Sudah tiga tahun berlalu, tapi grup WhatsApp (WA) KKN saya masih aktif. Walaupun tidak selalu ramai, tapi kadang-kadang ada saja anak yang mengirim sebuah pesan rindu atau basa-basi semata. Terutama di bulan-bulan mahasiswa KKN.
“Kalian semua apa kabar? Lama banget kita nggak berkabar,” tulis Angle (24) pada Rabu (16/8/2025).
Angle adalah salah satu anggota mahasiswa KKN kami yang cerdas dan suka menyendiri, tapi dia selalu aktif menimpali pembahasan acak kami di grup WA KKN. Perempuan asal Semarang itu kini hampir menyelesaikan tesisnya.
“Gimana kabar Semarang malam ini Njel?” tanya Rizky (24) yang baru saja membaca berita soal demo mahasiswa di Semarang yang berlangsung ricuh.
“Yang demo itu kah? Parah sih, mana di mall lagi. Kan kasihan yang enak-enak pingin belanja.” ujar Angel.
Lalu, berlanjut lah perbincangan itu di grup hingga larut malam. Saya sendiri kadang baru muncul kalau ditandai di grup. Namun, sebisa mungkin akan saya jawab meski terkesan ala kadarnya.
Setidaknya, saya menghargai teman-teman yang sudah berusaha menjalin komunikasi dengan baik. Meski pengalaman KKN kami di Maliku Baru, Kalimantan Tengah tidak terlalu indah, tapi tetap saja momen itu tetap kami rindukan.
Cinlok dengan anggota KKN
Sejak menginjakkan kaki di desa KKN kami, Maliku Baru, saya sudah memperkirakan pasti ada “gesekan-gesekan” yang terjadi. Bahkan gelut di grup WA KKN karena masalah persiapan program yang terlalu mepet.
Untungnya, saya merasa para anggota KKN saya adalah orang yang baik. Setidaknya mereka tidak pernah marah berlebihan. Jika ada sesuatu yang membuat mereka kesal atau tidak nyaman, kami selalu bijaksana menyikapinya. Alih-alih membahas di grup WA KKN, kami memilih membahasnya langsung secara tatap muka.
Saya rasa saat itu kami semua sedang belajar menjadi orang dewasa. Dan tentu saja, tinggal di tempat baru selama satu bulan penuh tidaklah mudah. Jadi, kami merasa saling bergantung sama lain. Tapi ada saja yang kebablasan, sampai cinta lokasi (cinlok) saat KKN. Sebut saja namanya Tuan untuk si laki-laki dan Putri untuk si perempuan.
Ceritanya begini, Tuan adalah pemuda asal Kepulauan Riau sedangkan Putri adalah perempuan dari keturunan Suku Dayak, Kalimantan. Dari segi silsilah, saya maupun anggota KKN kami saat itu sudah tidak sepakat saat melihat benih-benih cinta tumbuh dari interaksi mereka. Tapi siapa lah kami yang bisa melarang mereka.
“Aku juga nggak yakin sih, apalagi kami LDR saat ini, tapi kalau ngomongin perasaan memang susah,” ujar Putri, anggota KKN kami itu.
Drama dua sejoli di grup WA KKN
Hingga hari ini, dua sejoli mahasiswa KKN itu masih sering bernostalgia di grup WA KKN, meski akhir hubungan mereka tak berakhir indah. Melihat interaksi mereka berdua di grup, kami jadi gatal menggodanya.
“Padahal lebih dari 4 tahun aku nggak pernah lepas gelang ini dari tangan,” ucap salah satu anggota mahasiswa KKN di grup WA saya, sembari mengirim sebuah bukti foto tangannya yang memakai gelang.
Bagi teman laki-laki saya, gelang kayu berwarna cokelat itu sangat berarti, karena merupakan pemberian dari anggota tim KKN kami.
“Ah bohong, foto lama ya itu?” tanya saya jahil.
“Ih. Kan aku pernah bilang ke dia ‘nggak bakal hilang, aku pakai terus’ soalnya dia udah ingetin jangan sampai hilang,” ucapnya.
“Sesi curhat nih?” timpal anggota KKN yang lain.
Namun, dari banyaknya respons yang ada di grup WA KKN kami, orang yang diberi kode justru tidak menjawab. Seketika itu kami langsung terbagi dua kabu, tim laki-laki yang merasa kasihan dengan teman kami yang mengirim foto gelang tadi, dan kami tim perempuan yang justru mendukung sikap chill si teman perempuan kami.
Grup WA KKN yang masih aktif
Namun, di luar cerita tadi, masih banyak yang kami bahas di grup WhatsApp KKN. Soal kegusaran akan masa depan, mengapresiasi pencapaian-pencapaian anggota yang sudah lulus, bernostalgia tentang pengalaman KKN di Maliku Baru, hingga masalah pelik sebagai WNI.
Bahkan saya merasa, grup WhatsApp KKN ini lebih hidup dibandingkan dengan grup angkatan jurusan kuliah saya. Suatu kali, teman kuliah saya pernah memergoki saya yang sedang cengar-cengir sendiri membalas obrolan di grup WA KKN.
Teman saya itu langsung kaget karena grup WA KKN-nya sudah tidak aktif. Bahkan terancam dia hapus saking sepinya tak ada obrolan.
“Kamu masih kontakan ya sama teman-teman KKN-mu, kalau grupku sih sudah nggak aktif. Nggak ramai juga. Takut dikacangin,” ujar Ritsu.
Dari sana, saya jadi sadar bahwa hubungan tim anggota KKN kami termasuk istimewa dan patut disyukuri. Meski banyak pengalaman buruk juga yang sering kami alami saat di desa KKN, tapi hubungan kami masih baik dan sehat. Dari situlah kami benar-benar belajar menjadi orang dewasa.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Perpisahan Mahasiswa KKN Bukannya Mengharukan malah Menyebalkan Gara-gara Sikap Warga, Ekspektasinya Terlalu Berlebihan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












