Tepat 10 tahun lalu, Jaya (29) mulai bekerja sebagai bank plecit alias penagih cicilan ke para debitur koperasi simpan pinjam. Selama 10 tahun itu pula, jabatan dan gajinya terus ter-upgrade; hidupnya berubah. Tapi ada satu yang tak pernah terganti: Honda Supra X 125 Karbu.
Sejak masih kere sampai kini sudah bisa bikin rumah sendiri. Dari tukang tagih utang keliling hingga kini tinggal duduk manis dan menerima laporan anak buah. Ia setia dengan motor yang bodinya dicap kuno dan nggak bisa diajak ngebut itu.
“Motor itu kalau bagiku istri kedua. Nggak tergantikan meskipun ada godaan dari yang lebih cakep,” ujarnya kepada Mojok, Minggu (18/5/2025).
Honda Supra X 125 Karbu, motor pertama yang dibeli setelah lulus SMK
Honda Honda Supra X 125 Karbu pertama kali dirilis pada 2005. Generasi karbu masih diproduksi hingga tahun 2014. Makin kesini, Supra X 125 terus melakukan perubahan tampilan dan memakai injeksi, meskipun basis mesin memang tak banyak berubah.
Walaupun sudah banyak beredar motor generasi baru, Supra X 125 Karbu ini masih tetap disukai. Salah satunya oleh Jaya. Baginya, ada alasan yang begitu sentimentil mengapa ia terus menggunakan motor lawasnya. Padahal, kalau mau beli yang baru pun bisa.
“Supra Karbu motor pertamaku. Dibeli pas lulus SMK. Kata bapak jadi hadiah kelulusan,” kata dia. “Aku itu waktu masih sekolah, kalau nggak jalan kaki ya pakai kampusan (minibus antar-jemput siswa).”
Ia bercerita, motornya itu dibeli pada 2015 seharga Rp7 juta. Ayahnya rela bekerja keras dan menjual beberapa pohon jati di kebunnya demi membekali anaknya kendaraan untuk bekerja.
Itu sekaligus menjadi hadiah pertamanya dari orang tua. Sebab, sepanjang 18 tahun hidupnya, ia belum pernah merayakan ultah–apalagi mengharap hadiah.
“Malah aku curiganya bapak nggak ingat ulang tahunku kapan,” tawanya. “Tapi hadiah itu (Supra X 125) aku dapat di momen pendewasaan, di saat aku siap menjadi lelaki yang sebenarnya, terjun ke dunia kerja.”
“Saat Supraku bergetar, di situlah nasabah mulai terkapar”
Tak lama setelah lulus SMK, Jaya langsung ikut bekerja ke sebuah koperasi simpan pinjam di Jawa Tengah. Sebagai anak baru, jobdesk-nya adalah penagih lapangan alias bank plecit. Di tempatnya bekerja, total ada 10 bank plecit, termasuk dirinya.
“Kayaknya bener, Honda Revo itu motornya bank plecit. Karena seingatku, yang di timku itu ada lima orang lebih yang pakai Revo. Sisanya matic, aku sendiri yang pakai Supra,” jelasnya.
Tiap harinya, Jaya kudu berkendara berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Mengelilingi…
Memang motor sudah ketinggalan zaman, penuh getaran, dan rutin masuk bengkel, tapi susah pindah ke lain hati
Tiap harinya, Jaya kudu berkendara berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Mengelilingi banyak kecamatan, puluhan desa, tak tak terhitung lagi berapa gapura dusun ia masuki.
Yang jelas, paling tidak ia harus menagih ke 20 nasabah setiap harinya. Dan, Honda Supra X 125 Karbu adalah sahabat setianya untuk mengarungi aspal, jalanan berbatu, maupun jalan desa yang becek.
“Kalau Supraku sudah bergetar, saat itulah nasabah terkapar. Soalnya udah siap-siap ditagih utang. Hahaha,” tawanya.
Jaya menjelaskan, sudah jadi rahasia umum kalau Supra X 125 Karbu nggak bisa diajak ngebut. Saat digas bakal menimbulkan getaran, yang kata dia, “rasa getarannya menyalur dari setang sampai dengkul”.
“Bayangin aja, sudah jam lima sore, target nasabah belum tercapai, itu kita kudu ngebut total buat kejar setoran. Nggak kebayang gimana getarnya.”
Tetap setia di tengah banyak godaan
Sudah 10 tahun Jaya kerja di koperasi simpan pinjam. Total delapan tahun ia habiskan di jalanan bersama Honda Supra X 125 Karbu kesayangannya. Panas terik sampai banjir ia trabas dengan motor pertamanya itu.
Dua tahun terakhir, Jaya dipindah dari kantor cabang kecamatan ke kantor pusat di kota. Pekerjaannya juga sudah tak perlu lagi berurusan langsung dengan nasabah. Ia tinggal duduk manis, ngopi di ruangan ber-AC, dan memantau laporan dari anak buahnya di lapangan.
Gajinya juga naik. Taraf hidupnya meningkat. Ia bisa menghidupi seorang anak dan istri yang ia nikahi empat tahun lalu. Tapi, Supra X 125 tak terganti.
“Banyak yang komentar, apalagi anak-anak pada iseng bilang sudah kuno lah, sering batuk-batukan lah, sering mogok. Suruh ganti sama yang lebih bagus, bahkan kalau perlu mobil sekalian,” kata dia.
Namanya motor lawas. Honda Supra X 125 Karbu miliknya sudah tak seprima dulu. Kini sering keluar masuk bengkel. Tak terhitung lagi jumlahnya.
“Tapi namanya sudah sayang, ada nilai yang nggak bisa dipahami orang-orang.”
Bagi Jaya, Honda Supra X 125 Karbu miliknya adalah sejarah yang ia tulis dan membersamainya. Waktu boleh berganti, tapi kata dia, “kenangan di setiap getarannya tak akan pernah mati.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Honda PCX 150 Memang Biadab, tapi Masih Jadi Motor Terbaik untuk Pemudik Orang Surabaya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
