orang yang kerja matia-matian, tapi uang malah ludes buat THR lebaran MOJOK.CO

Ilustrasi - Keluh kesah orang yang kerja matia-matian, tapi uang malah ludes buat THR lebaran. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Jane idene sopo riyoyo bagi-bagi duit? Direwangi kerjo ratau prei kok duit didum-dumke. Gendheng po piye! (Sebenarnya ide siapa lebaran bagi-bagi duit (THR)? Dibela-belain kerja nggak pernah libur kok duit dibagi-bagikan. Gila apa!).”

Konten di media sosial tersebut sepintas terdengar sebagai guyonan. Namun, ternyata ada, loh, orang-orang yang “menggerutui” situasi tersebut: kerja mati-matian tapi langsung ludes untuk THR setiap lebaran.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh PERSPEKTIF (@perspektif_soc)

Kesel sama orang nggak tahu terimakasih

Orang yang secara serius menanggapi konten tersebut adalah Naila (27). Perempuan asal Madiun, Jawa Timur, yang kuliah hingga kerja di Solo.

Gaji Naila hanya berkisar Rp2 jutaan. Setiap menjelang lebaran, sejak tiga bulan sebelumnya dia akan menyisihkan uang dikit-dikit. Lalu akan dia tambahi dengan THR dari tempatnya bekerja.

“Karena saudara ada banyak, aku baginya cuma Rp20 ribu untuk bocil-bocil. Bahkan kalau yang aku nggak akrab-akrab banget sama ortunya, aku kasih Rp10 ribu sampai Rp5 ribuan,” ungkapnya, Kamis (27/3/2025) maalm WIB.

Sementara untuk adiknya sendiri, dia akan menyisihkan Rp100 ribu. Kalau untuk beberapa ponakan dekatnya, dia bikin rata Rp50 ribuan.

“Nah, kadang yang jauh-jauh itu nggak tahu diri. Dikasih Rp20 ribu, Rp10 ribu, atau Rp5 ribu itu langsung jadi bahan rasan-rasan di belakang sama orangtuanya. Lah, hak aku lah mau ngasih berapa. Siape elu kok minta duit banyak ke gue?,” gerutu Naila.

Di lebaran tahun 2025 ini, sebagaimana biasa, Naila mengaku sudah menyiapkan sejumlah uang untuk THR saudara-saudaranya. Tapi kali ini prioritasnya adalah pada saudara terdekatnya saja. Persetan untuk saudara-saudara jauh yang nongolnya pas ada bagi-bagi uang saja.

Naila sudah sangat siap dibilang pelit dan sejenisnya. Toh misal dikasih pun dia tetap jadi bahan rasan-rasan.

Kebanggaan bisa memberi THR

Kekesalan yang sama juga diungkapkan oleh Faizudin (26), pemuda asal Bojonegoro, Jawa Timur.

Iklan

“Kenapa ya ada tradisi bagi-bagi THR setiap lebaran? Bikin repot aja,” keluhnya.

Keluhan Faizudin sebenarnya bukan karena uangnya yang akan ludes buat THR. Tapi lebih karena dia merasa tak begitu berguna karena meski kerja mati-matian, tapi hasilnya tetap tidak seberapa.

Faizudin kerja di sebuah pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur. Jangan mengira dia menerima gaji sebesar UMR Sidoarjo yang Rp4 jutaan itu. Gajinya selama sebulan hanya Rp2,6 juta.

“Lebaran kan dapat THR Rp2 jutaan lah. Itu Rp1 juta kukhususkan buat orangtua. Rp1 juta itu kubagi-bagi buat saudara. Kalau ada nggak cukupnya, nanti ngambil dari uang gaji,” beber Faizudin.

Pada dasarnya, ada perasaan bangga dan lega ketika Faizudin bisa memberi uang dengan nominal besar pada orangtuanya. Dia merasa sedikit bisa “mencicil” membayar jasa-jasa orangtuanya yang menghidupinya selama ini.

Begitu juga kepada saudara. Faizudin tak punya alasan filosofis nan prinsipil. Dia hanya merasa suka saja bisa berbagi. Meski kondisi keuangannya tidak aman-aman amat.

“Aku sering lah habis lebaran kalau balik Sidoarjo langsung hidup prihatin. Lah uangnya sudah nipis,” ujar Faizudin sambil terkekeh.

