Mendapat ancaman dari debt collector (DC) sudah jadi keseharian Alvin (24). Utang pinjol yang melilitnya memang kerap jatuh tempo, sehingga teror-teror seram itu tak dapat ia hindari.
“Baru telat beberapa hari sudah diancam sebar data, didatangi rumahnya, sampai pernah katanya mau ‘dibikin lumpuh’,” katanya, menceritakan jenis-jenis teror DC yang kerap ia terima kepada Mojok, Rabu (1/5/2024).
Alvin sendiri merupakan guru honorer di salah satu SD swasta di Kabupaten Bantul. Ia lulus kuliah dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) sebuah PTS Jogja pada 2023 lalu.
Sebagai seorang guru honorer, ia sadar betul tak bisa sepenuhnya menggantungkan hidup dari gaji bulanan yang tak seberapa itu. Per bulan, Alvin hanya menerima upah sebesar Rp600 ribuan. Uang itu seringnya hanya cukup buat ongkos bensin pulang pergi Jogja-Bantul. Buat kebutuhan sehari-hari, selain cari sampingan, ia harus mengandalkan pinjol.
“Soalnya sampingan itu ngabisin energi juga. Ibaratnya sudah capek kerja, masih kudu kerja lagi. Mana hasilnya juga nggak seberapa,” jelasnya, saat Mojok temui di sela-sela aksi peringatan Hari Buruh Internasional di Jalan Malioboro, Jogja.
Meski menderita, Alvin mengaku tak bisa melepaskan profesi itu dan mencari pekerjaan lain. Selain prospek kerja lulusan PGSD yang memang sempit, menjadi guru adalah cita-cita ibunya yang sempat layu dan berusaha Alvin mekarkan lagi.
Mimpi ibunya bikin Alvin kekeuh menjadi guru
Alvin adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Di rumahnya, hanya dia yang berhasil menyandang gelar sarjana. Kedua kakaknya lulusan SMA, ibunya tamatan SD, sementara almarhum ayahnya adalah mantan tenaga honorer di sebuah SMA swasta di Jogja.
“Sebutannya TU, staf tata usaha. Beliau sudah meninggal sejak aku masih SD seingatku,” kenang guru honorer yang terjerat pinjol ini.
Ia mengaku, ibunya sangat berkeinginan agar salah seorang dari anaknya bisa mengikuti jejak sang suami: kerja di sekolahan. Bahkan, lebih spesifik lagi: menjadi guru.
Sayangnya, karena keterbatasan biaya, hanya Alvin lah yang punya kesempatan mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah. Kedua kakaknya, yang harus rela “cuma” menyelesaikan studi sampai SMA, sebenarnya juga punya kontribusi besar dalam pendidikan Alvin.
“Mereka membantu aku cari kampus, biayai kuliah sampai selesai,” jelasnya. “Kata kakak-kakakku, sih, ‘nggak apa-apa mereka cuma bisa sampai SMA, yang penting aku lulus sarjana, jadi guru buat wujudin mimpi ibu’,” kata Alvin, mengingat pesan kedua kakaknya.
Baca halaman selanjutnya…
Gaji kecil bikin guru honorer terlilit pinjol.
Diperkosa gaji kecil sehingga harus utang di pinjol
Sayangnya, tak mudah bagi Alvin buat mengemban amanah dari ibunya. Bagaimana tidak, menjadi guru, terutama yang honorer, harus rela dibayar dengan upah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Gaji dihitung dari jam pelajaran. Ya sebulan paling nyantol 600 ribuan. Begitu kenyataannya, seperti diperkosa sistem. Diperkosa gaji kecil,” kelakarnya.
Alvin mengaku, duit Rp600 ribu cuma cukup buat menutup uang bensinnya selama sebulan. Sementara di rumah, ada ibu yang harus ia urus karena kedua kakaknya kerja di luar kota. Makanya, buat mencukupi kebutuhan sehari-hari, pinjol jadi jalan pintasnya.
“Malu kalau apa-apa masih minta ke kakak, karena selama kuliah mereka sudah banting tulang buat biayain aku. Masa sekarang aku masih harus ngemis juga.”
Ia memang tak menyebut berapa total utang pinjol yang melilitnya. Yang jelas, metode “gali lubang tutup lubang” ia pakai. Utang di aplikasi pinjol yang satu buat melunasi yang lain.
“Intinya jangan sampai telat. Jangan sampai ada DC datang ke rumah. Makanya gali lubang tutup lubang jadi jalan ninjaku,” tegasnya.
Riset OJK: Guru honorer rentan terjerat pinjol ilegal
Alvin bukanlah satu-satunya guru honorer yang terjerat pinjol. Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kalau profesi guru paling rentan terjerat pinjol, khususnya yang ilegal.
Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan OJK Halimatus Syadiah menjelaskan, rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat menjadi salah satu faktor tingginya korban pinjol ilegal.
Berdasarkan data OJK, seperti yang Halimatus sebut, indeks inklusi keuangan masyarakat mencapai 85,1 persen. Sedangkan, indeks literasi keuangan masih macet di angka 49,68 persen.
Adapun menurut kategori, 42 persen korban dari pinjol ilegal adalah guru. Angka tersebut melebihi korban lain seperti orang yang terkena PHK (21 persen), ibu rumah tangga (18 persen), karyawan (9 persen), dan pelajar (3 persen).
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News