Sudah enak-enak bekerja dengan gaji UMR Sidoarjo, eh malah milih kuliah. Setelah lulus kuliah, ijazah kampus ternyata tak laku di dunia kerja. Alhasil, kini hidup nelangsa karena terpaksa menjadi guru honorer dengan gaji Rp700 ribu per bulan.
Situasi ngenes tersebut dialami oleh Shinta* (27), bukan nama asli, seorang perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur. Ia merasa relate dengan cerita-cerita ngenes nan sial yang menjejali website Mojok belakangan ini. Oleh karena itu, Shinta dengan sukarela membagikan cerita ngenesnya kepada Mojok, Senin, (8/4/2024) malam WIB.
“Dulu bayanganku kalau aku kuliah, ijazah sebagai sarjana bisa buat kerja yang gajinya gede. Ternyata malah membuat kondisi keuanganku memburuk,” keluh Shinta yang saat ini mengajar sebagai guru honorer di sebuah SMP swasta di Sidoarjo.
Di samping itu, saat ini Shinta juga membuka les privat di rumahnya seperti yang sudah ia jalankan sejak pertama kali kuliah pada 2017 silam. Lumayan lah buat pemasukan tambahan.
Lulus SMA kerja UMR Sidoarjo
Shinta sebenarnya lulus SMA di Sidoarjo pada tahun 2016. Ia memilih gap year terlebih dulu untuk mengumpulkan biaya kuliah. Saat itu ia bekerja di sebuah pabrik di Sidoarjo.
“Gajinya UMR Sidoarjo tahun 2016. Ya Rp3 jutaan lah,” ucap Shinta.
Sedari kelas 12 SMA, Shinta memang bertekad bisa kuliah sebagaimana teman-teman seangkatannya yang lain. Hanya saja berbeda dengan teman-temannya yang mendapat support biaya dari orang tua masing-masing, Shinta harus mengupayakan biaya kuliahnya sendiri.
Bapak Shinta sudah meninggal saat ia masih duduk di bangku SMP. Sementara Shinta tak mungkin meminta uang dari sang ibu yang sejak menjadi orang tua tunggal harus bekerja sebagai buruh pabrik bergaji kecil di Sidoarjo.
“Lulusan SMA dapat gaji Rp3 juta sudah gede banget. Jadi aku bagi-bagi lah. Tabungan buat kuliah, buat aku sendiri, dan buat nambahin ibu,” jelas Shinta.
Nekat kuliah meski sudah merasa makmur
Selama satu tahun bekerja dengan gaji UMR Sidoarjo tersebut, Shinta sebenarnya sudah merasa cukup makmur. Ia sempat berpikir, kalau lulusan SMA saja sudah bisa mendapat gaji sebesar itu, maka rasa-rasanya kok tidak perlu kuliah.
“Karena kalau kupikir, nanti kalau kuliah kan aku harus melepas pekerjaan itu. Aku harus fokus kuliah. Kalau kerja pun kan cuma sampingan, jelas hasilnya ga besar,” tutur Shinta.
Jika uang dari kerja sampingan kecil, masih kata Shinta, pastinya Shinta tak bisa seleluasa sebelumnya untuk memberi uang kepada ibunya. Tak seleluasa dulu pula saat Shinta bisa sewaktu-waktu mengajak ibunya jalan-jalan, sekadar makan di tempat makan mewah di Sidoarjo atau belanja di mal.
Namun setelah berdiskusi dengan sang ibu, Shinta akhirnya mantap berhenti kerja untuk lanjut kuliah. Shinta mencoba memperluas cara berpikirnya: jika lulusan SMA saja mendapat gaji sebesar itu, apalagi jika punya bekal ijazah sebagai sarjana. Tentu peluang kerjanya lebih besar.
Di awal-awal tahun 2017, media sosial memang belum semassif hari ini. Jadi isu seputar banyaknya sarjana yang berakhir nganggur masih tak terlalu mengganggu pikiran Shinta.
“Saat itu aku ikut SBMPTN. Keterima di sebuah kampus negeri di Surabaya,” ucap perempuan asli Sidoarjo tersebut.
“Tapi rasa-rasanya aku salah kampus dan salah jurusan. Karena setelah lulus, ternyata nggak sesuai harapan,” sambung Shinta.
Keluar kerja demi kuliah bikin keuangan berubah
Baru semester pertama kuliah pada 2017, Shinta sebenarnya sudah merasakan perubahan drastis dalam kondisi keuangannya. Dari yang semula punya pegangan uang lebih, menjadi serba pas-pasan.
“Selain buka les privat, aku juga jualan kecil-kecilan di online shop. Kalau ada momen wisuda biasanya juga cari tambahan jualan bucket,” terang Shinta.
Hasilnya, kata Shinta, tentu hanya cukup untuk kebutuhannya sendiri. Alhasil, Shinta mulai jarang mengajak sang ibu jalan-jalan di tempat makan atau mal Sidoarjo. Momen yang semula bisa terjadi sebulan sekali, sejak 2017 akhirnya hanya bisa terjadi tiga sampai empat bulan sekali.
“Setiap bulan nyisain duit. Nah kalau sudah tiga atau empat bulan kan lumayan lah buat “nyenengin” ibu,” beber Shinta.
Baca halaman selanjutnya…
Berakhir jadi guru honorer bergaji kecil
Berakhir jadi guru honorer di Sidoarjo
Shinta pada akhirnya berhasil lulus tepat waktu (empat semester) pada 2022. Perempuan asli Sidoarjo itu pun tak ayal merasa sangat lega. Dalam benaknya saat itu, setelah lulus kuliah, dengan ijazah kampusnya itu ia akan segera mendapat pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan di sebuah pabrik Sidoarjo pada 2016 silam. Terutama dari sisi gaji.
Sayangnya, kenyataannya tak semudah yang Shinta bayangkan. Shinta sudah memasukkan ijazah kampusnya ke beberapa perusahaan di Sidoarjo dan Surabaya, yang dalam kualifikasinya tertulis “Minimal S1”.
Tapi ijazah kampus Shinta seolah tak laku. Di sepanjang tahun 2022 itu, tak ada satupun lamaran pekerjaan yang tembus. Alhasil, ia masih harus bertahan hidup dari hasil les privat dan jualan.
“Itulah kenapa waktu ada rekrutmen BUMN aku sudah pesimis, nggak ikut,” ucap Shinta.
Di awal tahun 2023, Shinta dengan terpaksa akhirnya memilih menjadi guru honorer di sebuah SMP swasta di Sidoarjo. Ia masuk ke SMP tersebut setelah mendapat tawaran dari teman kuliahnya yang sudah mengajar di SMP tersebut lebih dulu.
“Daripada nganggur, nyari kerja nggak dapet-dapet, ya sudah ambil aja,” ungkap Shinta.
“Awalnya Rp500 ribu per bulan, terus sekarang gajinya Rp700 ribu per bulan,” lanjut perempuan asal Sidoarjo tersebut.
Angka yang tentu masih sangat jomplang dari gaji Shinta saat kerja di sebuah pabrik di Sidoarjo pada 2016 silam. Sering kali Shinta merenungi keputusannya melepas pekerjaan tersebut demi kuliah yang ujung-ujungnya malah ijazah kampusnya seolah tak laku di dunia kerja.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News