Sedikitnya Jumlah Dokter Obgyn Perempuan bikin Calon Ibu “Parno”, Lebih-lebih karena Kasus Pelecehan Seksual yang Pernah Terjadi

Dokter Obgyn Perempuan Lebih Sedikit bikin Ibu Hamil Parno. MOJOK.CO

ilustrasi - ibu hamil pusing karena kasus pelecehan seksual dokter. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Pengalaman tak mengenakkan dialami AM, korban pelecehan seksual oleh dokter kandungan atau obgyn saat memeriksakan kandungannya. Kejadian ini membuat para ibu “parno”, tapi tak dapat protes karena kebanyakan dokter obgyn adalah laki-laki.

***

Beberapa minggu yang lalu, publik sempat heboh dengan adanya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh M Syafril Firdaus (33), seorang dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) atau dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Aksinya terungkap setelah video rekaman kamera pemantau di tempat praktiknya viral.

Setelah video itu viral, beberapa korban langsung speak up dan mengaku mengalami trauma. Totalnya ada lima orang korban. Polisi pun telah menetapkan Syafril sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta.

Sebagai sesama perempuan yang punya pengalaman hamil, Afiana (24) turut prihatin atas kejadian yang menimpa korban. Ia tak bisa membayangkan betapa traumanya korban di tengah situasi mengandung anak pertama. Berita yang mestinya membahagiakan, justru menjadi kenangan menyakitkan.

Ia pun jadi bertanya-tanya, mengapa dokter obgyn lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan? Sehingga kasus pelecehan seksual bisa diminimalisir. Berdasarkan pengalamannya saat mengandung anak pertama di tahun 2023, Afi-sapaan akrabnya juga sempat kebingungan memilih dokter obgyn. 

Perempuan asli Sidoarjo itu mengaku jumlah dokter obgyn baik laki-laki maupun perempuan di daerahnya tidak banyak. Malah kebanyakan adalah bidan. Begitu pula Fetty (30) yang juga memiliki pengalaman serupa. 

Sulit mencari dokter obgyn di daerah

Afi sempat mencari-cari di Google seputar praktik dokter obgyn di sekitar tempat tinggalnya di Sidoarjo. Setelah mengecek Google review, ia menemukan satu orang dokter obgyn yang ia rasa cocok, tapi lokasi praktiknya jauh dari rumah.

“Ternyata kebetulan, dokter yang saya pilih adalah perempuan. Dia juga yang menangani persalinan saudara saya dulu,” ujarnya kepada Mojok, Selasa (29/4/2025).

Namun, Afi sempat kontrol di dua dokter laki-laki yang berbeda saat periode awal sampai periode dua kehamilan (trimester). Umumnya, kata Afi, dokter yang bertugas melakukan USG fetomaternal kebanyakan adalah laki-laki.

Meski sedikit ragu untuk periksa, Afi merasa tenang karena didampingi oleh sang suami dan satu orang perawat perempuan. Berdasarkan pengalamannya, dua dokter laki-laki tersebut cukup cakap dan sangat detail.

“Mereka cukup menenangkan saat beberapa hasil tes lab saya kurang bagus dan selalu memberikan dukungan setiap saya kontrol,” kata Afi.

Kala itu, hasil laboratorium Afi menunjukkan jika hemogoblinnya kurang. Beruntung, ia tahu lebih awal sehingga bisa langsung cepat ditangani. Dokter juga selalu memberikan semangat kepada Afi untuk memperbaiki pola hidup sehat terutama soal makan, sehingga ia tak overthinking.

Tak banyak dokter obgyn perempuan

Tak hanya Afi, Fetty juga mengaku kesulitan mencari dokter obgyn khususnya perempuan. Bagi perempuan asal Surabata tersebut, mencari dokter obgyn yang cocok dengan kriterianya adalah perjalanan panjang di awal kehamilannya tahun 2021.

“Awal kali mengandung, aku memang ingin dokter perempuan karena konteksnya untuk menjaga hijab tapi saat proses mencari-cari informasi dari orang terdekat ternyata kebanyakan mereka punya pengalamangan langsung dengan dokter kandungan laki-laki. Jarang ada yang perempuan,” tutur Fetty.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan Indonesia memang kekurangan dokter spesialis termasuk dokter obgyn. Data bulan Juni 2023 menyebut jumlah dokter obgyn hanya ada 6.050 orang yang mayoritas berdomisisili di DKI Jakarta. 

Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginelogi Indonesia (POGI), Yudi Mulyana Hidayat berujar profesi dokter obgyn memang didominasi laki-laki sebelum tahun 2025. Rasionya sekitar 1 perempuan banding 3 laki-laki.

Namun, saat ini jumlah dokter obgyn laki-laki mengalami peningkatan signifikan bahkan nyaris seimbang. Rasionya sekitar 2 perempuan banding 3 laki-laki. Yudi menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat laki-laki dominan, yakni kondisi psikologis dokter yang membutuhkan mental kuat.

Tak bisa dipungkiri bahwa tugas dokter obgyn adalah menyelamatkan dua nyawa sekaligus, yakni ibu dan bayinya. Dokter obgyn perempuan dinilai cenderung lebih stres karena tanggungjawab tersebut.

Selain itu, saat menempuh pendidikan spesialis, calon dokter harus memiliki stamina dan mental yang kuat. Selesai pendidikan, ia harus siap bertugas siang dan malam. Begitu pula saat operasi yang berhubungan dengan tumor dan kanker.

“(karena) itu mungkin banyak dokter wanita yang kurang berminat,” ujar Yudi dikutip dari detikhealth, Kamis (1/5/2025). 

Sang ibu harus tetap selektif

Jumlah dokter obgyn yang sedikit, tak membuat Fetty akhirnya asal memilih karena tugasnya berhubungan langsung dengan nyawa. Ia begitu selektif memetakan seberapa jauh kredibilitas dokter tersebut. Mulai dari latar belakang pendidikannya, seberapa banyak praktik yang sudah dilakukan, hingga respons pasiennya.

“Pertimbanganku pertama, mencari RSIA yang dekat dari rumah. Lalu kedua, dokter yang memang pro terhadap lahiran normal dan menyusui bukan susu formula,” jelas Fetty.

Singkat cerita, ia menemukan dokter obgyn laki-laki di RSIA tersebut meski sempat gonta-ganti 3 sampai 4 kali. Di antaranya ada dokter perempuan tapi setelah mencoba periksa ke dokter tersebut, ia mengaku tak cocok dengan kriteria yang ia sebutkan tadi.

Begitu pula Afi, sebab baginya dokter obgyn tak hanya menangani USG saat masa mengandung saja, tapi sampai pasca melahirkan.

“Bila dirasa cocok dengan penanganan dokter tersebut selama kehamilan, biasanya kita juga mempercayainya untuk membantu proses persalinan bahkan pasca melahirkan,” ucap Afi.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Pola Pembinaan dalam PPDS Harus Dievaluasi jika Pada Akhirnya Ciptakan Dokter-dokter Mesum atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version