Di tengah permukiman padat penduduk, tepatnya di Kampung Sekayu, Kota Semarang, ada sebuah kafe berkonsep “jadul” penuh sejarah. Kafe yang bersebelahan langsung dengan Masjid Sekayu itu bernama Kafe Gethe, sebuah rumah peninggalan sastrawan NH Dini.
***
Saya tidak sengaja menemukan bangunan klenik di tengah perkampungan padat penduduk Kota Semarang. Awalnya saya hanya ingin mencari tempat istirahat, setelah seharian meliput petugas kebersihan di area Lapangan Pancasila, Simpang Lima Semarang. Sampai akhirnya menemukan kafe hidden gem bernama Gethe.
Saya pun mampir sejenak di Masjid Baiturrahman sembari mencari-cari kafe terdekat untuk singgah dan membuka laptop. Ternyata, tak jauh dari sana terdapat sebuah kafe bernama Kafe Gethe yang jaraknya sekitar 1,7 kilometer jika dilihat dari Google Maps.
Saat ke sana menggunakan jasa ojek online, saya sempat waswas karena sepeda motor milik ojol harus melewati jalanan sempit. Lalu, menyusuri sungai di tengah permukiman. Tak sampai 10 menit, kamu sudah tiba di Kampung Sedayu. Tukang ojol pun bertanya kepada saya, di mana tempatnya tapi saya sendiri tak bisa menjawab karena baru pertama kali ke sana.
Akhirnya, saya pun minta diturunkan di depan sebuah masjid yang ternyata tak jauh dari Kafe Gethe. Masjid itu bernama Taqwa Sekayu dan berdekatan dengan Makam Mbah Nyai Kamal Sekayu. Sekitar 200 meter dari sana, saya sudah bisa menemukan bangunan antik yang mencolok dari bangunan sekitarnya.
Menu Kafe Gethe yang beragam dengan harga murah

Memasuki Kafe Gethe, saya langsung disambut oleh sepasang suami istri bernama Ari Purbono dan Haermeli. Keduanya merupakan pendiri Kafe Gethe sejak tahun 2021, sekaligus orang yang membuat menu makanan dan minuman.
“Silahkan pilih menunya Kak, kami juga ada uji coba baru jadi harganya masih low,” ujar Ari menunjuk papan tulis kapur di depan kasir.
Mata saya pun tertuju dengan es puter dan pangsit. Saya juga memesan kopi susu kramatdjati yang ditunjukkan oleh Ari. Sementara, menu yang tidak diuji dapat kita tulis langsung di kertas pesanan.
Menunya seperti wedang berbagai rasa, kopi yang beragam, berbagai ciak atau cemilan, hingga makanan berat. Sesuai dengan tagline-nya: “Kafe Sekayoe Gethe Regone murah, rasane rak kalah”, harganya pun berkisar dari Rp5 ribu hingga Rp25 ribu.
Selain menikmati menu yang dijual, Kafe Gethe juga menyediakan buku-buku sejarah dan dekorasi bernilai sejarah. Usut punya usut, bangunan Kafe Gethe dulunya juga merupakan rumah peninggalan sastrawan NH Dini. Sosok novelis perempuan utama di Indonesia yang kerap memperjuangkan hak-hak perempuan.
Modal awal pembangunan dari duit pribadi
Ari bercerita ide membangun Kafe Gethe di Kampung Sekayu, Semarang muncul saat ia menjabat sebagai Ketua Kampung Tematik Sekayu. Mulanya, ia berniat mengangkat perekonomian warga, sehingga membuat semacam tempat tongkrongan.
“Saya pikir cara paling pas untuk mendatangkan orang ke sini ya salah satunya dengan membuat tempat nongkrong tapi terus saya kepikiran, nggak mau buat tempat yang biasa-biasa saja. Mangkanya kami konsep museum kecil-kecilan,” tutur Ari.
Demi mewujudkan mimpi tersebut, Ari harus merogoh tabungan pribadinya dengan sang istri. Haermeli, istrinya, bahkan rela menjual bonsai kesayangannya untuk modal pembangunan kafe berkonsep museum itu di Semarang.
Jika ditotal, Ari dan Haermeli harus mengeluarkan uang sekitar Rp110 juta demi menyulap rumah peninggalan sastrawan NH Dini tersebut menjadi kafe sekaligus museum berisi barang-barang antik.
Bangun kafe untuk edukasi warga sejarah Semarang
Ari mengaku pada lima bulan pertama Kafe Gethe di Semarang dibuka, pengunjung tak seramai sekarang. Bahkan setiap hari bisa dihitung jari. Namun, dari segilintir pengunjung yang datang, terdapat satu orang mahasiswa yang mampir dan ingin melakukan penelitian mengenai kafe tersebut. Ari ingat betul kapan mahasiswa itu datang.
“Sekitar akhir Oktober 2021, dia datang. Dia bilang ingin wawancara saya untuk tugas akhir di mana dia meneliti soal kampung tua yang tetap eksis. Dan salah satunya dia mengambil sample di Kampung Sedayu,” jelas Ari.
Menurut Ari, momen itu menjadi salah satu faktor yang membuat kafenya ramai sebab ia juga mengajak teman-temannya datang. Mereka juga mengunggah foto yang menunjukkan suasana Kafe Gethe di media sosial sehingga kedai Ari di Kampung Sekayu, Semarang makin ramai.
Kini, Kafe Gethe di Kampung Sekayu, Semarang kerap menjadi jujugan banyak anak muda yang rindu dengan suasana khas masa lalu. Dengan begitu, Ari berharap orang-orang pun ikut terbuka dengan sejarah Semarang.
“Kafe Gethe yang berlokasi di kampung bersejarah, tua, dan kuno ini harus kita uri-uri dan kita wariskan kepada anak-anak kita. Supaya mereka bangga dan cinta walaupun di tengah-tengah perkembangan pusat perkotaan,” ujarnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Kafe Bukuku Lawas: Surganya Para Pecinta Kopi dan Buku Klasik di Solo atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.