“Sebetulnya aku pun nggak ada kepikiran masuk ke Unesa. Kalau menyesal ya nggak menyesal lah ya, itungannya kampus negeri juga,” kata dia.
“Tapi sempat ragu sedikit, karena mungkin waktu itu ada persepsi kalau Unesa adalah kampus pendidikan, sebelum aku masuk,” lanjutnya.
Persepsi itu tidak terlepas dari sejarah Unesa yang mempunyai perjalanan panjang pada pendidikan nasional. Melansir dari laman resmi Unesa, kampus itu sebelumnya bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sejak tahun 1950.
Ia pun berubah nama menjadi Unesa pada tahun 1999 dengan enam fakultas, yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Teknik (FT), dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Unesa mencatat hingga saat ini kampusnya telah menghasilkan sekitar 80 ribu lulusan.
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyelamatkan saya
Nyatanya, setelah menjalani kuliah di semester awal, persepsi tentang kampus Unesa hanya untuk orang-orang yang ingin menjadi guru justru terbantahkan. Menurut Fatih, ada banyak alumni dari kampus tersebut yang namanya kini menterang di luar jurusan pendidikan.
Sebut saja Jessica Kartika yang sukses menjadi pembisnis hebat di bidang periklanan, atau Dynand Fariz yang sukses merambah ke dunia fashion. Seperti nama-nama tersebut, Fatih punya mimpi lulus di Jurusan Manajemen dan bisa menjadi seorang businessman.
“Lama-kelamaan keraguan tersebut terbantahkan bahwasannya Unesa memang memiliki jurusan lain, misalnya saja seperti jurusanku yang arahnya memang ke bisnis,” ucapnya.
Meski begitu, ada mata kuliah yang sebetulnya tidak dia pahami mengapa mata kuliah itu masuk ke jurusannya. Fatih tidak menyebut nama mata kuliah tersebut tapi beberapa materi kuliahnya kadang kala tidak mencapai target atau capaian akademik dari jurusan tersebut.
Beberapa mata kuliah juga, kata dia, justru tidak diajarkan oleh dosen. Fatih menduga permasalahan itu tidak hanya dialami di Unesa, bisa jadi di kampus lain juga ada.
“Mahasiswa lebih banyak mempresentasikan soal materi tersebut, di mana sebetulnya kami tidak terlalu menguasainya. Namun, kami diminta untuk mempresentasikan, membuat materinya, bikin PPT, lalu disampaikan di kelas,” kata Fatih.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Ditolak ITS 2 Kali, Universitas Brawijaya Selamatkan Saya untuk Tetap Kuliah di Kampus Bergengsi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News