Kata Faizudin, begitulah laki-laki. Di rumah seperti sultan, di perantauan seperti gembel.

Serba-serbi hari raya

Naila dan Faizudin hanya dua sampel saja dari orang-orang yang mengeluhkan persoalan THR setiap lebaran. Di Instagram, ada sangat banyak keluhan dari warganet. Baik yang bernada bercanda maupun yang kelewat serius. Berikut di antaranya:

“Gaji 2 juta dibagi-bagi 1 juta. Sisa 1 juta buat bertahan hidup. Pengin nangis darah.”

“Aku juga lagi di fase kenapa sih harus bagi-bagi THR? Bukan perkara pelit sebenernya. Tapi jujur lebaran itu buat sebagian orang menyenangkan. Tapi aku justru kayak beban karena harus bagi-bagi THR ke saudara-saudara dan ponakan-ponakan. Kadang THR-ku habis buat bagi-bagi doang. Sedangkan aku yang kerja nggak kebagian.”

“Cari duitnya setengah mati. Eh disuruh tuker uang baru buat dibagi-bagi. Pas dibagi-bagi malah dipaido terlalu sitik.”

Tapi tidak sedikit pula yang merasa tak masalah untuk berbagi THR, sedikit atau banyak rezeki yang dipunya:

“Kalau aku punya rezeki banyak atau sedikit tetep aku bagi-bagi. Karena berbagi itu yang menolong kita di akhirat.”

“Kalau kata ibuku, kalau ada uang lebih bagi-bagi ke anak-anak kecil. Itu yang melancarkan rezekimu.”

Inilah sosok penggagas THR

Penggagas THR adalah Perdana Menteri Indonesia era 1950-an, Soekiman Wirjosandjojo. Awalnya, pemberian THR (saat itu hanya bernama uang tunjangan) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para Pamong Praja (PNS).

Tidak hanya sejumlah uang. THR yang diberikan kala itu juga berupa beras.

Pada 1952, terjadi protes dari kalangan buruh karena merasa tidak adil: kenapa THR hanya diberikan kepada PNS saja? Buruh menuntut agar mereka juga mendapat hak yang sama seperti PNS.

Protes tersebut hasilnya mulai bisa dirasakan pada 1954. Menteri Perburuhan Indonesia saat itu mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah Lebaran. Isinya imbauan agar setiap perusahaan memberikan “Hadiah Lebaran” terhadap para pekerjanya sebesar seperduabelas dari upah.

Begitulah hingga akhirnya THR masuk dalam peraturan menteri. Pada 1994, istilah “Hadiah Lebaran” berganti menjadi “Tunjangan Hari Raya” (THR).

Lalu pada 2016, aturan pemberian THR direvisi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016: pemberian THR diperuntukkan kepada pekerja dengan minimal satu bulan masa kerja yang dihitung secara proporsional. Sementara bagi yang bermasa kerja 12 bulan (satu tahun), menerima THR sebesar satu kali gaji dalam satu bulan.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Cerita Mahasiswa DO Rela Ngutang Demi Ngasih THR Saudara Saat Lebaran, Ngaku Udah Sukses Padahal Hidup Mengkis-Mengkis di Perantauan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 28 Maret 2025 oleh

Tags: Lebaranpencetus thrsejarah thrthr
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

THR ludes, libur lebaran selesai, sementara gajian masih lama. Kembali ke perantauan dengan penuh keprihatinan MOJOK.CO
Ragam

THR Ludes sementara Gajian Masih Lama, Kembali ke Perantauan dengan Nelangsa dan Hidup dalam Keprihatinan

6 April 2025
SOBSI dan Kisah Perjuangan Buruh Mendapatan THR
Video

SOBSI dan Kisah Perjuangan Buruh Mendapatan THR

5 April 2025
Lebaran 2025 Lebaran Paling Aneh 10 Tahun Terakhir MOJOK.CO
Esai

Mudik Lebaran 2025 Terasa Aneh dan Berbeda: Penumpang Bus Sepi Hingga Pedagang Asongan Menghilang

4 April 2025
Menjadi tolol saat ada saudara pamer pencapaian di reuni keluarga ternyata menyenangkan MOJOK.CO
Catatan

Reuni Keluarga Jadi Ajang Saudara Pamer Pencapaian, Pura-pura Tolol sambil Menyimaknya Ternyata Menyenangkan

4 April 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.